Akhir cerita pun tersaji tanpa "drama" yang ajaib. Normal dan sudah sewajarnya. Terkadang saya jengkel kalau akhir cerita yang ada sangat tidak masuk akal dan tidak sesuai logika. Arswendo menuliskan akhir cerita dengan logis dan tidak dibuat-buat.
Jumlah cerita
Apabila melihat jumlah cerita dalam buku ini, meskipun cuma lima cerita, tapi sewaktu membaca semua cerita, terasa sangat padat berisi dan seperti bukan lima cerita saja.Â
Setiap cerita mempunyai permasalahan masing-masing dengan pengulasan yang baik, sehingga semuanya menyajikan kedalaman kasus dan saya tidak bosan membaca setiap misteri sampai tuntas.
Walaupun setiap cerita disajikan dalam "durasi" singkat, penyampaian masing-masing cerita tidak terburu-buru. Semua cerita diceritakan dalam koridor yang pas dan terkadang mengundang saya sebagai pembaca untuk menebak sendiri nasib pencuri atau pembunuh karena di akhir cerita tidak disebutkan tindakan warga atau aparat terhadap pelaku.
"Aktor" yang terlibatÂ
Melibatkan aktor aparat seperti polisi mungkin agak riskan menurut saya, karena di Indonesia ini, menempatkan polisi dalam pemberitaan atau penceritaan mungkin bisa menimbulkan masalah di kemudian hari jika pihak yang berwajib tidak menerima "penggambaran" figur mereka di media.
Tapi menurut saya, Arswendo sudah menceritakan aktor polisi di dalam setiap cerita Imung di novel ini pada tempatnya. Malah, terkesan polisi di era Imung sangat dekat dengan warga dan mau menerima bantuan warga, apalagi dari seorang remaja tanggung macam Imung yang terkadang di lingkungan masyarakat masih dipandang sebelah mata.
Tidak berjarak. Itulah yang saya "lihat" dari setiap cerita Imung di novel ini. Kedekatan polisi dengan warga, seakan aparat bergaul tanpa sekat dan batas teritorial.Â
Selain itu, artis, pengusaha, sampai remaja menjadi "aktor" yang mewarnai setiap cerita di buku Arswendo ini. Dan anehnya, terkesan semua profesi tersebut membaur tanpa adanya kesenjangan, terutama kesenjangan ekonomi dan status sosial di masyarakat. Arswendo seakan menempatkan mereka semua dalam "dunia rekaan" yang ideal di matanya, yang sekarang ini, sayangnya kesenjangan tersebut menganga lebar.
Penggambaran Imung yang fleksibel
Sebagai remaja tanggung, Imung sangatlah 'cair' dalam pergaulan dengan segala kalangan dari berbagai jenis usia dan profesi, serta status ekonomi dan sosial yang berbeda.Â
Berbeda jauh dengan generasi zaman now yang terkesan individualis, tidak sopan kepada orang yang lebih tua, tidak hormat kepada orang tua, dan lain sebagainya. Tentu saja tidak semua generasi zaman now seperti itu. Ada yang masih dalam standar etika yang benar, namun sayangnya, kebanyakan berperilaku tidak sepantasnya.
Semoga saja pendidikan moral dan karakter di negeri +62 membaik dengan seiring perbaikan kurikulum di era menteri pendidikan yang baru, sehingga tidak menaik keluhan rendahnya etika dan tidak meningkat kemerosotan daya juang generasi zaman now.