Mohon tunggu...
Hamid Anwar
Hamid Anwar Mohon Tunggu... Administrasi - PNS Kelurahan

Pegawai kantor yang santai, sambil mengelola blog pribadi http://hamidanwar.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Nostalgia Tiang Listrik

22 November 2017   11:23 Diperbarui: 22 November 2017   11:52 674
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tetapi bukannya takut atau ngeri, saya justru merasa aman. Mana ada si gasang berani mendekati dapuran pring ini?

Tetapi toh rupanya saya mulai digigiti nyamuk. Sudah kira-kira lima menit dan tidak ada tanda-tanda si gasang mencari saya.

"Semprul!" batin saya.

Terasa sekali, banyak lugutmenempel di badan saya. Rasanya geli geli gatal. Obatnya hanya satu, di gesek gesek pakai rambut. Nah loh! Akhirnya saya pun keluar dari persembunyian dan menyerah dari ganasnya dapuran pringyang nggak punya dapur tersebut.

**

Itulah kegiatan saya dan anak sekampung saya dua dekade lalu. Ketika anak-anak masih suka main di luar, ketika kami menunggu datangnya padhang mbulan.Ketika Nintendo masih menjadi barang super mewah, yang memainkan stiknya harus sambil gerak badannya.. Padahal stiknya bentuknya persegi panjang. Dan permainannya ya cuma Super Mario Bros.

Teng-tengan sumber kebahagiaan itu hingga kini masih awet. Tapi bedanya sekarang sudah tidak bunyi teng! Ya emang siapa yang mau ngelemparin tiang listrik dengan kerikil? Kayak kurang gawean aja. Mending ditubruk pakai fortuner, lak malah kekinian, to?

Beda tiang, beda cerita.

Tiang listrik yang berada sekitar 300 meter dari teng-tengan petak umpet tadi, juga tidak kalah membawa kenangan. Alkisah, tiang listrik itu biasa kami gunakan sebagai tempat kongkow di hari Minggu pagi.

Mendekati tahun 2000-an, adalah masa keemasan dunia pertelevisian anak-anak. Setiap minggu pagi, kami biasa membeli bubur sayur secara berjamaah. Sekedar informasi, sarapan pagi dengan bubur sayur di tempat kami adalah sebuah kewajaran dan prestis. Apalagi ditambah gorengan yang hangat-hangat.

Nah setelah selesai makan bubur, kami biasa berburu serangga bernama ampal yang biasa menempel pada lampu neon yang terpasang di tiang listrik tersebut. Jika pas musim, jumlahnya bisa bejibun. Bahkan banyak diantara mereka yang jatuh ke tanah dan banyak pula yang tidak bisa membalikkan badan dan telentang tanpa bisa kemana-mana. Ampal-ampal itu kami kumpulkan dan kami lepas lagi. Melihat mereka terbang satu-persatu adalah sebuah kebahagiaan hakiki yang bisa kami peroleh sembari menunggu film Dragon Ball yang tayangnya cuma setengah jam seminggu sekali itu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun