Dengan memberikan kejutan "gambar tertutup", Suster M mendidik kami, para murid, untuk aktif mengutarakan pendapat. Tanpa ragu. Tanpa rasa takut. Benar menebak, dapat pujian. Kalaupun salah tebakan, tidak ada celaan atau cacian.
Belajar tidak menjadi beban, karena Suster M menciptakan suasana seperti membawa mesin waktu ke dalam kelas dan ia mengajak kami, para peserta didik, "berwisata" ke masa lalu. Mengenal tokoh-tokoh berpengaruh dalam Alkitab, bagaimana mereka bertindak dan mengatasi masalah bersama dengan Tuhan.
Kami tidak bisa menebak apa yang Suster M akan 'hidangkan' pada kami, para murid, dalam pelajaran agama Katolik setiap minggunya. Selalu ada kebaruan, kejutan, dan tantangan. Three in one.
Itulah sebabnya kami selalu menanti mata pelajaran agama Katolik. Sayangnya hanya sekali dalam seminggu.
Suster M tidak selalu menggunakan gambar tertutup penuh misteri tadi. Dia menggunakan cara-cara yang sangat "canggih" di mata kami saat itu, di zaman itu.
Alih-alih sering menggunakan papan tulis hitam dan kapur saat itu seperti guru-guru yang lain, Suster M menggunakan media-media lain seperti overhead projector dengan slide-slide gambar yang bagus, dan media papan flanel untuk menempelkan berbagai figur tokoh Alkitab dan ornamen-ornamen pendukung lainnya dalam bercerita.
Sementara guru-guru lain mengikuti pakem biasa, in the box; Suster M malah out of the box, tidak mengikuti arus kebiasaan.
Sayangnya, beliau tidak mengajar dalam waktu yang lama. Mungkin sekitar setahun saja. Namun, meskipun mengajar dalam waktu singkat, "jejak" Suster M tetap abadi di hati saya.
Tiga hal penting dari Suster M
Setelah menjadi guru SD, saya selalu mengingat Suster M. Meskipun bukan lulusan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP), beliau dapat membimbing kami dengan baik. Tanpa ada tekanan. Tanpa ada rasa takut. Yang ada rasa hormat.
Berdasarkan analisis saya, setidaknya ada tiga hal penting yang beliau wariskan kepada saya dan teman-teman sebagai generasi penerus, baik itu sebagai guru ataupun berprofesi di bidang lain, atau paling tidak sebagai pendidik bagi putra-putri tercinta.
1. Pendidik harus memahami "dunia" peserta didik
Pendidik yang berkompetensi adalah pendidik yang memahami secara mendalam tentang "dunia" peserta didik.