Saya percaya, itu bisa terjadi, keselamatan selama dalam perjalanan terjadi karena perlindungan Tuhan, campur tangan Tuhan, kemurahan Tuhan dalam hidup saya, sehingga saya tiba dengan selamat sampai ke tujuan tanpa kurang suatu apa pun.
Kalau ditanya, selama dalam perjalanan, area mana yang menyenangkan, maka saya akan menjawab dengan lantang, "Bukit Soeharto." Bagi saya, selain banyak pepohonan di sisi kiri dan kanan jalan, sebab lainnya adalah udara segar semilir yang menyegarkan dan ngangenin imbas dari hijaunya area tersebut. Saya tidak menepikan motor. Hanya melewati, tapi sudah cukup 'mengisi daya' diri untuk terus melaju dengan nyaman.
Dan pada akhirnya, bertemu dengan orangtua dan keluarga besar adalah pendorong yang sayangnya tidak akan bisa terulang kembali. Ayah dan Ibu sudah tiada. Kami, saya dan saudara-saudara, sedapat mungkin berkumpul setahun sekali untuk berziarah ke makam orangtua kami.Â
Kenangan seratus kilometer. Rasa letih, lelah, terhapus sewaktu melihat ayah dan ibu, saat mereka masih ada, tetap terbayang di benak. Tak akan pernah terlupa.
Akankah saya akan mengulang kembali kenangan seratus kilometer, mengendarai pulang dari Samarinda ke Balikpapan dan pergi (balik) dari Balikpapan ke Samarinda dengan sepeda motor? Sepertinya tidak, karena motivasi melakukan perjalanan dengan sepeda motor sudah lenyap seiring berpulangnya ayah dan ibu.
Lagipula, sudah ada jalan tol, jadi lebih cepat dengan naik bus ke Balikpapan dan kembali juga dengan cara yang sama, daripada dengan mengendarai kendaraan sendiri. Lagipula, dengan usia saya yang sekarang, rasanya sudah tidak memungkinkan bepergian dengan sepeda motor dalam jangka waktu lama. Bisa masuk angin ^_^.
Masa muda berlalu. Seratus kilometer hanya menjadi kenangan indah di waktu dulu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H