Mohon tunggu...
Hamdali Anton
Hamdali Anton Mohon Tunggu... Guru - English Teacher

Saya adalah seorang guru bahasa Inggris biasa di kota Samarinda, Kalimantan Timur. || E-mail : hamdali.anton@gmail.com || WA: 082353613105 || Instagram Custom Case : https://www.instagram.com/salisagadget/ || YouTube: English Itu Fun

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Atlet dan Dalih "Tidak Bisa di Akademik"

23 Oktober 2022   18:38 Diperbarui: 23 Oktober 2022   18:44 265
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi (AFP/FRANCOIS XAVIER MARIT VIA KOMPAS.COM)

Sebagai guru, kita sudah seharusnya menanamkan persepsi yang benar kepada peserta didik. Salah dalam menanamkan akan membuat peserta didik salah jalan dan keliru dalam bertindak di masa kini dan masa yang akan datang.

Saya tidak tahu apakah Pak Adi tahu atau tidak tahu akan dampak perkataannya. Yang jelas, dalih "tidak bisa di akademik" dikaitkan dengan profesi atlet, tentu saja tidak bisa dibenarkan.

Kenapa tidak bisa dibenarkan? 

Karena kemungkinan besar kebanyakan peserta didik akan mengamini kalau para atlet itu memilih profesi sebagai atlet karena tidak bisa di akademik, atau istilah kasarnya "bodoh"!

Kesalahan fatal dalam menanamkan persepsi seperti itu seharusnya tidak terjadi. Apa pun profesinya tidak bisa digeneralisasikan, tidak bisa disimpulkan sama. Menyamaratakan kemampuan atlet yang "tidak bisa di akademik " tentu saja tak bisa dibenarkan, karena tidak dilengkapi dengan data-data akurat dan tidak bisa dibuktikan kebenarannya.

Saya ragu apakah Pak Adi pernah membaca biografi beberapa atlet ternama atau tidak. Saya pernah membaca biografi beberapa atlet yang sukses dalam karier profesional olahraga dan juga dalam pendidikan akademik mereka.

Memang, ada beberapa atlet yang tidak begitu menonjol dalam bidang akademik, tetapi bukan karena "tidak bisa di akademik", tetapi karena faktor kelelahan fisik setelah latihan spartan di pelatda atau pelatnas. Tentu saja, akibatnya konsentrasi, fokus tidak terpusat dengan maksimal pada pendidikan.

Jadi, mau tidak mau, harus ada yang dikorbankan dan itu adalah prestasi akademik, sehingga menyimpulkan atlet "tidak bisa di akademik" adalah salah besar.

2. Tidak sekadar praktik

Mungkin karena doktrin "tidak bisa di akademik", kebanyakan guru PJOK yang saya lihat lebih "berkutat" dalam memberikan porsi praktik sangat berlebih dibanding teori.

Padahal mata pelajaran PJOK tidak sebatas 'jasmani' dan 'olahraga' saja, tapi juga menyangkut 'kesehatan', bagaimana peserta didik tidak sekadar harus menjaga kebugaran tubuh dengan berolahraga, namun juga mengerti dan mengaplikasikan gaya hidup yang menunjang kesehatan, seperti disiplin makan makanan yang bergizi secara rutin dan teratur, memisahkan tempat membuang sampah organik dan anorganik, dan lain sebagainya.

Penting bagi guru PJOK tidak hanya fokus pada "jasmani" dan "olahraga", tapi juga dari segi pengetahuan "kesehatan" dan praktik penerapan dalam kehidupan sehari-hari. Teori dan praktik berjalan beriringan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun