Perempuan adalah sosok makhluk terunik yang memiliki kebebasan untuk melangsungkan hidup pada semua lini kehidupan, sama halnya dengan kebebasan laki-laki dalam melangsungkan kehidupan mereka baik dunia publik maupun private.
Lagi-lagi konstruksi sosial terhadap kebebasan perempuan terkadang justru lebih cenderung menyudutkan perempuan dibandingkan dengan prestise yang diraih oleh perempuan. Telah banyak prestise yang diraih perempuan-perempuan hebat di bangsa ini. Mengapa dunia seakan menutup mata dan tidak melihat karya nyata atas pergerakan perempuan?
lihatlah bangsa ini memliki perempuan hebat seperti Malahayati sosok perempuan yang dikenal sebagai Laksamana perempuan pertama di dunia. yang mengarungi samudera hingga ke laut timur.
Fatmawati ibu negara pertama di NKRI dari tangannya bendera pusaka dapat dikibarkan pada proklamasi 1945. Soerastri Karma (SK) Trimurti, seorang pengajar serta  wartawan yang ikut berjuang merebut kemerdekaan dan rela dirinya di penjarakan oleh belanda.
Di negara lain pun sama, lihatlah Margaret Thatcher yang dikenal sosok wanita bertangan besi, dan merupakan wanita pertama yang menjabat sebagai perdana menteri terlama sepanjang abad ke 20 di Britania Raya.
Malala Yousafzai wanita termudah di Pakistan, pada usia 17 tahun dirinya meraih nobel prize  dan dikenal memiliki kontribusi dalam bidang kemanusiaan dan pendidikan dan masih Banyak lagi perempuan hebat lainnya yang tidak harus dunia menutup mata untuk melihat prestise mereka.
Setidaknya beberapa perempuan diatas dapat di jadikan sebagai bukti bahwa eksistensi perempuan dapat di akui oleh dunia begitupun dibangsa ini perempuan harus dipandang sebagai manusia yang memiliki derajat yang sama dalam kehidupan sosial.
Dengan prestise sosial yang dicetak pejuang perempuan terdahulu di negeri ini mestinya ada porsi yang dikhususkan untuk perempuan berekspresi sesuai dengan kodratnya. Bukan cenderung mengeksploitasi sebagian organ ke-tubuh-an mereka sebagai kebutuhan yang lainnya.
Padahal jika dibandingkan, dalam setiap wacana sudah barang tentu terselip wacana tentang perempuan, baik politik, ekonomi, budaya, sosial maupun tentang seks (Biologis).
Kita ambil, contoh dalam diskusi tentang Ekonomi, Sosial dan Budaya (EKOSOB) bisa jadi semua pihak akan membicarakan tentang kepentingan perempuan dan bahkan menyandarkan secara teoritis tentang tokoh-tokoh perempuan terdahulu yang ikut memperjuangkan kemerdekaan di bangsa ini.
Tidak nafikkan sejarah bahwa dalam pergerakan perebutan kemerdekaan tidak terlepas dari perjuangan tokoh-tokoh perempuan, artinya generasi masa kini memliki hutang budi kepada kaum perempuan. Dengan begitu, untuk melunasi hutang kepada jasa perempuan pendahulu, bukan saja dengan cara memberikan hak perpolitikan yang ditegaskan dengan kuota 30 persen dalam undang-undang tentang partai politik, yang mengisyaratkan adanya keterlibatan perempuan.
Sebaliknya, ketika dalam wacana tentang hal-hal yang bersifat biolgis perempuan tidak seharusnya dilabelkan (streotipe) dengan perusak rumah tangga orang ataupun, wanita malam/wanita panggilan (penghibur), serta surga dunia dan lain sebagainya.
Pada label yang demikian, bahkan kaum laki-laki ikut serta memperburuk image kaum perempuan. seakan lupa bahwa mereka yang berkunjung pun sama buruk image-nya. Meminjam sepenggal lirik lagunya Ariel Peterpan "sucikah mereka yang datang?". Menurut saya penggalan lirik ini merupakan ketegasan bahwa ternyata bahwa image buruk di lingkungan sosial bukan hanya semata kaum perempuan tetapi kaum lelaki pun demikian.
Pada kenyataannya, sandiwara sosial yang sengaja dimainkan oleh kaum lelaki untuk membungkus image buruknya. Sehingga pada akhirnya kaum perempuanlah yang menanggung semua konstruksi sosial pada pelebelan tersebut.
Misalkan, salah satu bangunan mewah di Ibu Kota yang beberapa hari ini menjadi wacana semua pihak bahkan viral di sosial media hal ini disebabkan persoalannya terlepas dari kepentingan ekonomi dan politik juga berkaitan dengan tubuh perempuan yang selalu dan selalu diperbincangkan.
Ke-tubuh-an perempuan melalui foto dengan menggunakan pakaian yang menampakkan bagian-bagian tertentu kemudian diilustrasikan sebagai salah satu kesedihan kehilangan akan pelayanan surga dunia.
Sedangkan para lelaki yang datang dengan kapasitas sebagai tamu yang akan dilayani justru dirahasiakan. Ketubuhan perempuan serta-merta dijadikan sebagai kebutuhan kaum lelaki yang berkunjung.
Menurut hemat saya, tidak ada satu orang pun manusia baik laki-laki maupun perempuan di dunia ini yang berkeinginan untuk mempekerjakan organ vitalnya demi mendapatkan sesuap nasi, namun kondisi ekonomi bisa memaksakan seseorang dapat berbuat apa saja untuk mempertahankan hidupnya.
Dengan demikian ketersediaan lapangan kerja mestinya menjadi perhatian semua pihak, bukan malah mendirikan bangunan-bangunan mewah dengan menawarkan jasa perempuan untuk dipekerjakan secara tidak wajar dan menguntungkan sepihak.
Tulisan ini bertujuan untuk mengajak sesama kaum perempuan untuk memerangi ketidakadilan dalam setiap wacana yang mensubordinatkan perempuan secara biologis dalam semua konteks.
Semoga bermanfaat!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H