Mohon tunggu...
Hamdali Anton
Hamdali Anton Mohon Tunggu... Guru - English Teacher

Saya adalah seorang guru bahasa Inggris biasa di kota Samarinda, Kalimantan Timur. || E-mail : hamdali.anton@gmail.com || WA: 082353613105 || Instagram Custom Case : https://www.instagram.com/salisagadget/ || YouTube: English Itu Fun

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Menyoal Kegunaan Ruang Multimedia di Perpustakaan

18 November 2024   11:08 Diperbarui: 18 November 2024   17:13 232
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Memang sekarang sudah zaman kekinian. Perpustakaan bukan hanya sekadar gudang buku belaka, tapi juga menawarkan hal yang berbeda. Kemajuan teknologi informasi menyebabkan setiap insan harus beradaptasi dengan perubahan. 

Perpustakaan juga "terpaksa" berubah. Selain menyediakan buku-buku yang siap membantu para pelajar dan mahasiswa dalam menimba ilmu pengetahuan, memfasilitasi warga dengan sarana audio visual menjadi hal yang tidak bisa ditolak lagi.

Ruang multimedia. Ruangan yang berisi beberapa komputer di atas meja menjadi ruangan yang sangat membantu, khususnya bagi pelajar yang mendapat pekerjaan rumah dari guru dan mahasiswa yang mendapat tugas kuliah atau tugas akhir dari dosen.

Pelajar SD, SMP, SMA, dan SMK juga terbantu dengan adanya ruang multimedia ini. Saya melihat beberapa guru sekolah yang membawa peserta didik mereka untuk mengerjakan tugas di ruang multimedia. Yah, guru-guru tersebut yang terbantu. Mungkin karena tidak semua sekolah tersebut mempunyai ruang multimedia, dan sekolah-sekolah tersebut kebetulan tidak jauh dari perpustakaan.

Sedangkan untuk beberapa pelajar dan mahasiswa, mereka "terbantu" karena bisa menyalurkan kegemaran bermain gim daring seperti Roblox dan yang sejenisnya.

Ibaratnya, mengusir kepenatan setelah belajar seharian di sekolah atau malah membolos supaya bisa bermain gim daring di ruang multimedia.

Dalam tulisan sebelumnya yang berjudul "Di Balik Senyuman Anak", saya menuliskan kenyataan yang anak-anak itu harus hadapi. Di balik senyuman mereka saat bermain gim daring, ada kehidupan nyata di dalam keluarga yang memahitkan. Bermain gim mengalihkan kesakitan itu walau sesaat.

Nah, di tulisan itu, saya hanya sedikit menyinggung tentang kegunaan ruang multimedia, karena saya ingin fokus menitikberatkan pada kegalauan anak-anak di balik topeng senyuman mereka saat bermain gim.

Di tulisan ini, saya ingin mempersoalkan kegunaan ruang multimedia tersebut. 

Sebenarnya, untuk apa ruang multimedia di perpustakaan? Apa gunanya keberadaan ruang tersebut?

Saya malas menanyakan pada petugas perpustakaan karena hampir setiap hari, dari Senin sampai Jumat, lima hari dalam seminggu, ada saja kunjungan khusus berbagai pelajar dari tingkat TK sampai SMP.

Sejauh pengamatan saya, tiga tingkat pendidikan tersebut yang berkunjung secara khusus untuk mengenal perpustakaan kota Samarinda secara lebih mendalam.

Dari kunjungan-kunjungan tersebut, secara tidak langsung, saya menjadi salah satu peserta pengunjung baru perpustakaan. Saya bisa mendengar penjelasan petugas perpustakaan yang memimpin tur singkat pengenalan perpustakaan kota Samarinda, meskipun hanya di lantai satu saja.

"Ini adalah rak-rak yang berisi buku-buku agama non Islam, sedangkan di sebelah sini ada rak-rak yang memuat buku-buku agama Islam.

"Kemudian di sebelah sini adalah ruang multimedia. Di sini ada beberapa komputer yang bisa pengunjung gunakan untuk mengerjakan tugas sekolah, tugas kuliah atau belajar. Tidak boleh untuk main game atau nonton video YouTube, kecuali nonton video edukasi..."

Itu pemaparan dari seorang pegawai perpustakaan yang bertugas sebagai tour guide pengenalan perpustakaan kota Samarinda.

Di hari berikutnya, lain lagi. Seorang pustakawan yang lain mengatakan ruang multimedia bisa digunakan anak-anak untuk bermain game online.

Silih berganti terdapat perbedaan penyampaian pesan antara tour guide yang satu dengan tour guide yang lain.

Secara pribadi, saya heran dengan ketidakkonsistenan para pustakawan dan pustakawati ini. Apakah tidak ada aturan tertulis yang menjelaskan tentang penggunaan ruang multimedia?

Akibat yang sungguh nyata terlihat adalah adanya pembiaran ketika anak-anak usia belum sekolah, SD, dan SMP yang bermain gim daring di ruang multimedia dengan menggunakan komputer di sana, sedangkan beberapa mahasiswa dan warga yang benar-benar membutuhkan terpinggirkan.

Dan sampai tulisan ini saya buat, anak-anak tersebut, meskipun tidak selalu sama, ada saja yang muncul, bermain gim daring, dan seenaknya berpindah dari satu komputer ke komputer yang lain. Meskipun ada CCTV, terkesan hanya pajangan. Mereka melihat, para petugas perpustakaan melihat, tapi tidak ada tindak lanjut apa-apa.

Saran buat Perpustakaan 

Saran ini bukan hanya untuk perpustakaan kota Samarinda, tapi juga buat perpustakaan di kota-kota lain juga, karena saya yakin, mereka juga membenahi fasilitas-fasilitas yang ada di dalam perpustakaan, dan ruang multimedia juga pasti tersedia pada masing-masing perpustakaan, sehingga kemungkinan masalah-masalah yang dihadapi juga seragam.

Oleh karena itu, 3 (tiga) saran dari saya ini saya berikan untuk semua perpustakaan dimana pun berada, khususnya yang mempunyai ruang multimedia.

Tiga saran tersebut adalah:

1. Perpustakaan perlu meninjau ulang untuk apa ruang multimedia tersedia di perpustakaan

Terkadang membangun atau membuat sesuatu hanya sekadar ikut-ikutan atau karena peraturan. Padahal yang terlebih penting adalah kegunaan fasilitas tersebut untuk warga.

Apa manfaat fasilitas tersebut bagi warga di kota itu?

Ini yang seharusnya menjadi pemikiran yang serius. Bukan sekadar menyediakan tapi tidak tahu manfaat ruang multimedia tersebut.

Kalau memang tujuan pengadaan ruang multimedia adalah untuk belajar, berarti bermain gim daring tidak termasuk, apalagi gim daring seperti Roblox, Free Fire, Mobile Legend, dan sebangsanya.

Kalau ada pembiaran pengunjung perpustakaan menggunakan komputer di ruang multimedia untuk bermain gim daring, apa bedanya ruang multimedia dengan game center di luaran sana?

Sudah terlihat dengan terang-benderang, bukan mengasah kerajinan anak-anak untuk belajar di perpustakaan, malahan mereka berbuat rusuh dengan hilir mudik di ruang multimedia; mendatangi teman yang bermain di gim yang sama di ruangan tersebut; bersuara keras lantang yang mengganggu konsentrasi pengunjung lain di ruang itu yang sedang sibuk mengerjakan tugas atau pekerjaan; dan seakan tidak ingat dengan tanggung jawab sebagai pelajar dan kewajiban sebagai anak yang mendapat pembiayaan hidup dari orang tua.

Sudah seharusnya pengelola perpustakaan mempertegas penggunaan ruang multimedia. Kalau tidak ada pembatasan, penggunaan akan semaunya saja seperti yang terlihat saat ini. Kebanyakan anak-anak datang ke perpustakaan untuk bermain gim daring alih-alih membaca buku dan menimba ilmu dari dunia maya.

Penegasan dengan menulis di kertas petunjuk penggunaan ruang multimedia dengan kata-kata untuk belajar dan menjadi penunjang pembelajaran bagi pelajar dan mahasiswa akan memastikan penggunaan ruang multimedia tepat adanya. 

Print petunjuk tersebut di atas kertas dan tempel di ruang multimedia di beberapa titik. Kata-kata tertulis lebih "bersuara" lantang dan hemat energi dibanding peringatan lisan berulang-ulang. 

2. Ada petunjuk pelaksanaan (juklak) dan petunjuk teknis (juknis) untuk pelaksanaan tur pengenalan perpustakaan

Aneh saja mendengar tidak ada keseragaman dalam penyampaian wacana dalam tur pengenalan perpustakaan. Petugas perpustakaan yang satu mengatakan ruang multimedia hanya untuk sarana belajar, tapi petugas perpustakaan yang lain mengatakan ruang multimedia bisa digunakan anak-anak untuk bermain gim daring. 

Ketidakseragaman penyampaian bisa menyebabkan kesalahan persepsi di kalangan pengunjung perpustakaan. Ibaratnya ada standar ganda dalam penggunaan ruang multimedia. 

Oleh karena itu, sudah seharusnya ada petunjuk pelaksanaan (juklak) dan petunjuk teknis (juknis) tentang pelaksanaan tur pengenalan perpustakaan, sehingga tata penyampaian dari awal, pertengahan, hingga akhir tur bisa berjalan seragam.

Apalagi menyangkut penggunaan ruang multimedia yang tidak sama penyampaiannya antara petugas perpustakaan yang satu dengan petugas perpustakaan yang lain. Ketidaksamaan menyebabkan kerancuan dan ambiguitas persepsi.

Pengumuman sebelum jam layanan tutup bisa menjadi contoh yang baik dalam hal ini. Konsisten dalam penyampaian meski memutar rekaman suara, namun itu menjadi pakem standar dan tidak menimbulkan kebingungan pengunjung perpustakaan kalau jam layanan mendekati usai.

Kenapa tur pengenalan perpustakaan yang jelas menggambarkan manfaat yang besar bagi warga tidak dibuat lebih terencana dan terstruktur dengan baik seperti pengumuman sebelum jam layanan tutup?

3. Perpustakaan menyediakan petugas jaga di ruang multimedia

Ini yang membuat saya heran. Menurut saya, ketiadaan petugas jaga membuat anak-anak bisa berbuat seenaknya di dalam ruang multimedia, mulai dari bermain gim daring yang jauh dari kata edukasi (kalau memilih gim non edukasi) sampai berbuat keributan dan lari hilir mudik di dalam ruang multimedia, sehingga mengganggu pengguna ruang multimedia yang lain. 

Akibat yang sudah jelas, ruang multimedia terkesan menjadi game center alih-alih tempat untuk belajar. Dengan tidak adanya petugas jaga, tidak akan ada kesadaran bagi pengguna untuk menggunakan komputer-komputer di ruang multimedia sesuai dengan tujuan disediakannya ruang tersebut.

Petugas jaga bisa menertibkan pengguna komputer di ruang multimedia supaya tidak menerbitkan keributan dan tidak mengganggu pengguna komputer yang lain. Petugas jaga juga dapat mengontrol pengunjung perpustakaan menggunakan fasilitas komputer di ruang tersebut sesuai dengan fungsi dan kegunaannya.

Harus ada rambu

Ibarat berlalu lintas, harus ada aturan dan rambu-rambu lalu lintas, sehingga pengguna jalan dapat tertib, baik itu ketika berkendara atau mengendarai kendaraan bermotor, maupun saat berjalan kaki di trotoar. Dengan begitu, arus lalu lintas bisa ramai lancar dan ada keteraturan di jalan raya, sehingga kecelakaan lalu lintas tidak terjadi.

Begitu juga dengan perpustakaan. Pengunjung perpustakaan akan mendapat manfaat yang maksimal jika semua sarana yang berada di dalamnya diatur dengan peraturan yang jelas dan penerapan peraturan yang konsisten. 

Dengan begitu, setiap pengunjung perpustakaan mendapatkan manfaat yang sebenarnya untuk pengembangan diri dan memperluas wawasan pengetahuan demi menggapai masa depan yang gilang gemilang.

Peraturan, penerapan peraturan, dan petugas jaga. Semoga saja terealisasi dan ruang multimedia bisa digunakan sebagaimana mestinya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun