"Lha kok isoh, opo koe ra kulonuwun pas lewat wit bibis separo kae trus koe diculik kon ngeterke lungo?"
(Loh kok bisa, apa kamu gak permisi waktu lewat pohon beringin separuh itu trus kamu diculik diminta nganterin pergi), kecurigaanku langsung tertuju pada pohon itu yang dari dulu memang menyimpan sisi mistisnya sendiri. Setahuku juga sebelum menebang pohon itu untuk dibangun pagar permanen pondok pesantren itu memang penunggunya dipindahkan dulu ke Watu Senthet (batu retak) di kebon Mojo, sebuah batu yang terbelah rapi di tengahnya warga menyebutnya dengan sebutan watu Senthet.
Dan Kebon Mojo tersebut adalah sebuah kebun yang luas dan rimbun banget terletak di sisi barat desa kami. Mungkin bisa dikatakan hutan mini ya, karena kalau masuk kesana memang teduh sekali sampai sinar matahari hanya bisa menerobos di daerah tertentu saja saking rimbunnya.
Dia tidak menjawabku, kami terdiam sesaat dan aku kepikiran tentang dia kok bisa-bisanya nyadar pas sampe di alun-alun kota sana yang jaraknya dari dusun kami sekitar 15 kilometer. Aku langsung teringat bahwa kemarin sabtu dia cerita kalau habis service motor di dealer resmi motor itu dan yang aku pikirkan adalah kalau di dealer seperti itu pasti dikasih catatan pada kilometer berapa dia harus servis lagi setelahnya.
"Eh iyo Du, koe wingi lak ntes servis to, engko isoh dietung lungamu adohe sepiro."
(eh iya Du, kamu kan kemarin baru saja servis, nanti bisa dihitung pergimu seberapa jauh)
Lalu kita cek sticker paduan servis yang ditempel di sisi dalam jok motor tersebut, lalu angka-angka tersebut dikurangi 2013 kilometer. Kenapa 2013 ?, karena pihak montir pasti menambahkan 2000 untuk kilometer servis selanjutnya dan angka 13 adalah jarak perkiraan dealer sampai rumah untuk kemarin pulang dari dealer dan setelah itu belum dipakai lagi motornya.
Lokasi dealer tersebut kira-kira 2 kilometer sebelum alun-alun kota. Nah setelah dihitung-hitung ketemulah angka 82 kilometer. Jauh juga pikirku, berarti dia diajak pergi ke tempat yang jauhnya sekitar 41 kilometer dari rumah dan arahnya ke daerah utara.
Setelah itu akupun memutuskan untuk pulang karena hari sudah mulai petang dan terdengar pula adzan maghrib. Sambil berjalan pulang aku masih mencoba berspekulasi tentang tempat mana kira2 dia nganterin si makhluk ghaib semalam. Kemudian aku ke musholla untuk ikut jamah sholat maghrib tanpa ada khusyuk sedikitpun karena masih berspekulasi makhluk macam apa dan diajak kemana temanku si Mudu itu.
Kisah ini memang sampai disini melalui sudut pandangku, dan akan dilanjutkan cerita ini melalui sudut pandang Mudu sendiri.
...