Mohon tunggu...
Hamim Thohari Majdi
Hamim Thohari Majdi Mohon Tunggu... Lainnya - Penghulu, Direktur GATRA Lumajang dan Desainer pendidikan

S-1 Filsafat UINSA Surabaya. S-2 Psikologi Untag Surabaya. penulis delapan (8) buku Solo dan sepuluh (10) buku antologi

Selanjutnya

Tutup

Parenting Pilihan

Mengasuh Bukan Membuat Anak Diam

15 Agustus 2022   01:47 Diperbarui: 15 Agustus 2022   01:52 309
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokumentasi pribadi

 

Kamus Besar Bahasa Indonesia mendefinisikan kata mengasuh, berasal dari kata asuh yaitu ; menjaga (merawat dan mendidik), membimbing (membantu, melatih) dan mengepalai. Dalam kontek kekeluargaan, maka mengasuh adalah proses pengasuhan orang tua kepada anaknya.

Tujuan pengasuhan bila merujuk kepada arti menjaga sama halnya dengan merawat dan mendidik agar anak tumbuh menjadi dewasa sehat jasmani, rohani dan spiritualitas serta mampu hidup bermasyarakat sesuai dengan tahapan perkembangan dan pertumbuhannya.

Untuk mewujudkan cita-cita pengasuhan dibutuhkan pengasuh yang mengerti akan pola pengasuhan yang tepat. Memahami karakter anak dan lingkungan yang didiami serta tantangan yang akan dihadapi. Sehingga pengasuhan ini tidak sederhana, butuh ketelatenan dan keseriusan.

KEBEBASAN ANAK

Di era digital dan keterbukaan serta penghormatan kepada hak asasi manusia, ada yang mengambil sebagian sebagai pijakan dalam pola pengasuhan, anak bebas melakukan apapun yang disukai, sebagai bentuk perwujudan nilai kebebasan bagi ummat manusia.

Atas pemahaman tersebut di atas, ada yang beranggapan bahwa orang tua tidak boleh melarang dan membatasi gerak anak, agar anak tumbuh secara alami sesuai dengan kemampuan dan lingkungannya. Anak akan menemukan identitas dirinya belajar dari apa yang dialami melalui proses bertindak bebas.

Pemahaman kebebasan bila diterapkan dalam pengasuhan, bukan sebagaimana pandangan di atas, tetapi Kebebasan dalam menentukan strategi atau memilih pola pengasuhan. Karena tidak ada satupun pola pengasuhan yang mutlak kebenarannya, pola pengasuhan walaupun baik tetap ada kekurangannya, pola pengasuhan tidak bisa berdiri sendiri, pola pengasuhan juga bergantung dari lingkungan dan budaya yang melingkupinya.

Seperti halnya hewan (kambing) bila penggembalanya memberi kebebasan, maka akan berjalan ke mana kambing itu suka, akan memakan apa saja yang ditemui. Dasar hewan, tidak tahu diri dan tidak memiliki kemampuan berpikir. Atau tanaman, bila tumbuhnya liar, maka akan menjalar ke manapun. Maka hewan yang diberikan batasan oleh pengembalanya akan melangkah sejauh yang diingini dan diijini pengembala. Begitu pula bunga-bunga itu tampak indah menjalar dan membentuk sebuah tulisan atau abstraksi sebuah bangunan.

 Begitu juga anak, manusia yang sedang tumbuh dari ketidak tahuan dan ketidak mampuan, sehingga akan tumbuh sebagaimana orang-orang yang ada di sekitarnya, akan berkembang sebangaimana lingkungan mendidiknya.

Masihkah Anda sebagai orang tua memiliki pemahaman tentang kebebasan, lalu membebaskan bahkan mngabaikan apapun yang dilakukan anak? Saatnya untuk merenung memperbanyak pengetahuan dan mengolah rasa serta hati.

TERLIHAT DIAM

Banyak orang tua yang mengharapkan anaknya diam, tidak banyak gerak dan terlihat baik-baik saja. Terlebih orang tua yang memiliki kesibukan sangat super, ada dua hal yang diharapkan dalam pengasuhannya yaitu anaknya diam, tidak banyak ulang dan tidak mengganggu apa yang dilakukan orang  tuanya.

Salah satu kriteria anak yang baik menurut pandangan orang tua adalah anak yang tidak banyak gerak, alias diam. Seperti halnya ketika belajar di sekolah anak yang memiliki banyak gerakan dianggap pengacau atau pengganggu proses kegiatan belajar mengajar. Maka diam adalah tanda anak baik dan penurut.

Apakah bapak dan ibu sudah yakin bahwa anak diam adalah anak yang baik?. Sudahkan ditelisik apa yang mereka lakukan ketiaka diam, sudahkah bapak ibu tahu apa yang sedang mereka pikirkan. Diam bukan berarti tidak beraktivitas. Anak yang diam justru banyak memasukkan informasi kepada alam pikirnya tentang ilusi dan khayalan, sesuatu yang tidak nyata. Mereka membangun dunianya dengan alam yang diciptakan. Bukan alam yang diharapkan orang tua atau alam yang lazim berlaku dalam masyarakat.

Diam-diam menghanyutkan, bukan saja terjadi pada orang dewasa yang sudah mengeksplorasi berpikir kreatifnya berlaku juga pada anak-anak, lalu menggemparkan dunia karena karyanya yang luar biasa, tidak banyak kata tapi beribu karya. Bisa juga sebaliknya anak yang terlihat diam, pemalu dan penurut, lalu melakukan hal-hal yang tidak wajar. Tentu yang terakhir ini tidak ada dalam harapan orang tua.

Pola asuh yang dianut orang tua seperti di atas adalah permisif, orang tua lebih fokus kepada pemenuhan kebutuhan fisik atau materi seperti ; pakaian yang bagus, tempat yang memadai, makanan kesukaan anak, permainan-permainan yang lagi ngetren dan seperangkat kebutuhan fisik lainnya.

Sementara kebutuhan psikis kurang menjadi bahan perhatian. Bukan tentang apakah sang anak nyaman, tetapi lebih difokuskan adalah sedikitnya aktifitas anak di hadapan orang tua, terlihat diam dan berada tidak jauh dari sisinya, ketika posisi orang tua bersama anaknya.

ANAK YA ANAK

Anak bukanlah orang dewasa, seperti orang tuanya, baik secara pisik ataupun psikisnya. Anak ya anak, dengan kekurang sempurnaan kekuatan pisik dan nalarnya yang belum berkembang. Anak menjalani hidup secara naluriah, melakukan sesuatu berdasarkan respon yang didapat dari orang yang ada di sekitarnya dan lingkungan di mana sang anak berada.

Belumlah dimiliki pengalaman hidup bagi anak, walau sudah memulai kehidupannya di alam kandungan, jadi anak sebagaimana kapasitas yang dimiliki dalam menjalani hidup. Sayangnya banyak orang tua lupa, bahwa anak ya anak belum mengerti sebanyak orang dewasa ketahui.

Orang tua selalu memberi instruksi dengan bahasa orang dewasa, sehingga anak tidak paham karena pengetahuannya belum sampai di sana. Orang tua memaksa anak harus mengerti apa yang dimaksudkan oleh orang tuanya, anak harus bisa melakukan apa yang telah diinstruksikan oleh orang tuanya.

SISI KELAM PERMISIF

Mari kita perhatikan dalam kilas balik, "tiba-tiba si A datang, membelah barisan, menendang mainan, lari tanpa melihat siapa dan apa saja yang ada di depannya, dilewati begitu saja, tanpa permisi, tanpa ba bi bu" anehnya si A tidak merasa bersalah, tidak takut dihukum oleh mereka yang merasa terganggu, mereka yang mainannya sudah ditendang dan diporak porandakan.

Hasil pengasuhan permisif menjadikan anak tidak tahu harus melakukan apa dan apa yang tidak boleh dilakukan. Anak tidak mengerti, tepatnya tidak menghiraukan sebuah perintah atau larangan, yang ada dalam benak anak adalah menurutkan kemauannya. Penilaian orang lain tidak menjadi pijakan, bahkan kadang hukuman dianggapnya biasa saja, atau wajar bila ada yang marah atau menghukumnya, karena telah melakukan salah. Namun tidak bisa menghindarinya.

Anak-anak hasil pengasuhan permisif ini, kurang ada keterikatan emosional dengan orang tuanya, biasa-biasa Saja, ada dan tidak adanya orang tua, tidak mempengaruhi perasaannya. Pun toh bila  ada dan bersamanya, sudah terbiasa tidak dipedulikan secara serius.

BUKTI HASIL PENGASUHAN

Untuk membuktikan hasil pengasuhan anak adalah ketika anak-anak berada di lingkungan sosial, bermain dengan teman sebayanya, dalam  lingkungan sekolahnya. Mengapa kondisi ini yang dijadikan ukuran ? jawabanya sederhana. Ketika anak di samping orang tua atau berada di lingkungan rumah, anak tidak akan melakukan kebebasan bersikap atau mengekspresikan sepuas-puasnya apa yang tersimpan dalam benaknya

Beda ketika anak bersama teman-teman sepermainnya, teman sekolahnya apalagi dengan bapak ibu gurunya. Justru pada saat seperti  itu orang tualah yang tidak beranai tampil sesungguhnya, orang tua memoles perilaku kepada anaknya sebaik mungkin dan sangat ramah sekali.

Sebaliknya anak justru leluasa melakukan apapun yang dikehendaki. Karena di lingkungan sosial, banyak orang yang akan membela bila ada perlakukan yang tidak menyenangkan dari orang tuanya. Bahkan anak sengaja melakukan ke-usil-an, sebagai bentuk kurangnya perhatian, anak sedang mencari perhatian di lingkungannya.

Dan jangan sampai anak dengan sengaja melakukan kesalahan atau melanggar norma sosial, dalam rangka mempermalukan orang tuanya. Maka orang tua harus mengukur secara tepat dan bersikap sesuai tempat. Sehingga anak tetap diperhatikan dan mendapatkan kenyamanan. Yakinkan diamnya anak adalah karena merasa tenang dan nyaman, lalu menghasilkan karya spektakuler.

Seperti malam menanti pagi

Bukan karena terangnya, tapi hadirnya itulah

Menunjukkan keberadaan

Dan kesetiaan pada musim yang dijanjikan

Jangan berharap, bila harap tak bersyarat

Semua ada sebab, untuk memperoleh akibat

Kebaikan akan lahir kemaslahatan

Namun jangan berharap minus menjadi plus

Tuntunlah aku dalam keramaian

Seperti engkau mendekapku dalam kesunyian

Beri tahu aku rambu perjalanan

Agar lancar dan nyaman

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Parenting Selengkapnya
Lihat Parenting Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun