Mohon tunggu...
Hamim Thohari Majdi
Hamim Thohari Majdi Mohon Tunggu... Lainnya - Penghulu, Direktur GATRA Lumajang dan Desainer pendidikan

S-1 Filsafat UINSA Surabaya. S-2 Psikologi Untag Surabaya. penulis delapan (8) buku Solo dan sepuluh (10) buku antologi

Selanjutnya

Tutup

Parenting Pilihan

Cara Melatih Anak Menjadi Pendengar Ulung

1 Oktober 2022   18:17 Diperbarui: 1 Oktober 2022   18:25 240
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Agar lancar dan tercipta keramahan, maka anak diberikan rambu-rambu atau trik-trik agar bisa bergaul mesra dengan si embah atau orang yang lebih sepuh. Kebiasaan ini bila dirajut dengan benar akan menjadikan anak terbiasa menggunakan  lebih banyak telinganya dibanding mulutnya.

JANGAN MENYELA

Dengan orang lanjut usia anak-anak bisa belajar menjadi pendengar yang tidak mudah bosan, para lansia selalu mengatakan berulang-ulang. Sehingga alur ceritanya sudah bisa ditebak.

Dua malam lalu, sambil mengusir kebosanan menunggu acara selesai, mendekatlah saya di tempat kakek duduk seorang diri. Kami bertukar identitas diri, dilanjutkan berkisah masa lalunya, sebagai seorang sopir truk gandeng, ia berkelakar seorang sopir "kalau makan seperti ratu, kalau tidur seperti asu (anjing)". Suatu ketika perjalanan arah Jakarta, kantuk sudah tak tertahan, dicarilah tempat untuk memarkir kendaraan, lalu terpal di gelar di bawah truk. Pernah suatu ketika bermimpi seperti berada di medan perang, baku tembak suaranya memekakkan telinga hingga terbangun, ternyata ada truk gandeng lewat, karena tidak ada muatan mengeluarkan bunyi "glontang-glontang". Sebagai seorang ratu, makan secara leluasa memilih di mana saja mampir makan. Ia mengulang ceritanya hingga lima kali sebelum akhirnya saya pamit karena yang ditunggu sudah datang 

Kiat kedua ini disimbulkan dalam ayat di atas janganlah dengan orang sepuh mengatan "uh" atau "ups" sebagai tanda menyela atau orang lain tidak boleh melanjutkan apa yang dikatakan.

Sekali lagi mendengarkan dengan penuh empati untuk bisa memahami dan memberikan kehangatan. Pendengar yang baik hadirkan suasana bahagia dan ceria. Hanya menjadi pendengar setia. 

JANGAN MEMBENTAK

Semua orang memiliki pengalaman membentak, semoga bukan menjadi karakter, "aku sudah tidak kuat mendengar nasihatnya" salah satu alasan seorang anak yang membentak orang tuanya.

"Ucapannya panas, memekakkan telinga" sahut seorang mahasiswa dalam sebuah diskusi salah satu mata kuliah tugas akhir. Mahasiswa sering kali terpancing emosinya karena tidak mampu membentengi telinga dari serangan kata-kata berbisa yang dilontarkan lawan bicara atau mitra diskusi.

Berarti menjadi pendengar yang baik sangatlah banyak tantangannya, pelampiasannya adalah membentak mencaci bahkan dengan ucapan "diam kau"  padahal yang paling bijak harusnya dirinyalah yang lebih awal diam sehingga suasana segera aman dan damai.

Itulah gambaran yang terjadi bila saling berebut menjadi pembicara, bukan berebut diam menjadi pendengar. Pesan dalam ayat dengan orang lanjut usia jangan membentak, terhadap orang yang tidak mampu membalas, ini memberi pelajaran bahwa dalam suasana unggulpun lebih bijak menjadi pendengar bila tidak sangat sibutuhkan berbicara dan berkata-kata.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Parenting Selengkapnya
Lihat Parenting Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun