Mohon tunggu...
Hamim Thohari Majdi
Hamim Thohari Majdi Mohon Tunggu... Lainnya - Penghulu, Direktur GATRA Lumajang dan Desainer pendidikan

S-1 Filsafat UINSA Surabaya. S-2 Psikologi Untag Surabaya. penulis delapan (8) buku Solo dan sepuluh (10) buku antologi

Selanjutnya

Tutup

Parenting Pilihan

Jangan Sok Tahu Menjadi Orangtua

14 Agustus 2022   05:49 Diperbarui: 14 Agustus 2022   07:07 311
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

 

Ada kalimat yang menggelitik dalam salah satu iklan "buat anak, jangan coba-coba", kata mencoba adalah melakukan tindakan hasil dari proses berpikir yang belum tuntas, tidak ada alasan atau sandaran yang kuat dalam melakukan sebuah aksi. Maka hasilnya pun bisa sesuai harapan dan kemungkinan gagal.

Orang tua selalu mengukur jarak dan masa, merasa lebih tua (lebih dahulu mengarungi kehidupan) dan jaraknya yang tidak bisa didekatkan atau dijauhkan. Sepanjang masa keterpautan usia anak dan orang tua tetaplah berbeda atau berjarak.

Banyak yang beranggapan bahwa orang tua berkuasa mengasuh anaknya sesuai dengan pengetahuan yang dimiliki dan pengalaman yang sudah dijalani, tanpa membandingkan atau memperhatikan dengan situasi sekarang yang jelas-jelas berbeda. Artinya situasi masa kecil orang tua, bedan dengan situasi yang dialami anaknya sekarang. Zamannya berbeda trendnya juga berlainan.

TERSERAH AKU

Dalam penguasaan anak, orang tua kadang ada yang rasa memilikinya terlalu besar, sehingga muncul anggapan, orang tua bisa melakukan apapun kepada anaknya, orang lain tidak perlu ikut campur, salah atau benar cara mengasuhnya "itu urusan saya" kata orang tua.

Bila yang dilakukan orang tua dalam pengasuhan membuat anaknya menjadi sehat pisik, rohani dan agamanya, oke lah disetujui, berarti ini menunjukkan orang tua yang komitmen antara ucapan dan tindakan.

Namun ketika orang tua mengasuh anak dengan pijakan masa lalunya, bisa jadi menjadi lebih baik dari orang tuanya, karena orang tua mengaca bahwa apa yang diterima dari orang tuanya, dianggap kurang benar dan tidak manusiawi, diperbaiki dan dimodifikasi ketika diterapkan kepada anaknya.

Bahayanya, ketika anak dijadikan sebagai ajang balas dendam. Harus menerima hal-hal yang tidak menyenangkan, sebagaimana orang tuanya (bapak-ibu) diperlakukan oleh orang tuanya (kakek-nenek). Maka orang tua akan menyatakan dalam hati "rasakan" beginilah kodrat menjadi anak harus menurut dan mengikut apa yang dilakukan orang tua kepada dirinya.

Kata "Terserah aku" harus dimaknai positif menjadikan anaknya lebih baik dari dirinya, bukan semakin rendah derajat dan kemuliaanya. Karena anak adalah masa depan orang tua.

 CIRI ORTU SEMAU GUE

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Parenting Selengkapnya
Lihat Parenting Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun