Hamam juga merangkul kalangan tua dengan mengumpulkannya pada organisasi Pemelihara Tradisi Islam Pabelan (PTIP) yang lebih condong kepada usaha menjaga tradisi-tradisi Islam dengan kajian umum tiap malam selasa.
Hingga akhirnya, pada Sabtu Pahing, 28 Agustus 1965, saat itu usia Ustad Hamam baru menginjak 27, ia dengan resmi mendirikan Pondok Pabelan. Sebuah plang dari kayu bertulis "Balai Pendidikan Pondok Pabelan, Pabelan, Magelang, Indonesia". Â Papan kayu tersebut ia pasang di depan rumahnya, yang berada di sebelah selatan masjid.
"Istilah 'Balai Pendidikan' kala itu terdengar sangat asing bagi masyarakat. Karena gambaran Pondok pada tahun tahun 70an, adalah sebuah lembaga pendidikan yang isinya hanyalah mengaji kitab kitab klasik sebagaimana pondok salafi.Â
Pun juga penggunaan istilah "Indonesia" di mana masyarakat setempat masih sangat awam, pengetahuan warga desa masih sebatas tentang sawah, desa kemudian tiba tiba timbul bayangan sebuah istilah 'Indonesia' yang terbayang terlalu tinggi untuk mereka gapai" demikian kisah yang diceritakan oleh Prof. Komaruddin Hidayat, mantan Rektor UIN Syarif Hidayatullah dalam memorinya yang merupakan salah satu dari 35 santri pertama Kyai Hamam dari desa setempat.
Pandangan Kyai Hamam yang moderat, menjadi tantangan tersendiri ketika gagasan itu muncul di era 70an. Keputusan Kyai Hamam untuk menyelenggarakan pendidikan pondok 'campur' (campur pondok putra putri) contohnya. Oleh sebagian Kyai lokal dianggap sebagai sebuah ketidakpatutan.Â
Kemudian kenetralan dari kecenderungan Muhammadiyah atau NU, dan menerima tamu tamu dari kalangan non-muslim misalnya, juga menjadi hal yang 'kala itu' kurang lazim. Namun, memang disitulah ternyata kekuatan Kyai Hamam.Â
Bagaimana beliau bisa memadupadankan antara tradisional dan modern, mengajarkan toleransi dalam beragama, dan sanggup merangkul santri serta masyarakat dalam usaha melakukan pendidikan masyarakat secara umum. Â Â
Kyai tidak pernah memaksakan paham tertentu kepada santrinya. Bahkan, kepada wartawan atau orang tua santri yang kerap bertanya perihal kecenderungan aliran pondok, dengan enteng Kyai Hamam menjawab bahwa Pondok Pabelan berpaham MuhammadiNU.Â
Sudah barang biasa, ketika santri dibebaskan untuk ikut atau tidak mengkaji kitab kitab klasik secara berkelompok, atau dibebaskan ketika santri ingin shalat tarawih 8 atau 20 rakaat. Ingin qunut atau tidak saat shalat subuh. Semua dibebaskan sesuai dengan keyakinan masing-masing santri.Â