Mohon tunggu...
Hamdali Anton
Hamdali Anton Mohon Tunggu... Guru - English Teacher

Saya adalah seorang guru bahasa Inggris biasa di kota Samarinda, Kalimantan Timur. || E-mail : hamdali.anton@gmail.com || WA: 082353613105 || Instagram Custom Case : https://www.instagram.com/salisagadget/ || YouTube: English Itu Fun

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Mau Dibawa ke Mana Pendidikan Mata Pelajaran Bahasa Inggris?

26 Januari 2021   22:12 Diperbarui: 27 Januari 2021   05:00 1395
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: Bahasa Inggris(www.shutterstock.com via KOMPAS.COM)

"Gurunya tidak menjelaskan, Pak."

Kata-kata Rudi (bukan nama sebenarnya), murid les yang berstatus siswa kelas enam di salah satu SD swasta di Samarinda membuat saya geleng-geleng kepala.

Bukan karena faktor Rudi, tapi gurunya. Guru bahasa Inggris di sekolah Rudi yang hanya memberikan tugas tapi tidak menjelaskan bagaimana cara mengerjakan.

"Apakah sang guru beranggapan semua murid dari kalangan berada, sehingga mampu belajar dari guru les? Kalau begitu, untuk apa bayar uang sekolah?"

Begitu pemikiran saya. Bagi saya, guru bahasa Inggris di sekolah Rudi sangat tidak bertanggung jawab.

Dan juga memang sejak awal pandemi, sang guru bahasa Inggris, sebut saja Pak Hendra, tidak pernah sekalipun mengadakan pertemuan melalui jaringan internet lewat Zoom atau aplikasi sejenis.

Selalu memberikan tugas, tapi tidak pernah menjelaskan pada peserta didik bagaimana mengerjakan PR yang guru berikan.

Saya tidak tahu apakah sang guru mengalami pemotongan gaji karena pembelajaran tatap muka ditiadakan, sehingga mengakibatkan pendapatan menjadi berkurang atau memang gurunya yang "malas" atau karena sebab-sebab lain, yang jelas, seharusnya beliau tidak melakukan hal yang seperti itu.

Begitu juga dengan Jessica (nama samaran), murid les yang berstatus siswi kelas XII jurusan IPA di salah satu SMA Swasta yang cukup ternama di Samarinda. Guru bahasa Inggrisnya tidak menjalankan tugas dengan "sebaik-baiknya".

"Jarang kasih tugas, Pak. Paling cuma satu atau dua nomor soal Ujian Nasional yang dulu-dulu yang dibahas di Zoom," kata Jessica.

Mau dibawa kemana pendidikan mapel bahasa Inggris?

Memang kondisi saat ini sangat menyulitkan bagi para guru untuk menjalankan tugas mengajar, tapi bukan berarti itu menjadi pembenaran dan alasan untuk tidak menjalankan tugas dengan baik.

Seperti contoh Pak Hendra, guru bahasa Inggris di SD Swasta dimana Rudi, murid les saya, bersekolah.

Menurut informasi dari Rudi, beliau mengajar dari kelas satu sampai kelas enam. Total kelas ada sekitar 12 kelas yang harus beliau ajar.

Memang tak mudah mengajar begitu banyak kelas. Saya pernah mengalaminya dulu. Sangat melelahkan. Namun itu seharusnya jangan dijadikan alasan untuk mengabaikan tanggung jawab mengajar, apalagi karena orangtua murid tetap membayar SPP setiap bulan.

Apa pantas uang sudah keluar dari dompet, tapi imbal balik tidak seperti yang diharapkan? Bukan simbiosis mutualisme, tapi parasitisme yang terjadi.

Uang ratusan ribu rupiah terbang percuma kalau pada akhirnya orangtua dan guru les yang mengajari peserta didik.

Menyoal Bu Dini (bukan nama sebenarnya), guru bahasa Inggris Jessica, bisa dikatakan malah lebih parah. 

Bukannya menggunakan teknologi yang ada tapi malahan menggunakan cara "tertulis" lewat WA saja.

"Pertemuan lewat Zoom ada, tapi sekadar membahas soal. Selebihnya tugas dikirim lewat WA," kata Jessica.

Uang sekolah lebih dari setengah juta rupiah yang dibayarkan orangtua tidak sebanding dengan jasa pendidikan yang diberikan sekolah kepada para peserta didik.

Tak heran, kemampuan bahasa Inggris Hendra dan Jessica tidak memadai. 

Hendra tidak memahami bagaimana harus menjawab pertanyaan sederhana seperti "What is your name?" sekalipun.

Jessica juga mempunyai kelemahan yang sangat memprihatinkan dari segi kosakata yang sangat minim, yang mengakibatkan dia mengalami kesulitan dalam merangkai kata menjadi kalimat dan menulis esai singkat.

"Tidak dibiasakan di sekolah, Pak. Sebelum corona, selalu membahas soal saja di sekolah." jawab Jessica waktu saya menanyakan tentang tugas menulis, seperti menulis Descriptive Text, Procedure Text, Recount Text, Narrative Text, dan lain-lain.

"Bagaimana dengan latihan percakapan di dalam kelas?" tanya saya lagi.

"Tidak ada juga, Pak. Lebih banyak mengerjakan soal dari buku," jawab Jessica.

Kebetulan guru-guru yang saya bahas di sini adalah guru-guru bahasa Inggris yang mengajar di sekolah swasta. Bukan berarti saya mendiskreditkan para bapak dan ibu guru bahasa Inggris di sekolah swasta. 

Kebetulan saja kebanyakan murid saya bersekolah di sekolah swasta. Ada beberapa yang bersekolah di sekolah negeri dan juga menjumpai masalah yang kurang lebih sama, tapi tidak banyak.

Mungkin, menurut analisis saya, karena kebanyakan guru bahasa Inggris di sekolah negeri adalah guru ASN sehingga mereka tidak mengalami pemotongan atau pengurangan gaji. Akibatnya, kebanyakan dari mereka bisa fokus mengajar dengan maksimal tanpa perlu galau untuk mencari penghasilan tambahan di luar gaji guru.

Saya pernah menjadi guru bahasa Inggris di sekolah swasta. Saya sangat memahami beban kerja yang sangat tidak ringan dalam menjalankan tugas mengajar di sekolah swasta. Sorotan "orangtua sudah membayar uang sekolah" yang kebanyakan menjadi sebab utama sekolah harus menjaga kualitas pendidikan di sekolahnya, khususnya kompetensi guru dalam mengajar.

Sedikit saran bagi bapak dan ibu guru bahasa Inggris

Perkenankan saya memberikan saran untuk bapak dan ibu guru bahasa Inggris dimana pun Anda mengajar saat ini, bukan hanya di sekolah swasta, tapi juga di negeri, karena Anda semua mengalami kesulitan yang sama dalam mengajar, meskipun berbeda dalam pendapatan.

Ada tiga saran yang ingin saya berikan.

1. Berkomitmen menjalankan tugas dengan disiplin dan penuh tanggung jawab, baik atau tidak baik waktunya

Ibaratnya, ada ikrar, "sumpah jabatan" yang pernah Anda ucapkan, baik secara lisan maupun tertulis, bahwa Anda harus menjalankan tugas mengajar dengan disiplin dan penuh tanggung jawab.

Menjalankan tugas dengan sebaik-baiknya tidak hanya di waktu "baik" saja, tapi di waktu yang "tidak baik" juga harus tetap tak berubah. Jalankan tugas, baik atau tidak baik waktunya.

Mengeluh tidak akan memecahkan masalah. Apa pun kesulitan yang berada di hadapan, tugas kita sebagai guru adalah tetap optimis dan bersemangat mengajar, mendidik peserta didik, supaya mereka menjadi pribadi-pribadi yang tangguh, meskipun dalam kondisi yang menyulitkan seperti sekarang.

Jangan menjadikan alasan ketiadaan pembelajaran tatap muka sebagai kambing hitam tidak maksimalnya proses belajar mengajar dan mengakibatkan kemerosotan drastis hasil dalam pendidikan.

Terutama pertimbangkan para orangtua yang sudah bekerja keras dan berjerih payah untuk memenuhi kebutuhan hidup dan belajar anak-anak, mulai dari membayar uang sekolah (bagi yang bersekolah di sekolah swasta), membeli buku-buku pelajaran, membayar biaya bimbingan belajar atau guru les (bagi yang mampu), dan lain sebagainya.

Jangan kecewakan orangtua murid. Mereka adalah pelanggan Anda. Kalau mereka sudah kecewa, nama baik Anda dan sekolah jadi tercemar. Kalau sudah tercemar, tercoreng, sangat sukar untuk dipulihkan kembali.

Komitmen dengan tugas Anda. Laksanakan kewajiban mengajar semaksimal mungkin.

2. Ajarkan cara mengerjakan tugas terlebih dahulu lewat PJJ

Saya tidak tahu apakah karena banyaknya kelas yang harus diajar sehingga menyebabkan Pak Hendra dan Bu Dini kelimpungan dan pada akhirnya lepas tangan dalam Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ).

Menurut saya pribadi, PJJ tidak selalu identik dengan pembelajaran tatap layar lewat Zoom atau aplikasi sejenis semisal Google Meet atau yang lainnya.

Seperti contoh salah seorang guru dari Johan (bukan nama sebenarnya), murid les yang juga berstatus siswa kelas enam di sebuah SD Swasta yang cukup ternama di Samarinda.

Bu Dania (bukan nama sebenarnya) adalah seorang guru agama yang mungkin karena banyaknya kelas yang harus beliau ajar sehingga menyebabkan tidak memungkinkan diadakan pembelajaran melalui Zoom.

Sebagai gantinya, beliau menggunakan video dengan durasi pendek (sekitar 5 - 10 menit). Bagi saya, itu sangatlah membantu peserta didik dalam memahami materi pelajaran, meskipun dalam rentang waktu yang singkat.

Beliau juga menambahkan dengan bahan ajar dalam bentuk digital, yaitu dalam format Portable Digital Format (PDF). Dengan begitu, peserta didik bisa memahami materi ajar dengan lebih jelas. 

Saya sangat mengapresiasi apa yang Bu Dania lakukan.

Daripada beralasan tidak punya waktu untuk melakukan pertemuan lewat zoom karena banyaknya kelas yang harus diajar, kenapa tidak menggunakan media lain semisal video (lebih bagus lagi kalau dimasukkan ke YouTube, sehingga akan lebih banyak orang yang bisa memetik manfaat dari materi Anda) dan media digital (seperti bentuk pdf tadi, dan alangkah lebih baiknya dibagikan di ruang kelas Kompasiana. Seluruh peserta didik di Indonesia akan sangat terbantu dengan pemaparan Anda).

Ajarkan cara mengerjakan tugas terlebih dahulu lewat PJJ. Jangan langsung memberikan tugas tanpa arahan yang jelas dan akibatnya, orang lain yang harus mengambil alih tugas Anda sebagai guru bahasa Inggris.

3. Berikan evaluasi secara transparan dan objektif 

Peserta didik belajar mati-matian dan mengerjakan tugas dengan maksimal tapi nilai yang mereka dapat tidak sesuai dengan kenyataan dan yang malas malah dapat nilai tinggi?

Kiranya jangan sampai hal itu terjadi.

Ibarat orang menanam pohon mangga, pasti mengharapkan hasil yang baik, yaitu berbuah lebat dan rasa daging buah yang manis.

Memberikan pupuk, menyiram, merawat, dan segala kerja keras akan membuahkan hasil.

Kerja keras tidak akan pernah mengkhianati hasil.

Perlihatkan evaluasi nilai secara transparan. Jangan beralasan karena pandemi covid-19, sehingga menyebabkan Anda tidak bisa memberikan nilai yang "benar" kepada peserta didik.

Bukan Anda saja yang tersakiti oleh corona. Peserta didik Anda juga begitu, bahkan lebih lagi, karena di usia tumbuh kembang, mereka harus terisolasi dari teman-teman sebaya.

Berikan motivasi kepada peserta didik dengan memperlihatkan hasil belajar mereka secara transparan dan objektif. Tunjukkan kalau mereka juga bisa berprestasi meskipun mereka belajar dari rumah.

Kalau bukan Anda yang menyemangati peserta didik, siapa lagi yang bisa melakukan tugas tersebut?

Mau dibawa ke mana?

Mau dibawa kemana pendidikan mapel bahasa Inggris?

Secara pribadi, saya inginnya pendidikan mapel bahasa Inggris dibawa ke arah yang tepat dan benar.

Dibawa ke arah pembelajaran bahasa Inggris yang menyenangkan.

Dibawa menuju penguasaan empat keterampilan (listening - speaking - reading - writing) yang menakjubkan di dalam diri peserta didik.

Dibawa ke level bukan sekadar bisa, tapi lebih dari bisa alias luar biasa dalam penggunaan berbahasa Inggris di keseharian.

Masih banyak harapan mau dibawa kemana pendidikan mapel bahasa Inggris.

Oleh karena itu, guru bahasa Inggris harus menunjukkan kapasitasnya untuk mewujudkan harapan-harapan di atas, yang semoga adalah harapan-harapan Anda juga.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun