Mohon tunggu...
Nida Hamidah
Nida Hamidah Mohon Tunggu... Wiraswasta - Midun

Nama : Hamidah TTL : Jember, 26 Desember 1999 Status : mahasiswi IAIN Jember

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Kesederhanaan dalam Kegiatan Konsumsi

17 Februari 2019   11:47 Diperbarui: 17 Februari 2019   12:16 307
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Dalam kehidupan modern saat ini, fenomena dari kehidupan yang konsumtif dan kemewahan telah menjadi tren baru dikalangan orang-orang yang kaya baik secara material maupun finansial, tetapi miskin secara spiritual. 

Bahkan terjadi perlombaaan kemewahan yang diperlihatkan secara terbuka sehingga kesenjangan ekonomi itu terasa menyakitkan, terutama bagi orang-orang yang berpenghasilan rendah dan termiskinkan.

Dalam kehidupan masyarakat modern, perkembangan hedonisme semakin tak terkendali, semuanya berusaha mengejar kekayaan, uang dan kekuasaan untuk memuaskan sikap hedonisme dalam hidupnya. 

Hedonisme yang bertumpu pada kegiatan untuk bersenang-senang secara fisik dengan tujuan untuk memuaskan hawa nafsunya belaka, sebenarnya didorong oleh penguasaan dan pemusatan kekayaan pada kelompok tertentu yang cenderung untuk pamer dan memamerkan kelebihan yang dimiliki.

Biasanya manusia tidak pernah merasa puas dengan benda yang mereka peroleh dengan prestasi yang dicapai. Apabila keinginan dankebutuhan masalalu sudah terpenuhi, maka keinginan-keinginan yang baru akan wujud. Di negara-negara yang miskin hal seperti itu memang lumrah. 

Konsumsi makanan yang masih rendah dan perumahan yang kurang memadai telah mendorong masyarakat untuk berusaha mencapa taraf hidup yang lebih tinggi. Di negara yang sangat kaya sekalipun, seperti di Jepang dan Amerika Serikat, masyarakat masih mempunyai keinginan untuk mencapai kemakmurah yang lebih tinggi dari yang telah mereka capai pada masa ini.

Sudah menjadi tabiat manusia, ia akan lebih konsumtif menghamburkan uang, manakala mulai mengenyam kehidupan yang mapan dan kemudahan ekonomi. Seolah-olah kekayaan kurang berarti banyak ketika pemilik tidak menggunakannya untuk keperluan yang lebih besar dan kemewahan. Misalnya dengan banyak memenuhi kebutuhan yang kurang penting untuk dirinya sendiri. Begitulah keadaan seseorang, ia lebih mudah beradaptasi dengan hidup enak daripada beradaptasi dengan hidup yang menderita.

Hedonisme dalam masyarakat telah mendorong kegiatan ekonomi dan bisnis baru yang mendorong lahirnya perusahaan dan industri barang-barang mewah yang mencengangkan banyak orang dan tidak mungkin terjangkau oleh kehidupan orang-orang miskin. 

Akibatnya, sikap materialisme yang memandang uang adalah segala-galanya dan menjadi alat pemuas hawa nafsu yang paling efektif menjadi Tuhan yang baru, menjadi tujuan hidupnya, diperebutkan mati-matian dan dipertuhankan dimana-mana. 

Sekularisme yang memandang hidup ini hanya didunia dan bertujuan untuk mendapatkan kesenangan didunia saja telah menjerumuskan banyak anak muda yang hanya mencari dan mengejar kesenangan yang hanya sesaat, seperti narkoba dan free sex yang pada akhirnya menyeret mereka pada kesengsaraan hidup oleh penyakit pergaulan bebas serta frustasi menghadapi tantangan kehidupan yang makin keras dan kompetitif. 

Semuanya berasal dari kehidupan yang bermewah-mewahan dan berlomba dalam kemewahan, bahkan bermewah-mewah juga terjadi dalam kehidupan keberagaman. Al-quran menyatakan yang artinya: "Hai anak adam, pakailah pakaian yang indah di setiap (memasuki) masjid, makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang yang berlebih-lebihan".[QS. Al-A'raf(7):31]

Maksud dari ayat diatas yaitu anjuran mengenakan pakaian yang indah tiap-tiap mengerjakan sembahyang atau tawaf atau ibadah yang lainnya, makan dan minumlah sesuai kebutuhan. Dan janganlah melampaui batas yang dibutuhkan oleh tubuh dan jangan pula melampaui batas-batas makanan yang dihalalkan.

Sehingga aspek konsumsi dalam ekonomi islam dikembangkan dalam konsep kesederhanaan, keseimbangan dan tidak melampaui batas. Sederhana menurut KBBI bersahaja, tidak berlebih-lebihan. Konsep kesederhanaan antar yang satu dengan yang lainnya mungkin berbeda ukuran, tetapi apapun perbedaan ukuran itu, bukan berarti menghilangkan substansi kesederhanaan itu sendiri yaitu tidak berlebihan  sehingga menciptakan kemubadziran.

Al-qur'an menyebut kaum Muslimin sebagai umat pertengahan. Oleh karena itu, islam menganjurkan prinsip kesederhanaan dan keseimbangan dalam semua langkah dalam kehidupan mereka. Di bidang konsumsi, harta maupun makanan, sikap petengahan adalah sikap utama. Baik "kurang dari semestinya" (yakni kikir) maupun "lebih dari semestinya" (yakni berlebihan) yang dilarang oleh ajaran islam.

Kikir menurut KBBI yaitu melampaui hemat harta bendanya; pelit; lokek; kedekut. Kikir merupakan orang yang tidak membelanjakan uang untuk dirinya maupun keluarganya sesuai dengan kemampuannya, demikian pula ia tidak mengeluarkan uangnya untuk bersedekah. 

Kikir timbul karena adanya rasa egoisme yang keterlaluan sehingga orang yang kikir mempunyai karakter yang keras, tidak mempunyai belas kasihan dan tidak berperikemanusiaan. Penyakit kikir ini dapat menanamkan rasa dengki dan iri hati dalam jiwa orang-orang fakir miskin tehadap orang-orang kaya yang bakhir(kikir). Akibatnya, orang miskin tersebut akan mencari kesempatan yang tepat untuk melampiaskan rasa kedengkiannya terhadap orang kaya yang bakhil dan berusaha mencari jalan untuk menghancurkan harta kekayaan mereka.

Boros menurut KBBI yaitu berlebih-lebihan dalam pemakaian uang, barang dan sebagainya. Menurut seorang mujtahid, boros berarti (1) membelanjakan uang untu barang yang haram seperti judi, minuman keras, pelacuran dan sebagainya, walaupun uang yang dikeluarkannya itu amat sedikit; (2) belanja berlebihan pada barang halal, baik di dalam maupun diluar kemampuan; (3) belanja maupun sedekah hanya untuk pamer. Alquran telah menegaskan bahwa ciri manusia yang menghamburkan uang dang berfoya-foya saat berada dalam kondisi berada(kaya), menghindari gaya kesederhanaan dan keseimbangan.

Islam mengutuk pemborosan dan kikir, karena keduanya berbahaya bagi perekonomian islam. Kekikiran menahan sumber daya masyarakat sehingga tidak dapat digunakan dengan sempurna, sementara pemborosan menghamburkan sumber daya itu untuk hal-hal yang tak berguna dan berlebihan. Oleh karena itu, kita sebagai seorang muslim harus mempunyai kesederhanaan dalam melakukan kegiatan konsumsi. 

Kita harus menerapkan prinsip kesederhanaan dalam konsumsi yaitu sikap tengah antara dua ekstrem kikir dan boros, dalam artian tidak kikir dan tidakpula boros dalam membelanjakan harta yang direkomendasikan oleh islam sebagai jalan yang terbaik.


Daftar pustaka
Asya'arie, Musa, Filsafat Ekonomi Islam, Yogyakarta: LESFI, 2015
Sudono, sukirno.2013. Mikro Ekonomi Teori Pengantar edisi ketiga. Jakarta. PT RajaGrafindo Persada.
Syarif Chauldhry, Muhammad.2012.Sistem Ekonomi Islam.Jakarta:Prenamedia Group
Dr. Monzer Kahf.1995.Ekonomi Islam.Yogykarta:Pustaka Peljara
KBBI/Seerhana
KBBI/Boros
KBBI/Kikir
almanhaj.or.id

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun