Mohon tunggu...
Muhammad Hamid Habibi
Muhammad Hamid Habibi Mohon Tunggu... Guru - Calon guru

Belajar lagi... Belajar mendengarkan, belajar memahami, belajar mengatur waktu, belajar belajar belajar... belum terlambat untuk belajar...

Selanjutnya

Tutup

Kurma Pilihan

Semangat Pak Imron, Pemilik Warung Lalapan yang Belajar Fintech

19 Mei 2019   23:19 Diperbarui: 19 Mei 2019   23:42 27
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dua barcode fintech di warung lalapan Pak Imron (dok. Pri)

Akhirnya datang juga hari ke-14 untuk kegiatan menulis di kompasiana selama bulan ramadhan. Sejak awal rilis saya sudah mengenyitkan dahi untuk tema hari ini. Tema hari ini cukup sulit karena kita harus mencari sosok pengusaha dadakan di bulan ramadhan yang mengandalkan fintech. Perlu diketahui fintech merupakan teknologi keuangan, dimana kita tak perlu melakukan transaksi jual beli dengan uang tunai lagi. 

Yups ini tema yang sulit, buktinya selama dua minggu saya tak menemukan sosok yang cocok dengan tema. Mungkin banyak sosok jika hanya beracuan pada pengusaha dadakan di bulan ramadhan. 

Namun saat masuk unsur fintech, semua sosok tadi berguguran. Bagi kami di Kota Malang, fintech masih barang yang sangat baru. Setahu saya hanya pengusaha besar (brand nasional) atau beberapa pengusaha lokal yang warungnya di daftarkan di aplikasi ojol baik Go-Jek maupun Grab. Selebihnya hampir tak ada yang memakai pembayaran non-tunai ini. 

Apakah harus absen menulis hari ini?
Saya rasa tidak. Walau yang akan saya ceritakan ini bukan seorang sosok pengusaha dadakan di bulan ramadhan yang menggunakan fintech, namun masih punya keterkaitan erat dengan kedua unsur tema hari ini. 

Di sini saya akan membahas Bapak dan Ibu lalapan langganan yang semangat belajar fintech dadakan menjelang puasa. Pemilik warung lalapan ini bernama Pak Imron dan Bu Imron. 

Perlu diketahui pasangan penjual lalapan ini usianya sekitar 40-50 tahunan, dimana keduanya tak mengenal fintech sama sekali. Bahkan dalam pemakaian smartphone, hanya digunakan untuk sekedar whatsapp-an saja dengan keluarga. 

Kisah ini berawal beberapa hari sebelum bulan puasa, dimana saat mau makan saya melihat ada dua stiker fintech di rombong Pak Imron. "Enak ini bisa bayar pakai Ovo ya pak sekarang?" Tanya pada Imron, maklum sebagai pengguna Ovo lumayan tertarik saat warung langganan ada barcode Ovonya. 

"Ooo... Itu cuma tempelan saja" jawab Pak Imron dengan nada ketus sedikit kecewa. Setelah ngobrol panjang lebar, ternyata begini kisah pedagang lalapan di pinggiran Kota Malang ini mendapat barcode Ovo dan sejenisnya. 

Terhitung ada tiga kali warung Pak Imron didatangi pegawai fintech, entah bagian apa tak jelas. Yang jelas mereka semua menawarkan kerja sama agar warung lalapan Pak Imron bisa menerima pembayaran non tunai. Saat pertama mendengar penawaran ini Bapak dan Ibu sangat semangat. Karena pembayaran non tunai bisa lebih simpel tanpa mikirkan uang kembalian pikirnya. 

Saat kunjungan pertama dari Ovo, Pak Imron semangat menanggapi. Di kunjungan inilah warung mendapat barcode dari Ovo dan semua menu yang ada sudah didata beserta harganya. Setelah selesai pegawai ini pamit dan proses aktivasi akan segera dilakukan. 

Beberapa hari kemudian datang lagi pegawai lain yang juga mengaku dari Ovo. Pegawai yang satu ini berjanji akan segera mengaktifasi barcode Ovo segera mungkin dengan sedikit dana. Akhirnya uang 100 ribu diberikan dan hingga kini tak ada aktivasi, hanya ada stiker fintech yang menempel. 

Kunjungan ketiga, datang lagi pegawai fintech. Kali ini bukan dari Ovo melainkan dari Boost. Karena terlanjur kecewa dengan dua kunjungan awal akhirnya fintech kedua ini hanya menjelaskan ala kadarnya. Dan diakhir penjelasan si pegawai memasang barcode lain di gerobak Pak Imron. Dan ujungnya sama tanpa ada kejelasan dan kelanjutannya. 

Akhirnya hingga pertengahan bulan ramadhan ini ada dua stiker barcode fintech tanpa bisa dipakai di warung lalapan Pak Imron. Di ujung perbincangan sepertinya Pak Imron dan keluarga sudah tak berminat lagi dengan fintech. Lebih memilih cara tradisional saja, bayar dengan uang lebih simpel bagi mereka. 

Sangat disayangkan memang, semangat keluarga pengusaha ini untuk mengenal teknologi fintech harus sirna karena dibohongi oknum. Mungkin di luar sana banyak juga pedagang-pedagang yang mengalami nasib yang sama dengan Pak Imron ini. Di usahanya ditempeli berbagai stiker barcode fintech yang nyatanya tak bisa digunakan. 

Semoga kisah ini bisa dibaca dan diperhatikan oleh pengelola fintech seperti Ovo, Boost dan perusahaan lainnya. Dengan harapan fintech lebih bisa berkembang lagi dan dinikmati banyak pihak, termasuk pengusaha kecil dan menengah yang ada di daerah seperti Pak Imron dan warung lalapannya. Semoga bermanfaat. 

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun