Meskipun terlihat sederhana dengan hanya mempunyai enam senar, dengan enam nada, namun sewaktu mendengar permainan beberapa pemain gitar klasik di kaset, saya terpesona.
"Betapa kayanya variasi permainan dalam sebuah gitar," pikir saya waktu itu.
Sayangnya, sumber-sumber informasi tentang permainan gitar pada masa itu sangatlah minim. Belum ada internet. Untuk mengetahui tentang cara bermain gitar, saya hanya bisa menggali dari majalah dan buku gitar.
Kakak laki-laki saya yang lain, Hendra (bukan nama sebenarnya) mengajarkan cara memainkan beberapa akor sederhana seperti G, C, dan D untuk mengiringi lagu anak-anak semisal "Naik-naik ke Puncak Gunung", "Potong Bebek Angsa", "Burung Ketilang", dan lain sebagainya.
Genjrengan, Strumming pada mulanya, meskipun niat hati ingin memainkan gitar dengan gaya klasik.
Masa Remaja yang berbeda
Remaja.
Seharusnya masa ini adalah masa yang indah bagi setiap insan.
Sayangnya, saya tidak merasakan indahnya masa remaja. Bisnis ayah yang mengalami kejatuhan membuat pengalaman masa remaja saya menjadi suram.
Bisa makan dengan tempe, tahu, dan sayur bening saja sudah bersyukur.Â
Karena sukarnya kehidupan, saya tidak terpikir untuk bermain gitar. Sekolah menjadi prioritas utama.
Pindah dari satu rumah kontrakan ke rumah kontrakan lainnya setiap kenaikan kelas. Itu yang harus kami hadapi.