Mohon tunggu...
Hamdali Anton
Hamdali Anton Mohon Tunggu... Guru - English Teacher

Saya adalah seorang guru bahasa Inggris biasa di kota Samarinda, Kalimantan Timur. || E-mail : hamdali.anton@gmail.com || WA: 082353613105 || Instagram Custom Case : https://www.instagram.com/salisagadget/ || YouTube: English Itu Fun

Selanjutnya

Tutup

Film Pilihan

"Home Sweet Loan" dan Pentingnya Literasi Keuangan

26 Oktober 2024   17:00 Diperbarui: 26 Oktober 2024   18:32 194
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sementara saya mengajari M, saya melihat kebiasaan S yang bangun secara rutin pada pukul 10 pagi, mandi, berpakaian, pergi dua atau tiga jam, dan kembali lagi pada pukul satu atau dua siang, dan setelah itu tidak keluar rumah lagi sampai sore. Sore S keluar karena harus menjemput sang istri, L, dari bank tempat L bekerja.

Saya bingung. Bagaimana S bisa dengan santainya menjalani hidup, sedangkan L bekerja dari pagi sampai sore, bahkan terkadang sampai malam di awal atau akhir bulan, demi memenuhi kebutuhan keluarga.

"Saya dulu sering mengisi dompet abang karena saat itu, dia belum mendapatkan penghasilan yang teratur," kata L pada adik perempuannya, E.

Bagi saya pribadi, S adalah seorang suami yang keterlaluan. Sementara dia santai di rumah, istrinya bekerja dengan sekuat tenaga demi memenuhi kebutuhan keluarga.

Hidup berubah setelah L pensiun. Meskipun masih mendapat gaji bulanan untuk satu tahun ke depan sampai 2022 (mungkin sebagai bentuk penghargaan akan pengabdian selama bertahun-tahun), L terlihat galau. 

Entah apa yang memberati pikirannya. S pun sudah tidak bangun siang lagi. Jam tujuh pagi dia sudah pergi dari rumah. Mungkin dia malu kalau ketahuan malas sampai tidur bablas mendekati tengah hari.

Pada suatu ketika, S mengajukan "proposal" pada sang istri untuk membuka bengkel ganti oli mobil seperti yang temannya punyai. "Rame. Banyak orang yang ganti oli mobil di bengkelnya," kata S, seperti yang dituturkan L pada saya.

Sebagai orang luar, saya tidak berkomentar banyak. Saya hanya mengatakan bahwa harus berhati-hati sebelum memutuskan berbisnis, apalagi bisnis yang harus mengeluarkan modal besar, seperti membangun gedung, membuat bengkel, dan selanjutnya membeli peralatan yang diperlukan.

"Lokasi, lokasi, dan lokasi. Diulang sampai tiga kali, berarti ini sangat penting dalam bisnis luar jaringan. Hijau di temannya, tidak bisa menjadi standar yang sama untuk semua orang," kata saya pada L, "apalagi lokasi bengkelnya nanti bukan di jalan yang ramai dilalui kendaraan dan bengkelnya juga jauh dari perumahan penduduk."

Entah L menyampaikan kepada S atau tidak, tapi S membangun bengkel tersebut. Entah berapa uang yang dikeluarkan L. Yang jelas, keluhan L akan pendapatan bengkel yang tidak sesuai dengan pengeluaran modal untuk membangunnya, dan ujung-ujungnya, S malah membuat bengkel tersebut menjadi kantor pengacaranya, karena bengkel, bukannya untung, tapi malah buntung! Belum kembali modal sama sekali. L jengkel tapi tidak bisa berbuat apa-apa.

Makanya, langsung berbisnis memang berisiko apalagi setelah resign yang memang disengaja oleh pekerja. Kalau saya dalam posisi Kaluna, saya akan berkolaborasi dengan beberapa teman untuk membangun usaha, sembari tetap bekerja di perusahaan, jadi ada dua sumber pendapatan dalam hidup.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
  15. 15
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun