Kengeyelan lainnya  juga ditunjukkan oleh pejabat publik yang notabene berpendidikan lebih tinggi. Misalnya, tahun lalu seorang walikota di Sumatera Selatan  membebaskan warganya untuk tidak bermasker dan sekolah tetap dibuka. Pejabat ini berargumen apakah kalau sekolah diliburkan, virus Corona bisa hilang? Ada juga bupati di Jawa Tengah yang membolehkan warganya mengadakan hajatan. Alasannya, daripada hajatan diam-diam yang tidak ada pengawasan aparat yang bisa menimbulkan bahaya yang lebih besar. Â
Covid-19 kini menjadi momok menakutkan manusia di dunia. Sekitar 185,3 juta jiwa telah terpapar, 169,7 juta yang sembuh, dan 4 juta meninggal dunia. Di Indonesia ada 2,3 juta orang terkonfirmasi positif Covid, 62 ribu meninggal dunia, dan 1,97 juta yang sembuh. Ibarat puncak gunung es, sangat boleh jadi jumlah yang sesungguhnya yang terpapar dan meninggal akibat Covid-19 jauh lebih besar dari angka resmi tersebut. Membaca data tersebut mestinya tidak ada lagi orang yang bersikap cuek dengan keberadaan Covid-19.
Data kasus Covid di atas tidak bisa dibaca sebatas angka statistik semata. Ratusan juta jiwa terpapar dan jutaan lainnya meninggal dunia bukanlah jumlah yang sedikit. Ini menyangkut masalah (nyawa) manusia dan kemanusiaan. Kita sebagai manusia punya hak yang mendasar, yaitu hak untuk hidup. Jangan gara-gara sikap masa bodoh kita dengan Covid-19 menjadi wasilah meninggalnya orang lain. Jangan ada lagi perilaku yang cuek dengan protokol kesehatan (mencuci tangan dengan disinfektan, memakai masker, dan menjaga jarak). Tepat sekali slogan "Maskerku melindungimu dan maskermu melindungiku." Tugas kita berikhtiar, berdoa, dan bertawakkal.. Hasil akhirnya kita serahkan kepada Allah Yang Maha Kuasa. Takut dengan Covid itu wajar, berani silakan, tetapi jangan lebay. Stay safe, stay healthy!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H