Mohon tunggu...
Muhammad Hamid Habibi
Muhammad Hamid Habibi Mohon Tunggu... Guru - Calon guru

Belajar lagi... Belajar mendengarkan, belajar memahami, belajar mengatur waktu, belajar belajar belajar... belum terlambat untuk belajar...

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Cerpen : Santri, Kyai dan Septic Tank Pondok Kami (1)

5 Juni 2017   21:45 Diperbarui: 5 Juni 2017   22:16 6866
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pagi itu suasana sangat sejuk, angin sepoi-sepoi mengantarkan malu-malu matahari yang mulai menampakkan diri. Aku dan tiga temanku telah siap di dapur untuk santap sarapan pagi. Maklum sebentar lagi waktu mandi dan berangkat sekolah pagi. Kalau tidak cepat-cepat sudah pasti sangat antri mau mandi. Looo... kenapa mandi kok antri? Mungkin dari kalian ada yang muncul pertanyaan ini.

Begini perkenalkan namaku Adit serta dua ekor temanku Ogo dan Rafi. Oya kami ini para santri di salah satu pondok pesantren salafi di kabupaten Ponorogo. Tentunya pondok kami tak sebesar gontor, tapi kita tetap nyaman di sini.

Sebenarnya sekarang bukan waktunya antri sarapan pagi, namun saat ngaji pagi ternyata pak Ustadz yang mengisi sedang sakit. Sakit gigi katanya sehingga para santri disuruh ngaji kemudian pulang sendiri-sendiri.

Kami memang selalu bersama-sama walaupun asal rumah kami berbeda bahkan sekolah pagi kita beda-beda, aku sekolah di SMA Negeri, Si Ogo di Aliyah Negeri dan Rafi sekolah Aliyah di yayasan pondok kami.

Selang beberapa menit 3 piring nasi plus sayur bening sudah tersaji di depan kami. Tentunya kami ambil sendiri, gak mungkinlah ada yang melayani seperti di restaurant cepat saji.hehehe dengan lauk yang selalu menemani setiap hari tempe goreng dan krupuk renyah, mulailah kami santap pagi lesehan di teras kelas yang sedang dipakai mengaji.

Saat santap pagi itulah kami mulai berdiskusi, keren kan ? padahal isinya ngobrol kesana-kemari. “Hemm.. lauknya tempe lagi, tempe lagi...” gumamku memulai obrolan ini.

“Lo harus bersyukur itu, masih dikasih tempe. Coba dikasih makanan basi ente mau?” dengan ketus Ogo menimpali.

“Kamu gak bosen Go makan tempe terus???”Tanya Rafi penasaran.

“jangan ditanya, jelas bosen lah tiap hari gak ganti-ganti. Tapi tetep ente berdua harus syukuri” lanjut ceramah Ogo

“Iya ... iya .. bawel ni, coba Go kalau kamu dikasih satu hadiah... boleh makan apa saja yang kamu suka, kamu pilih apa?”

“makan Pizza, ayam KFC, Mac Di, atau spagethi boleh juga Fi, kalau ente mau makan apa Dit”

“Aku mau rendang padang aja, asli buatan Indonesia.. kata Pak ustadz kemarin rendang itu termasuk makanan paling enak di dunia loo, keren kan?”

“Wuih jadi bayangin tempe ini jadi rendang ni, ngiler hehehe, kalau ente Fi, mau makan apa kalau dikasih gratis lagi” Imbuh Ogo.

“Kalau aku, yang penting bukan tempe goreng pasti kumakan dengan lahap...”

Mendengar jawaban Rafi kami tertawa tak terkendali, sampai tak sadar kalau Pak Kyai sudah di depan kami. Baru selesai pengajian pagi. “Astagfirullah” teriakku karena kaget ada Pak Kyai, tanpa dikomando kami langsung salim satu-satu sambil mringas-mringis dan berdoa dalam hati semoga saja tak dimarahi.

Beruntung setelah salaman Pak Kyai langsung pergi, kami pun lega dan meneruskan makan kami. Tentunya tanpa ada lagi guyonan kayak tadi, takut nanti ada hukumannya lagi.

*****

Beberapa hari setelah itu, pondok kami mendapat musibah bencana. Tenang dulu ini bukan bencana alam yang sampai memakan korban jiwa. Kami di pondok terkena bencana septic tank meletus. Saat tidak ada yang makai septic tank ini menyemburkan isinya, tentunya berupa (maaf) tai yang sudah dalam bentuk halus layaknya bubur kacang ijo yang jelas memancarkan bau khas yang sangat menusuk.

Bencana ini membuat gempar seluruh santri, langsung dengan gagah berani ada dua santri yang menyiram tragedi ini. dengan air berkali-kali closed disiram dan dibersihkan, beberapa saat memang cukup terkendali. Banyak kotoran santri yang perlahan mundur dan masuk ke septic tank lagi.

Namun hal yang terduga terjadi, saat siraman terakhir dicurahkan, terdengar bunyi “blootuk3x” seperti botol besar yang tenggelam terisi air, suara berasal dari wc kamar sebelah. Dan biyoor ledakan septic tank jilid dua terjadi dan menambah parah tragedi ini.

Tanpa menunggu waktu lagi langsung beberapa santri membantu menyiram closed di wc kedua, naas nya saat diguyur air, gantian WC ketiga dan terakhir di pondok kami meletus layaknya gurung merapi yang mengeluarkan lahar nya. Sempurna...

Dengan kejadian ini secara resmi ketiga WC yang kami punyai rusak dan tak dapat mengisi tabungan dari para santri. Setelah itu, kehidupan kami berubah. Sama seperti saat negara api menyerang semua kerajaan avatar. Kami seperti tertindas oleh perut sendiri, apalagi saat beol sudah tidak dapat di tahan lagi, terutama di pagi hari. Dimana kami harus membuang hajat ini? bayangkan saat ini ada sekitar 40 santri yang sedang menahan beol tanpa ada solusi...

****

Next chapter berisi tentang penderitaan santri dijajah beolnya sendiri

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun