Seperti contoh, Gunadi (nama samaran) lupa pergi ke resepsi nikah Ronald, adik Doni, yang kita sudah bahas di awal tulisan ini. Padahal dia juga mendapat undangan digital yang sama. Dari saya tentunya, yang meneruskan undangan digital dari Doni untuk dia.
"Wah, lupa aku, Ton," dengan entengnya Gunadi mengatakan keesokan harinya waktu saya menanyakan soal kehadirannya di resepsi nikah Ronald.
Dalam kasus ini, pesan WA dari saya "tenggelam" karena banyaknya pesan WA yang masuk ke handphone Gunadi. Apalagi, seperti kebanyakan warga +62, Gunadi tidak menggunakan buku agenda atau aplikasi handphone yang berfungsi seperti agenda dalam keseharian. Dia hanya mengandalkan ingatan yang sebetulnya tidak bisa menjadi andalan sama sekali di tengah banyaknya aktivitas sehari-hari.
Kalau ada undangan fisik di atas meja, paling tidak, diri akan selalu ingat kalau ada undangan resepsi nikah dari si A, B, atau C.Â
Bagaimana dengan preferensi Anda?
Terserah pada pilihan Anda masing-masing. Kalau saya lebih memilih undangan fisik karena biar bagaimana pun, budaya ketimuran dalam hal ini mendapat undangan fisik secara langsung lebih "ngena" di hati dibanding mendapat undangan digital. Biarpun harga lebih murah dan kekinian, undangan digital tetap tidak bisa menggantikan atau menggeser keberadaan undangan fisik.
Namun bukan berarti saya anti mendapatkan undangan digital. Sah-sah saja, asalkan cara menyampaikan undangan digital dilakukan secara lebih "personal", seperti yang dilakukan Doni, yaitu mengirim pesan WA secara pribadi, meminta kehadiran saya untuk memberikan doa restu di resepsi nikah sang adik.Â
Mungkin minusnya dari Doni adalah dia tidak berusaha menanyakan nomor handphone Gunadi dan beberapa orang lainnya yang dia juga undang. Saya kenal dengan mereka. Alih-alih, dia meminta tolong saya untuk mengirimkan undangan digital ke orang-orang tersebut.
Bagaimana dengan Anda?
Apa pun pilihan Anda, semua adalah sah-sah saja, disesuaikan dengan anggaran, kemudahan, kecepatan dalam pengiriman undangan, tapi yang patut digarisbawahi dan patut diingat adalah tidak menepikan kesopanan dan etika dalam mengundang seseorang.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H