SinopsisÂ
Kita tidak sempurna. Kita mungkin punya keburukan, melakukan kesalahan, bahkan berbuat jahat, menyakiti orang lain. Tapi beruntunglah yang mau berubah. Berjanji tidak melakukannya lagi, memperbaiki, dan menebus kesalahan tersebut.
Mari tutup masa lalu yang kelam, mari membuka halaman yang baru. Jangan ragu-ragu. Jangan cemas. Tinggalkanlah kebodohan dan ketidakpedulian. "Selamat Tinggal" suka berbohong, "Selamat Tinggal" kecurangan, "Selamat Tinggal" sifat-sifat buruk lainnya.
Karena sejatinya, kita tahu persis apakah kita memang benar-benar bahagia, baik, dan jujur. Sungguh "Selamat Tinggal" kepalsuan hidup.
Selamat membaca novel ini. Dan jika kamu telah tiba di halaman terakhirnya, merasa novel ini menginspirasimu, maka kabarkan kepada teman, kerabat, keluarga lainnya. Semoga inspirasinya menyebar luas.
---
Novel ini berkisah tentang Sintong Tinggal, mahasiswa tingkat akhir jurusan Fakultas Sastra yang mendapat julukan 'mahasiswa abadi' karena belum juga lulus di tahun ke tujuh kuliahnya.
Sehari-hari Sintong bekerja paruh waktu sebagai penjaga toko buku bajakan bernama 'berkah' milik pakliknya di dekat kampus.
Bagi seorang Sintong yang memiliki jiwa literasi hal itu tentu membuatnya resah. Dimana baginya mahasiswa yang seharusnya memiliki tingkat intelektualitas tinggi malah terjun di dunia ilegal yang justru merampas hak kekayaan intelektual orang lain. Namun apa yang bisa Sintong lakukan, ia hanya bisa diam dan mengeluh dalam hati, karena ia sendiri telah berjanji akan membantu usaha pakliknya sebagai balas budi karena telah mengurus segala keperluannya.
Tidak hanya Idealismenya yang tergadaikan karena menjadi penjaga toko buku bajakan, tapi perihal kuliah yang tak selesai-selesai juga menambah beban pikiran Sintong. Sintong bukannya tidak mampu menyelesaikan skripsinya. Hanya saja hidupnya saat ini seperti kelabu, dia tidak memiliki gairah sama sekali semenjak patah hati karena cinta pertamanya.
Saat menjadi mahasiswa awal, Sintong termasuk mahasiswa aktif dalam kegiatan akademik dan non akademik. Ia sering mengirimkan tulisannya ke surat kabar dan sering di muat dalam koran nasional. Sintong juga aktif di kegiatan pecinta alam, ia pernah mendaki 14 gunung dan bahkan ia pernah menjadi pemimpin redaksi majalah di kampusnya.