Mohon tunggu...
Hamdali Anton
Hamdali Anton Mohon Tunggu... Guru - English Teacher

Saya adalah seorang guru bahasa Inggris biasa di kota Samarinda, Kalimantan Timur. || E-mail : hamdali.anton@gmail.com || WA: 082353613105 || Instagram Custom Case : https://www.instagram.com/salisagadget/ || YouTube: English Itu Fun

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Kepada Guru yang Menjadi Panutan

25 November 2023   16:50 Diperbarui: 27 November 2023   15:18 757
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi (Shutterstock via Kompas.com)

Terus terang, sejak kecil, saya tidak pernah bercita-cita menjadi guru kalau sudah dewasa. Cita-cita saya dulu awalnya mau jadi pebulu tangkis seperti Rudy Hartono, Liem Swie King, Icuk Sugiarto, dan lain-lainnya.

Beranjak remaja, cita-cita berubah berkali-kali. Insinyur teknik mesin, insinyur teknik elektro, dan akuntan adalah salah tiga yang masuk dalam daftar.

Namun, saat ijazah SMA sudah di tangan, saya tidak bisa memilih cita-cita di dalam daftar. Selain bingung, ternyata saya juga tidak terlalu tahu secara mendalam tentang setiap cita-cita itu.

Saya juga tidak terlalu suka dengan jurusan IPA, meskipun saya ada di jurusan A1 (Fisika) di SMA, tapi saya tidak menikmati proses belajarnya.

Cuma satu mata pelajaran yang cukup lumayan mudah di mata saya. Bahasa Inggris. Terpaksa saya memilih Program Studi Pendidikan Bahasa Inggris di Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) di sebuah Perguruan Tinggi Negeri (PTN) di Samarinda.

Sebenarnya saya ingin memilih Sastra Inggris. Tapi karena yang tersedia adalah Prodi Pendidikan Bahasa Inggris di FKIP, yah terpaksa. Mau bagaimana lagi! Mau ikut Ujian Masuk Perguruan Tinggi Negeri (UMPTN) dengan pilihan jurusan sastra Inggris di pulau Jawa, orangtua tidak mampu membiayai saya untuk berkuliah ke sana.

"Sudah, Ton, kamu di Samarinda aja," kata ibu saya saat itu.

Yah, apa boleh buat. Dan kebetulan saya juga diterima di PTN Samarinda tersebut.

Yah, menjadi guru karena "kecelakaan".

Berprofesi sebagai guru sampai sekarang, banyak yang saya peroleh dari proses mengarungi kehidupan ini. 

Namun apabila dikaitkan dengan profesi guru, sosok berikut ini sangatlah meninggalkan jejak dalam benak saya. Karena beliaulah, saya menapaki jalan sebagai guru dengan nilai-nilai moral kebajikan yang saya dapat darinya.

Bukan berarti guru-guru dan dosen-dosen lainnya tidak meninggalkan jejak dalam diri saya. Saya tetap menghormati dan menghargai segala jerih lelah para guru dan dosen yang telah mendidik saya dan kawan-kawan, namun pribadi ini mendapat tempat yang sangat istimewa di hati saya.

Siapa insan yang sangat berjasa dalam hidup saya?

Waktu masih berstatus murid Sekolah Dasar (SD), di antara guru-guru, ada seorang guru yang unik. Lain dari yang lain.

Yang membuatnya berbeda pada pandangan pertama adalah ternyata yang mengajar agama Katolik (saya bersekolah di SD Katolik dulu) adalah suster dari luar negeri.

Beliau adalah Suster M. Kalau tidak salah, beliau berasal dari Jerman.

Mata biru, rambut pirang yang terlihat menyempil dari penutup kepala, dan kulit yang putih menyala. Dan terlebih lagi, aksen khas terdengar mempengaruhi pengucapannya, namun bahasa Indonesianya sempurna. Tanpa cela.

Setelah penampilan yang berbeda, saya dan teman-teman (yang mungkin di kelas tiga atau empat SD. Saya lupa persisnya) mendapati fakta yang juga berbeda.

Guru-guru lain umumnya masuk ke kelas, mengucapkan basa-basi 'selamat pagi', dan langsung masuk ke materi pelajaran.

Suster M berbeda. Malah terkesan dia bercerita. Menceritakan tokoh-tokoh yang ada di Alkitab. Tapi sebelum itu, dia membawa sebuah gambar, sekitar seukuran lukisan besar, dalam posisi terbalik, sehingga kami, murid-murid, tidak tahu gambar apa itu.

Waktu ada beberapa murid yang mencoba untuk melihat, Suster M langsung meletakkan gambar di belakang meja guru, menutupi gambar tersebut. "Nanti kalian tahu apa gambarnya setelah suster cerita," katanya dengan sabar seraya tersenyum. Mungkin geli melihat keingintahuan yang besar dari murid-muridnya.

Menceritakan tentang tokoh-tokoh dalam Alkitab seperti Adam dan Hawa, Nabi Musa, Nabi Nuh, Daud, sampai Tuhan Yesus Kristus, dan masih dibarengi berbagai pertanyaan mengenai apa yang terjadi setelah suatu kejadian yang berhubungan dengan gambar tertutup, M mengajak murid-muridnya untuk berpikir kritis dan kreatif. 

Dengan memberikan kejutan "gambar tertutup", Suster M mendidik kami, para murid, untuk aktif mengutarakan pendapat. Tanpa ragu. Tanpa rasa takut. Benar menebak, dapat pujian. Kalaupun salah tebakan, tidak ada celaan atau cacian.

Belajar tidak menjadi beban, karena Suster M menciptakan suasana seperti membawa mesin waktu ke dalam kelas dan ia mengajak kami, para peserta didik, "berwisata" ke masa lalu. Mengenal tokoh-tokoh berpengaruh dalam Alkitab, bagaimana mereka bertindak dan mengatasi masalah bersama dengan Tuhan.

Kami tidak bisa menebak apa yang Suster M akan 'hidangkan' pada kami, para murid, dalam pelajaran agama Katolik setiap minggunya. Selalu ada kebaruan, kejutan, dan tantangan. Three in one.

Itulah sebabnya kami selalu menanti mata pelajaran agama Katolik. Sayangnya hanya sekali dalam seminggu.

Suster M tidak selalu menggunakan gambar tertutup penuh misteri tadi. Dia menggunakan cara-cara yang sangat "canggih" di mata kami saat itu, di zaman itu.

Alih-alih sering menggunakan papan tulis hitam dan kapur saat itu seperti guru-guru yang lain, Suster M menggunakan media-media lain seperti overhead projector dengan slide-slide gambar yang bagus, dan media papan flanel untuk menempelkan berbagai figur tokoh Alkitab dan ornamen-ornamen pendukung lainnya dalam bercerita.

Sementara guru-guru lain mengikuti pakem biasa, in the box; Suster M malah out of the box, tidak mengikuti arus kebiasaan.

Sayangnya, beliau tidak mengajar dalam waktu yang lama. Mungkin sekitar setahun saja. Namun, meskipun mengajar dalam waktu singkat, "jejak" Suster M tetap abadi di hati saya.

Tiga hal penting dari Suster M

Setelah menjadi guru SD, saya selalu mengingat Suster M. Meskipun bukan lulusan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP), beliau dapat membimbing kami dengan baik. Tanpa ada tekanan. Tanpa ada rasa takut. Yang ada rasa hormat.

Berdasarkan analisis saya, setidaknya ada tiga hal penting yang beliau wariskan kepada saya dan teman-teman sebagai generasi penerus, baik itu sebagai guru ataupun berprofesi di bidang lain, atau paling tidak sebagai pendidik bagi putra-putri tercinta.

1. Pendidik harus memahami "dunia" peserta didik

Pendidik yang berkompetensi adalah pendidik yang memahami secara mendalam tentang "dunia" peserta didik.

Setiap rentang usia mulai dari batita, balita, remaja, dan dewasa, berbeda dalam 'memandang dunia'.

Usia Sekolah Dasar (SD) lebih cenderung pada unsur bermain dan menyanyi. Tentu saja berbeda jika berhadapan dengan peserta didik jenjang SMP dan SMA/SMK.

Suster M memperlihatkan bahwa dia sangat memahami dunia anak usia dini. Dia menyesuaikan bahan ajar dengan menggunakan gambar-gambar yang menarik dan media audio visual lainnya. Tak lain dan tak bukan, M ingin peserta didik belajar secara menyenangkan.

Saya pun mempraktikkan dengan menggunakan gambar saat mengajar. Meskipun dengan bersusah payah menggambar secara manual karena keterbatasan dana dan tidak mempunyai laptop serta printer, saya tetap melakukannya.

Saya menggunakan gambar dan hasilnya bisa dibilang sangat memuaskan. Peserta didik antusias saat belajar. (Sayangnya, gambar-gambar yang saya buat dengan susah payah tersebut hilang karena saya sering berpindah rumah, jadi mungkin gambar-gambar itu ikut terbuang).

2. Pendidik harus menumbuhkan rasa ingin tahu pada peserta didik

Sekilas dari doeloe sampai sekarang, pendidikan di Indonesia terkesan hanya "menyuapi" materi pelajaran kepada peserta didik.

Ibarat peserta digambarkan seperti 'gelas kosong'. Para guru yang harus mengisi peserta didik dengan ilmu pengetahuan. Padahal seharusnya tidak seperti itu.

Pendidik seharusnya tidak sekadar menyampaikan materi ajar, namun juga mendorong peserta didik untuk mencari tahu sendiri tentang sesuatu hal dalam proses belajar mengajar.

Rasa ingin tahu seakan lenyap dalam diri kebanyakan peserta didik.

Suster M menumbuhkan rasa ingin tahu kepada peserta didik, saya dan kawan-kawan, dengan gambar tertutup dan pertanyaan-pertanyaan yang berkaitan dengan gambar tersebut.

Kalau salah menerka tidak ada omelan. Kalau benar menebak, muncul pujian.

Akibat pujian, saya membaca Alkitab dengan rajin di masa itu, supaya saya tahu cerita Alkitab yang akan Suster M ajarkan dan bisa menebak tampilan gambar tertutup dengan benar, yang pada akhirnya menuai pujian dan pengakuan.

Saya pun berusaha untuk menumbuhkan rasa ingin tahu pada peserta didik saya. Meskipun belum begitu berhasil, namun paling tidak, ada titik cerah ke arah perubahan.

3. Pendidik harus terus belajar karena ilmu pengetahuan terus berkembang

Bertahun-tahun mengajar dengan metode ceramah. Merasa nyaman. Tidak ingin berubah dan tidak ingin ada perubahan. Status quo.

Saya kenal beberapa guru yang seperti itu. Sampai pensiun, mereka tidak pernah berubah. Berada dalam zona nyaman. Tetap sama dalam kinerja, tapi gaji tetap beranjak naik.

Sudah seharusnya pendidik berubah karena yang tidak pernah berubah adalah perubahan itu sendiri.

Pendidik mendorong peserta didik untuk gemar membaca, tapi kenyataannya kebanyakan guru yang saya lihat tidak suka membaca.

Ilmu pengetahuan terus berkembang. Oleh karena itu, pendidik harus terus belajar.

Belajar mengembangkan kompetensi sebagai guru, karena pendidikan adalah cermin masa depan negara. Apabila pendidikan tidak dikelola dengan baik, maka negara di masa yang akan datang tidak akan menjadi maju seperti yang diharapkan.

M menunjukkan bahwa papan tulis dan kapur tidaklah cukup untuk meningkatkan motivasi belajar peserta didik. Dia menggunakan gambar, media slide yang ditampilkan melalui overhead projector, dan media papan flanel untuk menyampaikan materi ajar secara lebih jelas 

Keteladanan

Suster M adalah sosok yang selalu menginspirasi saya saat usia dini sebelum ada rencana menjadi guru; sampai saat ini, setelah menyandang predikat guru; dan sampai akhir hayat nanti.

Beliau memberikan keteladanan pada saya bahwa memberikan contoh lewat tindakan nyata lebih bermakna daripada sekadar berkata-kata belaka.

Sayangnya, saya mendengar informasi dari seorang teman bahwa Suster M sudah lama berpulang ke rumah Bapa di surga beberapa tahun yang lalu.

Tentu saja saya sangat sedih mendengar berita itu. Saya belum sempat mengucapkan terima kasih kepadanya atas segala yang telah dia berikan, yaitu nilai-nilai kebajikan dalam mengajar.

Hari Guru Nasional 2023 jatuh pada tanggal 25 November, yaitu hari ini.

Dengan ini, saya mengenang Suster M, guru yang berjasa pada diri saya.

Kepada Guru yang menjadi panutan.

Kiranya tulisan ini menjadi sebuah surat kepada Suster M bahwa saya mengucapkan terima kasih atas apa yang sudah dia lakukan yang menginspirasi saya menjadi guru yang tidak sekadar mengajar saja. 

Terima kasih, Suster M.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun