Akhirnya, dia melampiaskan kemarahannya, dengan menulis surat yang amat sangat penuh kata-kata amarah. Dia menulis di papan tulis dengan tujuan untukku, namaku besar tertulis di papan itu, aku harus membalasnya.
Oh, ciut nyaliku, bagaimana dia bisa tahu batinku, ah sungguh sial dan kenapapula dia bertindak nekat. Dilan pun akan marah bila dibeginikan, umpatku.
Tulisan itu sungguh jelas, dengan kalimat-kalimat khas. Aku merasakan ada kesedihan didalamnya. Sejenak aku terpaku diam, spidol hanya mampu kugenggam tanpa bisa kutulis balasan. Aku menunduk, malu rasanya. Tak pernah kubayangkan jadi seperti ini rasanya, bagaimana bisa dia mempermalukanku di depan banyak orang. Aku memang salah, tapi kau balas dengan salah juga, ungkapku.
"Jika sebuah bejana hati, berisi hanya  0,3 . Apa yang harus kamu isi yang seharusnya? Senangkah bukan pergi dengan Milimeter? Atau bersanding dengan Desimeter? Atau cukupkan aku dengan Quart! Jawab!", tulisnya.
 "Aku, minta maaf....aku tak bisa membalasmu" Tulisku.
Seketika suasana hening. Setelahnya, demi dirinya aku rela berdiri didepan kelas, ini memang salahku. Kulihat tulisannya masih bersih, seperti menungguku mengotorinya, sampai suatu ketika dia memilih seseorang untuk maju, maju kepadanya merelakan tercoreng. Kutahu ini bukan dirinya, walaupun dia tersenyum atas jawaban yang benar, tiba-tiba kulihat butiran itu menetes.
No 3 Sandal Jepit
Lelah rasanya kaki ini, namun aku harus terus berlari. Sekolah Kejuruan membuat adrenalin memuncak. Tap! ah, akhirnya aku berhasil menaiki bus yang berjalan sedang dan menjauh dari kerumunan liar yang mengejarku dengan beragam benda itu. Musim hujan membuat jalanan tanah becek, sandal jepit dan menggulung celana abu-abu jadi solusi.Â
Bagaimana sepatuku, ah sudahlah biar dia beristirahat di rak sepatu rumah dulu. Payung hitam berujung besi melindungi dari hujan deras hari ini selain jadi senjata penangkis, kulihat di dalam tas selempang besarku satu buku tulis kusam nampak sedikit basah, sebentar aku berpikir, alamak aku lupa membawa potlot berkelir HB dan 2B, hari ini adalah ujian Gambar Bangunan, bagaimana ini.
Dari bangku belakang, rasanya tak asing melihat. Sebuah kalimat yang rasanya kukenal terlulis dalam sebuah buku berjarak 2 bangku didepanku.Â
Kalimat itu serasa mengingatku akan sesuatu, namun entah apakah itu. Lamunanku buyar, teriakan Taman Bunga menandakan sudah sampai dekat sekolahku dan segera bergegas turun.Â