Mohon tunggu...
Hamim Thohari Majdi
Hamim Thohari Majdi Mohon Tunggu... Lainnya - Penghulu, Direktur GATRA Lumajang dan Desainer pendidikan

S-1 Filsafat UINSA Surabaya. S-2 Psikologi Untag Surabaya. penulis delapan (8) buku Solo dan sepuluh (10) buku antologi

Selanjutnya

Tutup

Parenting Pilihan

Mengasuh Bukan Membuat Anak Diam

15 Agustus 2022   01:47 Diperbarui: 15 Agustus 2022   01:52 309
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

TERLIHAT DIAM

Banyak orang tua yang mengharapkan anaknya diam, tidak banyak gerak dan terlihat baik-baik saja. Terlebih orang tua yang memiliki kesibukan sangat super, ada dua hal yang diharapkan dalam pengasuhannya yaitu anaknya diam, tidak banyak ulang dan tidak mengganggu apa yang dilakukan orang  tuanya.

Salah satu kriteria anak yang baik menurut pandangan orang tua adalah anak yang tidak banyak gerak, alias diam. Seperti halnya ketika belajar di sekolah anak yang memiliki banyak gerakan dianggap pengacau atau pengganggu proses kegiatan belajar mengajar. Maka diam adalah tanda anak baik dan penurut.

Apakah bapak dan ibu sudah yakin bahwa anak diam adalah anak yang baik?. Sudahkan ditelisik apa yang mereka lakukan ketiaka diam, sudahkah bapak ibu tahu apa yang sedang mereka pikirkan. Diam bukan berarti tidak beraktivitas. Anak yang diam justru banyak memasukkan informasi kepada alam pikirnya tentang ilusi dan khayalan, sesuatu yang tidak nyata. Mereka membangun dunianya dengan alam yang diciptakan. Bukan alam yang diharapkan orang tua atau alam yang lazim berlaku dalam masyarakat.

Diam-diam menghanyutkan, bukan saja terjadi pada orang dewasa yang sudah mengeksplorasi berpikir kreatifnya berlaku juga pada anak-anak, lalu menggemparkan dunia karena karyanya yang luar biasa, tidak banyak kata tapi beribu karya. Bisa juga sebaliknya anak yang terlihat diam, pemalu dan penurut, lalu melakukan hal-hal yang tidak wajar. Tentu yang terakhir ini tidak ada dalam harapan orang tua.

Pola asuh yang dianut orang tua seperti di atas adalah permisif, orang tua lebih fokus kepada pemenuhan kebutuhan fisik atau materi seperti ; pakaian yang bagus, tempat yang memadai, makanan kesukaan anak, permainan-permainan yang lagi ngetren dan seperangkat kebutuhan fisik lainnya.

Sementara kebutuhan psikis kurang menjadi bahan perhatian. Bukan tentang apakah sang anak nyaman, tetapi lebih difokuskan adalah sedikitnya aktifitas anak di hadapan orang tua, terlihat diam dan berada tidak jauh dari sisinya, ketika posisi orang tua bersama anaknya.

ANAK YA ANAK

Anak bukanlah orang dewasa, seperti orang tuanya, baik secara pisik ataupun psikisnya. Anak ya anak, dengan kekurang sempurnaan kekuatan pisik dan nalarnya yang belum berkembang. Anak menjalani hidup secara naluriah, melakukan sesuatu berdasarkan respon yang didapat dari orang yang ada di sekitarnya dan lingkungan di mana sang anak berada.

Belumlah dimiliki pengalaman hidup bagi anak, walau sudah memulai kehidupannya di alam kandungan, jadi anak sebagaimana kapasitas yang dimiliki dalam menjalani hidup. Sayangnya banyak orang tua lupa, bahwa anak ya anak belum mengerti sebanyak orang dewasa ketahui.

Orang tua selalu memberi instruksi dengan bahasa orang dewasa, sehingga anak tidak paham karena pengetahuannya belum sampai di sana. Orang tua memaksa anak harus mengerti apa yang dimaksudkan oleh orang tuanya, anak harus bisa melakukan apa yang telah diinstruksikan oleh orang tuanya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Parenting Selengkapnya
Lihat Parenting Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun