Mohon tunggu...
Hamdali Anton
Hamdali Anton Mohon Tunggu... Guru - English Teacher

Saya adalah seorang guru bahasa Inggris biasa di kota Samarinda, Kalimantan Timur. || E-mail : hamdali.anton@gmail.com || WA: 082353613105 || Instagram Custom Case : https://www.instagram.com/salisagadget/ || YouTube: English Itu Fun

Selanjutnya

Tutup

Hobby Pilihan

Seandainya Saya Tidak Mengenal Gitar

20 Maret 2022   11:24 Diperbarui: 20 Maret 2022   11:25 274
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi(analogicus via pixabay.com)

Kondisi sekarang memang tidak menyenangkan. Berbagai varian covid-19 yang silih berganti mengancam membuat pesimisme kebanyakan warga meruak.

Ingin hidup normal, berkumpul bersama keluarga besar kembali, dapat bekerja seperti biasa tanpa harus jaga jarak, dan lain sebagainya.

Sayangnya, harapan-harapan itu saat ini belum bisa terwujud. Covid-19 masih bercokol di muka bumi.

Akibat dari "pembatasan diri", beberapa orang mengalami tekanan mental. Tidak terkecuali saya.

Mendapati raga seorang diri, jauh dari saudara dan teman, menimbulkan rasa sepi. Rasa sepi yang muncul kembali.

Membaca kitab suci, berdoa, menelepon saudara dan teman, semua itu membantu kesehatan mental saya tetap terjaga.

Dan menjadi lebih baik karena saya lebih banyak punya waktu luang untuk bermain gitar.

Untungnya, saya punya hobi bermain gitar. Kalau punya hobi yang harus dilakukan di luar ruangan dan butuh biaya tambahan, tentu merepotkan.

Masa kecil 

Dulu, kira-kira waktu saya duduk di kelas empat SD, ayah membelikan sebuah gitar untuk kakak laki-laki saya, sebut saja Doni.

Saya lupa tipe gitar tersebut. Kalau tidak salah C-315, merek Yamaha, dengan harga Rp 150.000 ketika itu (sekarang harganya sudah berkali-kali lipat untuk harga barunya).

Dengan berbagai alat musik di masa kecil, saya lebih tertarik pada gitar daripada piano dan organ yang juga tersedia di rumah. Bagi saya, selain harga yang relatif murah dibanding dua alat musik lainnya, gitar adalah alat musik yang unik.

Meskipun terlihat sederhana dengan hanya mempunyai enam senar, dengan enam nada, namun sewaktu mendengar permainan beberapa pemain gitar klasik di kaset, saya terpesona.

"Betapa kayanya variasi permainan dalam sebuah gitar," pikir saya waktu itu.

Sayangnya, sumber-sumber informasi tentang permainan gitar pada masa itu sangatlah minim. Belum ada internet. Untuk mengetahui tentang cara bermain gitar, saya hanya bisa menggali dari majalah dan buku gitar.

Kakak laki-laki saya yang lain, Hendra (bukan nama sebenarnya) mengajarkan cara memainkan beberapa akor sederhana seperti G, C, dan D untuk mengiringi lagu anak-anak semisal "Naik-naik ke Puncak Gunung", "Potong Bebek Angsa", "Burung Ketilang", dan lain sebagainya.

Genjrengan, Strumming pada mulanya, meskipun niat hati ingin memainkan gitar dengan gaya klasik.

Masa Remaja yang berbeda

Remaja.

Seharusnya masa ini adalah masa yang indah bagi setiap insan.

Sayangnya, saya tidak merasakan indahnya masa remaja. Bisnis ayah yang mengalami kejatuhan membuat pengalaman masa remaja saya menjadi suram.

Bisa makan dengan tempe, tahu, dan sayur bening saja sudah bersyukur. 

Karena sukarnya kehidupan, saya tidak terpikir untuk bermain gitar. Sekolah menjadi prioritas utama.

Pindah dari satu rumah kontrakan ke rumah kontrakan lainnya setiap kenaikan kelas. Itu yang harus kami hadapi.

Gitar? Tidak ada dalam pikiran saya waktu itu.

Masa Dewasa - lebih berwarna

Memasuki masa dewasa dengan kuliah dan kerja, dunia pun jadi lebih berwarna bagi saya.

Impian masa kecil, punya uang sendiri dari hasil kerja keras, lalu bisa punya gitar sendiri.

Terbelilah sebuah gitar yang sederhana namun sangat berharga bagi diri dan juga menemani saat mengajar dulu.

Paling tidak, peserta didik menikmati proses belajar mengajar dari menyanyi diiringi genjrengan gitar.

Sayangnya, sekarang saya memilih ber-solo karir. Bagi saya, kejelasan nasib sebagai guru honorer adalah jelas sejelas-jelasnya. Jauh dari kata sejahtera. Tidak ada masa depan cerah.

Sebelum covid-19, saya merasa pilihan saya untuk menjadi self-employed tidak keliru. Menjadi guru les dengan sambilan jualan online adalah profesi yang saya suka dan tepat adanya.

Sayangnya, covid-19 memorakporandakan tatanan yang ada.

Les saja tidak bisa dijadikan pemasukan andalan. Takut tertular virus Covid-19 menyebabkan berkurangnya jumlah murid les.

Saya tidak bisa menyalahkan para orangtua murid. Saya juga akan melakukan hal yang sama kalau saya berada dalam posisi mereka.

Puji Tuhan, masih ada beberapa orangtua yang meminta saya mengajar les putra-putri mereka, tetapi pendapatan baru sebatas "cukup". Saya ingin ada penghasilan tambahan buat simpanan atau dana darurat. Untuk jaga-jaga jika terjadi apa-apa.

Selain itu, saya ingin membantu saudara-saudara saya, keluarga yang saya cintai.

Oleh karena itu, saya kembali berbisnis online. Timbul tenggelam. Tidak konsisten. Tapi itu dulu. Sekarang, saya memantapkan hati untuk berbisnis online Memanfaatkan smartphone untuk meraup cuan demi masa depan yang gemilang.

Menjadi YouTuber adalah salah dua yang menjadi sasaran berikut. Awalnya hanya hobi bermain gitar dan mengunggah beberapa video gitaran, namun setelah saya pikir-pikir, kenapa kesenangan ini tidak dimanfaatkan untuk mendapatkan rezeki?

Meskipun keterampilan bermain tak seberapa....

Walaupun banyak yang menghina....

Saya terus berjalan demi keluarga tercinta.

Meskipun usia tak lagi muda....

Memang banyak rintangan. Ditambah lagi dengan stamina yang sudah tidak prima. Tapi saya tetap bergerak. Perlahan, tapi pasti.

Sejak pandemi, saya rutin mengunggah video permainan gitar ke YouTube. Yang awalnya seminggu satu video, lalu dua video setiap minggu, dan dalam beberapa bulan terakhir, saya mengunggah setiap hari.

Awalnya lelah, tapi karena suka bermain gitar, lama-kelamaan jadi terbiasa. Ibarat otot, makin sering digunakan, makin kuat.

Contohnya seperti lagu berikut. Saya menemui kesulitan untuk memainkan intro-nya di awal belajar. Jari jemari seakan 'kusut'. Tapi setelah berlatih terus menerus, saya merasa cukup baik dalam memainkannya. Hasilnya adalah sebagai berikut: 

Sekarang saya mengunggah minimal satu video dalam seminggu, karena saya harus mengatur waktu juga untuk melakukan kegiatan-kegiatan yang lain.

Seandainya saya tidak mengenal gitar, mungkin saya stres di saat pandemi atau ketika mengalami berbagai kesukaran hidup.

Namun Tuhan memberikan gitar dan 'sedikit' kemampuan bermain gitar untuk menghadapi badai kehidupan saat ini. Menghibur dan menumbuhkan iman percaya lewat lagu pujian kepada-Nya

Bermain gitar setiap hari dan mengunggah video gitaran ke YouTube.

Harapan seperti Youtuber-youtuber tajir juga sempat berseliweran di pikiran. Namun saya sadar kalau kemampuan bermain gitar yang saya miliki masih sebatas "pas-pasan". Menyimpan kenangan tetap menjadi tujuan utama seperti di awal mula. Kalaupun mendapat komisi Adsense kelak, itu cuma bonus saja.

Ditengah badai pandemi covid-19, mungkin Anda berada dalam posisi yang kurang lebih sama seperti saya.

Merasa sendiri.

Jauh dari keluarga.

Keuangan sedang mengalami guncangan.

Ada beragam kesulitan. Tidak bisa disebutkan satu per satu.

Gitar bisa 'sedikit' menghibur saya. Lewat terjun langsung memainkan, hati terlipur. Beberapa lagu mengingatkan akan masa kecil dimana ayah dan ibu masih ada saat itu. 


Gitar juga memberi warna saat saya mengajar di sekolah dulu. Membuat proses belajar mengajar tidak membosankan. Para peserta didik bisa menjalani kegiatan belajar dengan baik dan menyenangkan.

Meskipun sekarang tidak mengajar di SD lagi, namun saya tetap bergiat. Melatih kebisaan bermain gitar. Selagi masih mampu.

Pada akhirnya, apa pun hasil dari bermain gitar, semoga bisa bermanfaat juga buat orang lain. Bagi saya, alat musik dengan enam dawai ini telah menghibur saya di kala susah. Mudah-mudahan memberikan dampak yang sama kepada yang lain.

Selain itu, gitar juga memberikan 'kesegaran' baru setiap hari. Ada keindahan yang terdapat di dalam setiap untaian nada. Itu semua membuat hari demi hari senantiasa baru dan penuh dengan warna.

Seandainya saya tidak mengenal gitar....

Kalau kalimat pengandaian ini terlontar, kalimat terusannya bisa beraneka ragam. Yang pasti, tetap berwarna, namun tentu saja gitar telah memberikan warna tersendiri, yang memberikan nilai tambah dalam kehidupan saya.

Saya akan tetap bermain gitar. Impian bermain secara tunggal sudah tercapai Masa harus berhenti gara-gara minim penonton di YouTube. Bermain gitar untuk menghibur diri dan orang lain. Itulah tujuan saya dulu dan sekarang pun masih tetap sama.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun