Kalau tidak salah, hanya tiga bulan, saya menjalani pengobatan. Karena merasa tidak mendapatkan manfaat dari obat yang disuntikkan, saya memutuskan sepihak untuk tidak melanjutkan pengobatan. Selain itu, biaya sekali suntik juga tidak bisa dikatakan murah. Itu juga menjadi bahan pertimbangan.
Saya pun mulai menerima keadaan saya apa adanya. Menjalani hidup seperti biasa sebelum mengetahui vonis.
Bahkan, saya bersepeda ke sekolah dengan ringannya. Terpaksa saya lakukan karena kondisi ekonomi keluarga, yang mulai menunjukkan tanda-tanda memburuk.
Bersepeda pergi ke sekolah dan pulang ke rumah dengan 30 menit pergi - 30 menit pulang, plus pergi ke rumah teman untuk belajar bersama (30 menit pergi - 30 menit pulang dengan bersepeda).
Sama sekali tidak ada kendala. Malah di masa SMP, prestasi akademik oke punya.
Karena bisnis ayah tidak berjalan lagi dan utang menumpuk, segala yang bisa dijual terpaksa dilakukan. Sepeda termasuk salah satu diantaranya. Terpaksa saya berpisah dengannya.
SMA berlalu tanpa kesan. Kondisi kesehatan tidak ada masalah, meskipun kekhawatiran akan rematik jantung terus membayang.
Sampai pada suatu titik, sewaktu memasuki perkuliahan, saya melihat sebuah buku kepunyaan kakak saya, Rani (bukan nama sebenarnya) di atas lemari. Ada beberapa buku diatas lemari tersebut, namun buku ini langsung menarik perhatian saya.Â
Meskipun membetot perhatian, saya tidak langsung membuka dan membaca buku "Aerobik" karangan Kenneth H. Cooper. M.D. MPH tersebut. "Ah, mungkin tentang senam aerobik," pikir saya waktu itu.
Saya mengambil buku yang lain untuk dibaca.
Namun memang timbul penasaran dalam hati setelah lewat beberapa hari