Mohon tunggu...
hamdani kurniawan
hamdani kurniawan Mohon Tunggu... Freelancer - aku adalah manusia

jejak pikiran

Selanjutnya

Tutup

Politik

Politik Kartel di Indonesia

27 Januari 2020   20:21 Diperbarui: 27 Januari 2020   20:32 2173
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ada beberapa  celah yang dapat dimanafaatkan oleh para elite Pertama pendapat ekonomi yang dijadikan sasaran oleh para elite ditandai dengan tingginya tingkat keterlibatan pemerintah dalam ekonomi yang berhubungan dengan jumlah uang publik yang berputar di pos-pos pemerintahan. Dan jumlah uang publik yang keluar masuk sangatlah besar dibandingkan dengan kebutuhan partai. Kenyataan bahwa pemerintah memiliki lebih daripada 100 perusahaan bisa memberikan sedikit petunjuk untuk mengukur besarnya uang publik tersebut (Ambardi, 2009). 

Perusahaan-perusahaan milik negara ini tentu berada di bawah wewenang kementrian tertentu, namun kementrian-kementrian lain yang relevan berhak terlibat dalam pembuatan keputusan di BUMN itu. Dengan demikian, pos-pos pemerintahan menjadi sangat menarik bagi partai untuk menjalankan perburuan rente. 

Pendeknya, pos-pos pemerintahan ini menjanjikan intensif materil di mana partai politik bisa memperoleh uang. Kedua, kenyataan bahwa undang-undang itu memiliki terlalu banyak celah, dan kenyataan bahwa penerapan hukum lemah, memudahkan partai-partai menjalankan perburuan rente. Ketiga, tidak adanya sifat inklusifitas dari pemerintah untuk  membuka program-program kerja yang pada akhirnya tidak menimbulkan perdebatan substantif.

Kerangka teoritis 
Pertama-tama kuskridho menganalisa sistem kepartaian yang ada di Indonesia. Analisa ini menjadi penting karena  akan membantu kita untuk melihat sistem kepartaian yang bersaing dan ciri-ciri kartelisasi. Sistem kepartaian sartori digunakan untuk menggali keunggulan dan kelemahan dari watak sistem kepartaian di Indonesia. Definisi sistem kepartaian menurut sartori adalah  satu sistem interaksi yang bersumber pada persaingan antarpartai. 

Menurutnya terdapat pola yang menunjukkan interaksi partai dalam aren politik yang berbeda-beda  untuk menganalisa pola tersebut sartori mengembakan satu tipologi sistem kepartaian dan menawarkan dua kriteria sebagai alat klasifikasi sistem kepartaian. Pertama  dengan menghitung jumlh partai yang dianggap relevan. Kedua,  Jarak ideologis di antara mereka.

Pertama, sartori mengganggap bahwa jumlah partai yang relevan dalam sebuah negara bergantung kepada seberapa besar partai tersebut dapat menentukan posisi koalisi dan suatu partai yang dapat mengintimidasi. 

Kedua, konsep ini menggambarkan interaksi antar partai di arena persaingan yang memunculkan berbagai kemungkinan partai politik untuk memperlihatkan polarisasi ideologis di satu arena dan kemudian bersekutu di arena lain. sebagai contoh jika ada satu partai mempunyai ideologi Islam makan dengan ideologi itu ia mencoba memenangi pemilu dan meraih sejumlah kursi di parlemen. Bila partai ini membutuhkan koalisi, ia akan bergabung dengan partai-partai lain yang memiliki ideologi serupa.

Tapi kondisi apa yang dapat mengubah perilaku partai politik dalam arena persaingan ? dalam buku ini kuskridho menggunakan analisa yang dibuat oleh Robert Dahl. Robert Dahl mengatakan ada berbagai macam arena persaingan politik : Pemilu, Parlemen, birokrasi, pemerintahan daerah, dan lain-lain. 

Pemilu mungkin merupakan arena yang paling menetukan, dan dalam sistem yang lain parlemen mungkin yang paling menentukan. Lebih jauh dalam sistem yang lain birokrasi mungkin merupakan arena kunci dalam politik kepartaian sehingga menjadi arena yang paling menentukan. 

Singkatnya, sistem kepartaian yang berbeda mungkin memiliki arena terpenting yang berbeda pula. Kuskridho membagi arena-arena itu menjadi tiga arena :arena elektoral, pemerintahan, dan legislatif. Alasan yang paling penting karena indonesia sejak 1999 legislatif dan eksekutif telah menjadi wilayah politik penting dalam pembuatan keputusan , menggantikan istana presiden dan birokrasi sebagai wilayah pembuatan keputusan.

Persaingan dan Kartelisasi

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun