Mohon tunggu...
Hamdani Mulya
Hamdani Mulya Mohon Tunggu... Guru - Penulis dan Guru SMAN 1 Lhokseumawe, Provinsi Aceh

Menulis artikel Sastra, Linguistik, dan Esai "Menulis adalah mengukir sejarah dalam kenangan wajah zaman." (Hamdani Mullya)

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Nilai Pendidikan Islam dalam Perayaan Maulid di Aceh

31 Oktober 2024   10:10 Diperbarui: 2 November 2024   18:08 127
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Nilai Pendidikan Islam dalam Perayaan Maulid di Aceh


Oleh Hamdani Mulya, S.Pd

Guru SMAN 1 Lhokseumawe dan Pegiat Literasi di Forum Penulis Aceh
 
  "Masa hijrah Nabi Muhammad
  Neutinggai teumpat Mekkah mulia
  Bak watee suboh Nabi beurangkat
 Dua ngon sahbat ngon Abu Bakar"

Artinya :
"Masa hijrah Nabi Muhammad
Meninggalkan tempat Mekkah Mulia
Ketika waktu subuh Nabi berangkat
Berdua dengan sahabat Abu Bakar"
(Kasidah Aceh karya Tgk. M. Thaib Abu Bakar)

Memahami Dike Aceh
Sebait senandung kasidah Aceh di atas sering dilantun pada acara meudike ketika memperingati Maulid Nabi Muhammad Saw. Dike berasal dari kata zikir dalam bahasa Arab yang berarti puji-pujian kepada Allah yang diucapkan berulang-ulang. Zikir juga sebuah aktivitas ibadah umat Islam untuk mengingat Allah.


Dike Aceh mengalami pergeseran makna yang meluas yang berarti seni membaca puji-pujian kepada Allah Swt, shalawat kepada Rasul, dan membaca sejarah Islam dengan ragam bahasa sastra yang indah. Sedangkan kasidah adalah seni suara yang bernapaskan Islam, di mana lagu-lagunya banyak mengandung unsur-unsur dakwah Islamiah dan nasihat-nasihat baik sesuai ajaran Islam.


Aceh daerah yang berjuluk Serambi Mekkah merupakan sebuah wilayah yang sangat kental dengan nilai-nilai Islam. Syiar Islam di Aceh terlihat dari berbagai sisi kehidupan. Ajaran Islam yang luhur telah menyatu dalam tatanan masyarakat Aceh di segala bidang.


Sanusi M. Syarif (2005) memaparkan bahwa adat istiadat yang tumbuh, hidup dan berkembang di masyarakat hakikatnya merupakan refleksi daripada nilai-nilai agama Islam sesuai dengan hadih maja, (peribahasa Aceh sebagai falsafah hidup) rakyat Aceh "Hukom Ngon Adat, Lage Zat Ngon Sifeut," bermakna bahwa antara adat dengan hukum adalah seperti zat dengan sifat, menjadi satu dan tidak boleh dipisahkan.


Denyut nadi syiar Islam telah menyatu dalam darah masyarakat Aceh. Salah satu syiar Islam yang terlihat begitu kental di Aceh dapat ditemukan pada acara perayaan Maulid Nabi Muhammad Saw yang diperingati setiap tahun.


Kemeriahan Peringatan Maulid di Aceh
Dalam perayaan maulid di Aceh, momen religius ini telah menjadi tradisi bagi masyarakat Aceh yang dalam kehidupannya sehari-hari melekat dengan nilai adat dan budaya. Maka tidak mengherankan apabila memasuki bulan Rabiul Awal, perayaan maulid Nabi terlihat sangat meriah.


Filolog Aceh Hermansyah, M.Th, M.Hum ahli manuskrip memaparkan bahwa Maulid Nabi di Aceh merupakan perayaan penting dan semarak. Kecintaan masyarakat Aceh terhadap maulid terlihat dengan banyaknya kitab-kitab tentang maulid yang ditulis dengan bahasa yang indah, dipenuhi dengan hiasan yang memiliki keistimewaan.


"Kitab sanjungan kepada Rasulullah seperti kitab Dalailul Khairat, Barzanji, dan Syaraful Anam sangat istimewa di Aceh dibacakan pada perayaan maulid," ungkap Filolog Hermansyah yang juga Dosen UIN Ar-Raniry Banda Aceh itu menjelaskan.


Di Aceh, peringatan maulid Nabi Muhammad Saw dikenal dengan istilah "maulod". Dalam pelaksanaan itu, warga menggelar kenduri besar dengan mengundang anak yatim dan kerabatnya. Warga kampung tetangga sebelah juga ikut diundang untuk menikmati lezatnya kenduri. Salah satu perayaan maulid Nabi terlihat jelas dari warga Gampong Sumbok Rayeuk, Kecamatan Nibong, Kabupaten Aceh Utara.


Umumnya, perayaan maulid tidak hanya digelar pada hari sebagaimana ditetapkan dalam kalender saja. Namun juga tetap digelar selama 3 bulan berturut-turut. Dapat dikatakan bahwa, perayaan maulid di Aceh merupakan perayaan kenduri dengan waktu terlama.


Berdasarkan penanggalan dalam kalender Islam, tradisi perayaan maulid dimulai dari Rabiul Awal, Rabiul Akhir dan Jumadil Awal. Pada bulan Rabiul Awal, perayaan maulid disebut dengan Meulod Awai, kemudian Rabiul Akhir disebut Meulod Teungoh dan Jumadil Awal disebut Maulod Akhe.
Perlu diketahui, tradisi perayaan maulid di Aceh dengan kenduri besar. Bagi masyarakat yang mampu melakukan kenduri, maka akan berkenduri dan membagikan makanan kepada masyarakat lain yang berkumpul di meunasah-meunasah (surau).


"Maulid diperingati sebagai rasa cinta kepada Baginda Rasulullah Muhammad Saw. Bagi masyarakat Aceh, jika tidak melakukan kenduri maulid merasa ada sesuatu yang kurang. Sehingga tidak mengherankan apabila pada bulan maulid masyarakat berbondong-bondong membawa makanan yang telah dimasak ke meunasah," kata Sri Wahyuni, S.Pd.I salah seorang guru Pendidikan Agama Islam yang bertugas di MAN 6 Aceh Utara pada Senin (16/9/2024).


Saat membawa makanan, ada tempat khusus yang disebut "dalong", yaitu wadah khusus berbentuk selinder. Ukurannya pun beragam, rata-rata berkisar 30 hingga 50 cm. Dalong inilah wadah pengisian nasi lengkap dengan lauk pauk. Uniknya lagi, sajian nasi dan lauknya pun ditata rapi dan berlapis-lapis atau dikenal "Dalong Meulapeh". 

Dalong inilah yang diantar warga ke meunasah-meunasah yang akan dibuka untuk disantap bersama anak yatim dan fakir miskin.


"Pada momen peringatan maulid ini kita juga harus meneladani akhlak rasul sebagai uswatul hasanah, teladan terbaik yang memberikan suri teladan bagi seluruh umatnya," sambung Sri Wahyuni guru yang juga pemerhati Sejarah Islam sebagai narasumber.


Menu yang dihidangkan pada perayaan maulid sangatlah istimewa. Salah satu menu khas Aceh adalah "bu kulah" atau nasi kulah, nasi yang dibungkus dengan daun pisang. Bentuk bungkusan nasi ini seperti piramida, sangat menarik. Nasi bungkus berciri khas Aceh. Nasi ini dimasak secara khusus dengan paduan rempah-rempah seperti cengkeh, kapulaga dan aneka rempah lainnya.


Lebih menarik lagi, formasi "bu kulah" berbentuk piramida ini dibungkus dengan daun pisang yang terlebih dahulu dilayu di atas bara api. Sehingga sajian makanan Aceh dengan rasa dan aroma khas Timur Tengah ini kian terasa. Sementara menu yang disajikannya juga khas dan jarang ditemui pada perayaan lainnya. Salah satunya adalah "kuah pacri". Dalam kuah ini, tersedia buah nanas yang dimasak dengan kuah encer dengan paduan cengkeh, kapulaga, cabai merah yang diiris halus dan daun pandan untuk menambah aroma. Menu lainnya adalah aneka daging sapi, kambing, ayam dan bebek.


Selain menu yang disebutkan diatas, ada hidangan khas pada kenduri maulid. Yakni bulukat. Nasi ketan yang diberi kelapa dan dibungkus daun pisang dan berbentuk limas.
Nah, sebelum menyantap hidangan maulid, masyarakat menggelar zikir dan doa bersama diiringi salawat. Setiap perayaan maulid di Aceh, kenduri digelar pada siang hari, kemudian malam dilanjutkan dengan ceramah agama yang disampaikan oleh dai-dai kondang.


Pada malam hari, warga berbondong-bondong menuju ke meunasah untuk mendengar ceramah maulid.
Kemeriahan pelaksanaan tradisi maulid di Aceh, seluruh warga larut dalam berbagai proses pelaksanaannya. Bagi masyarakat Aceh, maulid telah menjadi tradisi dan dilaksanakan secara turun temurun. Pelaksanaan peringatan maulid merupakan salah satu contoh semangat kecintaan terhadap Nabi Muhammad Saw, yang telah membawa perubahan dalam hidup manusia ke jalan yang benar.


Menurut Miksalmina (2020) dalam tulisannya Melihat Kemeriahan Warga Aceh Sambut Maulid Nabi kemeriahan perayaan Maulid Nabi di Aceh memiliki dasar sejarah yang kuat. Ini sebagaimana termaktub dalam sebuah surat wasiat Sultan Aceh yang diterbitkan pada 12 Rabiul Awal 913 Hijriah atau 23 Juli 1507, oleh Sultan Ali Mughayat Syah yang ditemukan Tan Sri Sanusi Junid. Salah satu poinnya adalah mengenai pelaksanaan Maulid Nabi yang dapat menyambung tali silaturrahmi antar warga gampong di Kerajaan Aceh  Darussalam.


Nilai Pendidikan Islam Pada Peringatan Maulid

Dengan demikian, berarti perayaan maulid di Aceh sarat dengan nilai-nilai pendidikan Islam. Karena dengan adanya perayaan maulid dapat menumbuhkan rasa cinta yang mendalam di hati umat Islam kepada baginda Rasulullah Muhammad Saw, mengandung nilai pahala dengan membaca zikir dan shalawat, memahami sejarah perjuangan dakwah  Nabi dan Rasul dengan menyimak pembacaan syair dan kasidah, mengandung nilai ibadah dengan menyantuni anak yatim dan fakir miskin, mengandung nilai sosial dengan berbagi rasa kebersamaan dan tolong-menolong, mengandung nilai kearifal lokal, serta mengandung seni sastra melalui senandung syair kasidah yang dilantukan oleh Syeikh Dike dan para anggota kelompok grup Dike Aceh. 

Semoga tradisi Islam yang luhur ini terus lestari sepanjang masa sebagai khazanah tamadun Aceh yang gemilang.(tengkuhamdani@yahoo.com).

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun