Mohon tunggu...
Fathul Hamdani
Fathul Hamdani Mohon Tunggu... Penulis - Pembelajar

Tak penting dimana kita terhenti, namun berikanlah penutup/akhir yang indah

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Mengenal Penerapan Konsep Non-conviction Bassed dalam Praktik Asset Recovery TPPU Berdasarkan Sistem Hukum di Indonesia

8 Juni 2020   09:37 Diperbarui: 8 Juni 2020   15:18 292
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mengutip pernyataan John Rawls (John Rawls, 2003:52).

"Thus it is maintained that where we find formal justice, the rule of law and the honoring of legitimate expectations, we are likely to find substantive justice as well."

"Maka dipertahankan bahwa dimana kita menemukan keadilan formil, peraturan berdasarkan hukum, dan penghormatan atas harapan-harapan hukum yang sah, kita cenderung menemukan keadilan substantive juga."

Hal tersebut berarti bahwa di dalam sistem peradilan pidana harus menekankan pada peradilan yang memberikan kesempatan kepada terdakwa untuk mengajukan dan menilai bukti-bukti beserta dengan argumentasi-argumentasi logis. Oleh karena itu saat seorang terdakwa masih menjalani persidangan pidana, penerapan non-conviction bassed dalam praktik asset recovery TPPU sebelum seorang tersangka dinyatakan bersalah telah mencederai nilai keadilan dan perlindungan terhadap hak asasi tersangka.

Hal tersebut juga selaras dengan suatu asas yang berbunyi "Geen straf zonder Schuld" yang berarti bahwa tiada pidana tanpa kesalahan, sehingga untuk dapat menjatuhkan pidana kepada seseorang, maka hakim wajib memiliki keyakinan bahwa terdakwa telah terbukti berbuat kesalahan. Dalam ketentuan hukum positif di Indonesia, perampasan aset hasil kejahatan masuk kedalam pidana tambahan, dan dalam ketentuannya bahwa pidana tambahan tidak dapat berdiri sendiri dan akan selalu mengikuti perkara pokoknya, artinya pidana tambahan hanya dapat dijatuhkan bersamaan dengan pidana pokok. 

Perampasan aset hasil kejahatan hanya dapat dilakukan apabila perkara pokok diperiksa dan terdakwa terbukti bersalah maka barang yang didapatkan dari hasil kejahatan oleh pengadilan dapat ditetapkan agar dirampas oleh negara untuk dimusnahkan dilakukan tindakan lain agar barang atau aset tersebut dapat digunakan untuk kepentingan negara dengan cara menghibahkannya atau melakukan lelang atas aset hasil tindak pidana.

Secara umum sering dikatakan bahwa fungsi dari suatu undang-undang acara pidana adalah untuk membatasi kekuassaan negara itu sendiri terhadap masyarakat yang terlibat dalam sistem peradilan pidana. Ketentuan dalam KUHAP dimaksudkan untuk melindungi tersangka dan terdakwa terhadap tindakan aparat hukum dan pengadilan yang menyeleweng dari ketentuan tersebut. 

Kemudian yang  perlu dipahami adalah bahwa hukum melalui aparat hukum tak jarang melakukan tindakan yang mencederai hak-hak tersangka dan terdakwa. Dengan lain kata, hukum acara pidana juga merupakan sumber kewenangan bagi mereka yang terlibat dalam proses ini (polisi, jaksa, hakim dan penasihat hukum).

Friedmen  memaknai KUHAP adalah yang paling adil karena telah diatur secara lex scripta, namun perlu disadari bahwa proses hukum yang adil tidak sekadar menerapkan peraturan perundang-undangan, namun lebih kepada sikap kita dalam menghargai hak-hak setiap individu (termasuk tersangka dan terdakwa) sebagaimana terkandung dalam UUD 1945 yang menyatakan bahwa "kemerdekaan adalah hak segala bangsa" (academia.edu).

Oleh karena it, berdasarkan hasil analisis diatas bahwa penerapan non-conviction bassed dalam praktik asset recovery TPPU haruslah dikaji secara lebih mendalam agar terciptanya kepastian hukum dan keadilan. Dalam upaya pencegahan TPPU, adanya penguatan kelembagaan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) juga menjadi hal yang penting, yang kemudian dapat melakukan penyelidikan terhadap setiap transaksi informasi keuangan yang terindikasi merupakan tindak pidana pencucian uang.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun