Hampir di seluruh pelosok negeri ini nasib guru honorer masihlah sama: memprihatinkan. Jika mau membandingkan dengan buruh pabrik, maka dipastikan gaji guru honorer masih jauh di bawah mereka. Kenapa harus dibandingkan dengan buruh?
Jawabannya cukup sederhana, yang pertama hari buruh dan hari pendidikan yang notabene selalu membahas nasib para guru honorer berdekatan yakni tanggal 1 dan 2 mei setiap tahunnya.Â
Kedua, buruh sudah banyak yang digaji sesuai dengan upah minimun regional (UMR). Sedangkan guru honorer sangat jauh gajinya dari UMR bahkan tak sampai separuhnya. Padahal kebanyakan para guru ini bekerja di instansi pendidikan di bawah pemerintahan yang notabene membuat aturan UMR tersebut.
Maka tak heran jika di awal bulan mei  buruh dan guru honorer selalu dibahas bersama. Namun sayangnya hingga sekarang nasib guru honorer belum bisa dianggap layak. Bayangkan saja dalam sebulan mereka mengajar hanya dibayar 250 ribu saja. Sungguh berat perjuangan para guru honorer ini. Dan ini sudah menjadi masalah klasik alias sudah dari dulu kala.
Saking sedikitnya gaji para guru honorer ini saya pernah membandingkan dengan gaji guru pns. Di angan-angan saya dulu gaji satu guru pns bisa untuk menggaji 10 lebih guru honorer dengan beban kerja yang sama tentunya. Memprihatinkan bukan?
Hal inilah yang membuat saya salut pada Pemkot Malang khususnya dinas pendidikannya, mereka cukup memperhatikan nasib para guru honorer. Saat saya mulai mengajar tahun 2014 di salah satu SD lingkungan Kota Malang, setiap bulannya Diknas memberikan tunjangan sebesar 250 ribu kepada para guru honorer, TU, pustakawan dan penjaga sekolah.
Syarat mendapat tunjangan ini cukup mudah, guru honorer minimal sudah mengajar 3 tahun, melampirkan SK dan Surat Pengantar dari Kepala Sekolah serta Foto-copy buku rekening.
Hampir setiap tahun nominalnya tunjangan ini bertambah, di tahun 2017 nominalnya 500 ribu perbulan. Entah berapa nominal di tahun 2018, saya sendiri kurang tahu karena sudah keluar dari sekolah. Walaupun kadang tunjangan dari Pemkot ini cairnya telat, namun dengan adanya tunjangan sangat membantu bagi para honorer.
Di tahun 2019 Pemkot juga berusaha meningkatkan kesejahteraan honorer. Bahkan Pemkot berjanji menggaji honorer sesuai UMR yang berlaku, kalau tidak salah UMR nya sekarang 2,7 juta. Bagaimana caranya?
Ternyata Pemkot memberi gaji honorer lewat dana Bantuan Operasional Sekolah Daerah (BOSDA). Lewat Peratutan Walikota ditetapkan bahwa guru yang mengajar di bawah 5 tahun mendapat 1,75 juta, di atas 5 tahun 2 juta sedangkan honorer di atas 10 tahun 2,2 juta. Cukup banyak memang dibandingkan dengan dulu yang gaji honorer hanya 500 ribu.
Namun sayangnya kebijakan ini belum berjalan dengan lancar, di beberapa sekolah masih keberatan dengan tanggungan gaji honorer yang mengambil dana BOSDA yang akhirnya menggaji gurunya dengan kisaran 1,5 juta saja.
Memang cara ini belum tentu bisa ditirukan daerah mengingat besar kecilnya pendapatan daerah sebagai sumber dana BOSDA. Selain itu jumlah siswa uang beajar juga mempengaruhi jumlah uang yang diterima sekolah, semakin banyak siswa maka semakin besar BOSDA yang diterima. Dan untungnya sekolah-sekolah di daerah Kota selalu mendapat banyak murid sehingga dana BOSDA cukup banyak.
Semoga setiap daerah juga memikirkan nasib para honorernya dan tidak menggantungnya dengan alasan kewenangan pemerintah pusat. Perlu kebijakan daerah memang, tak harus sama seperti Kota Malang yang penting kesejahteraan honorer bisa menjadi lebih baik. Amiinn!!!Â