Mohon tunggu...
Hamdali Anton
Hamdali Anton Mohon Tunggu... Guru - English Teacher

Saya adalah seorang guru bahasa Inggris biasa di kota Samarinda, Kalimantan Timur. || E-mail : hamdali.anton@gmail.com || WA: 082353613105 || Instagram Custom Case : https://www.instagram.com/salisagadget/ || YouTube: English Itu Fun

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Pentingnya Guru Menguasai Etika Komunikasi "Pesan Singkat"

27 Februari 2021   19:38 Diperbarui: 28 Februari 2021   03:15 1468
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi menulis pesan singkat (Tabita Diela/Kompas.com)

Pesan singkat yang sangat jauh dari kata jelas karena saking singkatnya.

Begitulah menurut saya kecenderungan kebanyakan warga +62 saat ini dalam menggunakan "pesan singkat". Mengirim pesan singkat yang sesingkat-singkatnya dengan singkatan-singkatan yang tidak lazim dan berharap sang penerima pesan mengerti pesan singkat tersebut.

Guru juga manusia, punya keterbatasan seperti profesi-profesi lainnya. Namun, menjadi sosok yang digugu dan ditiru adalah patokan utama, dasar dimana guru sedapat mungkin tidak teledor dalam melakukan sesuatu.

Saya melihat etika komunikasi tertulis, dalam hal ini melalui "pesan singkat", baik itu di aplikasi WhatsApp atau yang sejenis, cukup memprihatinkan.

Tentu saja, saya tidak mengatakan semua guru mempunyai etika yang buruk dalam komunikasi "pesan singkat", karena saya tidak pernah melakukan penelitian perihal tersebut.

Saya melihat etika komunikasi "pesan singkat" beberapa guru sekolah dari murid les saya, Gunawan (bukan nama sebenarnya), yang sangat menyedihkan.

Gunawan terkadang mengeluh kalau pesan singkat para guru kelas enam di salah satu SD swasta di Samarinda dimana dia bersekolah tersebut tidak jelas. Orangtua Gunawan juga sama sekali tidak mengerti dengan berbagai "pesan singkat" para guru putra mereka yang jauh dari kata jelas.

Menurut saya, kemungkinan-kemungkinan yang mendasari kenapa "pesan singkat" para guru Gunawan tidak jelas di aplikasi WhatsApp adalah:

Pertama, Keterbatasan waktu karena padatnya pekerjaan.

"Terkadang sampai larut malam menunggu sambil mengoreksi pekerjaan rumah murid..."

Waktu 24 jam dalam sehari terasa tidak cukup bagi para guru saat ini. Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) telah merubah tatanan proses belajar mengajar dimana waktu belajar dan mengajar tidak seperti sebelumnya, khususnya untuk para guru.

Mengoreksi pekerjaan rumah peserta didik di layar gawai baik itu di laptop (bagi kelompok guru yang mampu membeli) maupun smartphone (bagi kelompok guru yang baru sanggup memiliki smartphone) sungguh sangat melelahkan.

Radiasi yang terpancar dari layar gawai sangat menyakitkan mata. Belum lagi berkutat dengan sukarnya membaca tulisan peserta didik yang aduhai bagusnya sehingga sulit dibaca.

Kedua, Terkadang, menurut pengalaman, menulis pesan panjang kali lebar tidak membuat jelas.

Meskipun sudah terbilang panjang, padat, dan jelas, namun tetap saja ada beberapa orangtua murid yang menanyakan.

"Sudah capek-capek ngetik pesan, eh ada aja yang nanya lagi!" keluh Bu Sinta (bukan nama sebenarnya), salah seorang teman yang juga berprofesi sebagai guru.

Rendahnya budaya literasi membuat kebanyakan warga malas membaca, meskipun pesan sudah cukup singkat dan mudah dipahami.

Akibatnya, mungkin karena dua kemungkinan di atas yang menyebabkan beberapa guru SD dimana Gunawan bersekolah menuliskan pesan singkat yang benar-benar "singkat, padat, tapi tidak jelas".

Pesan-pesan membingungkan ini terpapar dalam beberapa kesempatan di tahun 2020 dan juga di beberapa hari lalu.

Dari sekian banyak pesan singkat yang tidak jelas tersebut, ada 4 (empat) yang menjadi perhatian saya.

1. "Nanti" dan "Satu jam lagi..."

Penentuan waktu tertentu adalah perlu adanya demi memberikan kejelasan kepada peserta didik dan orangtua murid perihal pengumpulan tugas atau hal lain.

"Kerjakan soal-soal UAS tahun lalu ini. Nanti dikumpul..."

"Kita istirahat 1 jam, nanti kita lanjut bimbel, krn banyak yg hrs kita pelajari..."

Untuk yang pertama, tidak jelas kapan dikumpul tugasnya. Ketika ada beberapa orangtua yang menanyakan kapan tugas harus dikumpulkan, sang guru kelas, Bu Lidya (bukan nama sebenarnya) tidak memberikan jawaban.

Untuk pesan kedua, memang sang guru menyebutkan waktu istirahat selama satu jam, tapi pada kenyataannya, dia sudah memulai 15 menit lebih cepat dari waktu yang dia berikan kepada peserta didik untuk beristirahat. Parahnya, dia tidak menginformasikan di WA perihal mulainya bimbel.

2. Tanpa titik koma dan banyaknya typo

Apa jadinya jika menemui pesan panjang tanpa titik koma? Yang ada di benak adalah "Capek deh..."

Seperti yang murid les saya terima pada hari Rabu malam, 24 Februari 2021. Bu Lidya mengirim pesan "unik bin nyentrik" kepada Gunawan dan murid-murid lainnya.

Tangkapan layar pesan singkat tanpa titik koma dan banyaknya typo | Dokumentasi Pribadi
Tangkapan layar pesan singkat tanpa titik koma dan banyaknya typo | Dokumentasi Pribadi
Selain capek membacanya, juga ada kesalahan ketik (typo) yaitu "Wajid" yang seharusnya diketik "Wajib".

Masih banyak hal yang fatal dalam pengetikan. Seharusnya typo tidak terjadi, apalagi kalau kalimat-kalimatnya tidak terlalu banyak dan tidak begitu panjang seperti di bawah ini.

Tangkapan layar pesan singkat dengan typo yang tidak perlu terjadi | Dokumentasi Pribadi
Tangkapan layar pesan singkat dengan typo yang tidak perlu terjadi | Dokumentasi Pribadi
Slmt pagi anak2 salahkan ambil gambar lampion ke sekolah tuk dihiasi sesuai yg sudah dikirinkan ibu kemarin, ambil di ruang piket

Tangkapan layar pesan singkat dengan typo yang konsisten | Dokumentasi Pribadi
Tangkapan layar pesan singkat dengan typo yang konsisten | Dokumentasi Pribadi
Masih buka, salahkan diambil

Seperti yang Anda lihat, dua pesan singkat dari Bu Lidya menunjukkan kesalahan konsisten yang sama, yaitu salahkan. Ada juga kesalahan dikirinkan pada pesan pertama dan itu juga fatal, tapi saya menyorot kesalahan fatal pada kata salahkan, dan terulang lagi pada pesan kedua yang mana hanya ada empat kata dalam kalimat tersebut.

Bagaimana bisa sang guru mengetikkan kata yang salah sampai dua kali, apalagi di pesan kedua yang terdiri dari empat kata dan masih saja salah mengetik salahkan yang seharusnya silakan?

3. Penggunaan singkatan yang tidak lazim

Bu Lidya dan Pak Doni (Guru PJOK, bukan nama sebenarnya) melakukan hal yang sebetulnya hanya pantas dilakukan di ranah pribadi, bukan di ranah umum dan resmi.

Dalam WA Group yang berisi nomor WA peserta didik dan orangtua murid, beliau-beliau ini menggunakan berbagai singkatan yang tidak lazim dan terlalu sering dilakukan dalam berbagai pesan.

Berikut beberapa contohnya:

Tangkapan layar pesan singkat dengan berbagai singkatan yang tidak lazim | Dokumentasi Pribadi
Tangkapan layar pesan singkat dengan berbagai singkatan yang tidak lazim | Dokumentasi Pribadi
Siswa yg blmmngambil bku pkerjaan pjok smster satu,silakan bil dimeja pak doni.

Tangkapan layar pesan singkat dengan singkatan di awal | Dokumentasi Pribadi
Tangkapan layar pesan singkat dengan singkatan di awal | Dokumentasi Pribadi
Slmt pagi anak2 salahkan ambil gambar lampion ke sekolah tuk dihiasi sesuai yg sudah dikirinkan ibu kemarin, ambil di ruang piket

4. Pesan singkat yang bernada "perintah" yang jauh dari kata "sopan"

Mengambil kertas soal di sekolah tidak mungkin dilakukan oleh peserta didik yang masih berstatus siswa-siswi Sekolah Dasar (SD).

Seandainya Anda adalah orangtua murid, bagaimana tanggapan Anda setelah membaca pesan singkat dari Pak Doni berikut?

Tangkapan layar pesan singkat dengan kata awal
Tangkapan layar pesan singkat dengan kata awal "Tlong" | Dokumentasi Pribadi
Tlong k skolah ambil soal latihan pjok utk persiapan ujian tryout n ujian akir.trims.

Saran untuk para guru terkait "pesan singkat"

Bu Lidya dan Pak Doni adalah salah dua dari begitu banyak guru di Indonesia. Saya tidak tahu apakah beliau-beliau sadar akan gaya berkomunikasi lewat pesan singkat tersebut sudah membuat beberapa orangtua murid merasa nyaman atau tidak.

Seandainya tidak, perkenankan saya memberikan saran guna memperbaiki etika komunikasi "pesan singkat" tersebut.

Ada 3 (tiga) saran yang saya ingin sampaikan di sini.

1. Cermati isi pesan, berbagai singkatan yang digunakan, dan tanda baca

Saran pertama ini sekaligus untuk menindaklanjuti tiga poin sebelumnya.

Ketiklah pesan yang "singkat, padat, dan jelas". Jangan hanya mengejar singkat dan padat saja, tapi tidak jelas, khususnya kalau menyangkut tentang "waktu".

Kurangi penggunaan waktu "nanti", "satu jam lagi" atau yang sejenis. Lebih baik memakai penentuan jam secara akurat, semisal jam 10.00 WITA, 13.15 WITA, dan lain sebagainya.

Untuk singkatan, sebaiknya dihindari penggunaannya di forum resmi seperti di WA group yang juga dihadiri oleh orangtua murid.

Tempatkan tanda baca sesuai dengan aturan bahasa Indonesia.

Gunakan kata-kata formal, standar, dan baku, sesuai dengan Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) dan Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia (PUEBI).

Kalau Anda ingin menggunakan kata-kata alay nan lebay serta berbagai singkatan ala planet lain, gunakanlah saat berkirim pesan dengan teman akrab. Istilahnya, "Jangan menggunakan di kamar yang tidak tepat."

2. Hindari banyaknya kesalahan ketik atau typo

Banyaknya kesalahan ketik atau typo menunjukkan banyak hal. Selain menggambarkan Anda tidak teliti dalam mengetik, itu juga bisa melukiskan kompetensi Anda dalam keterampilan menulis.

Sebagai guru, kesalahan penulisan pesan dari segi ejaan seharusnya tidak terjadi. Kalaupun ada yang kelewatan, cukuplah satu atau dua typo dari sekian banyak kata. Lebih baik lagi kalau tidak ada typo sama sekali.

Oleh karena itu, alangkah baiknya kalau Anda membaca ulang pesan paling sedikit tiga kali, supaya tidak ada typo atau meminimalkan kesalahan ketik.

Dengan begitu, peserta didik dan orangtua murid merasa nyaman dalam membaca pesan singkat Anda.

3. Gunakan kata-kata "perintah" yang "sopan"

Kalimat "Tlong k skolah ambil soal latihan pjok utk persiapan ujian tryout n ujian akir.trims." dari Pak Doni sudah menggambarkan kalau dia sudah 'seenaknya' memerintah orangtua murid untuk mengambil kertas latihan soal secepatnya, meskipun mungkin dia tidak bermaksud begitu.

Saya rasa saya tidak perlu memberikan contoh kepada Anda sekalian bagaimana menggunakan kata-kata "perintah" yang "sopan" tanpa terkesan memerintah.

Yang jelas, jangan menggunakan singkatan, dan perlunya menggunakan pendahuluan dengan 'salam' dan 'maaf', serta tak lupa mengucapkan 'Terima kasih' (bukan 'trims') di akhir pesan, karena posisi orangtua murid adalah sejajar, mitra Anda dalam mencerdaskan peserta didik, apalagi di masa pandemi ini.

* * *

Akhir kata, saya mohon maaf kalau ada beberapa guru yang merasa tersinggung setelah membaca tulisan ini.

Saya hanya ingin memberikan saran dan masukan supaya kita sebagai guru harus memberikan contoh yang baik kepada peserta didik dan orangtua murid, dan cerminan dari pribadi kita terlihat dari "pesan singkat".

Semoga pandemi cepat berakhir dan proses belajar mengajar kembali bisa berjalan secara tatap muka.

Salam Kompasiana

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun