Ibaratnya, ada ikrar, "sumpah jabatan" yang pernah Anda ucapkan, baik secara lisan maupun tertulis, bahwa Anda harus menjalankan tugas mengajar dengan disiplin dan penuh tanggung jawab.
Menjalankan tugas dengan sebaik-baiknya tidak hanya di waktu "baik" saja, tapi di waktu yang "tidak baik" juga harus tetap tak berubah. Jalankan tugas, baik atau tidak baik waktunya.
Mengeluh tidak akan memecahkan masalah. Apa pun kesulitan yang berada di hadapan, tugas kita sebagai guru adalah tetap optimis dan bersemangat mengajar, mendidik peserta didik, supaya mereka menjadi pribadi-pribadi yang tangguh, meskipun dalam kondisi yang menyulitkan seperti sekarang.
Jangan menjadikan alasan ketiadaan pembelajaran tatap muka sebagai kambing hitam tidak maksimalnya proses belajar mengajar dan mengakibatkan kemerosotan drastis hasil dalam pendidikan.
Terutama pertimbangkan para orangtua yang sudah bekerja keras dan berjerih payah untuk memenuhi kebutuhan hidup dan belajar anak-anak, mulai dari membayar uang sekolah (bagi yang bersekolah di sekolah swasta), membeli buku-buku pelajaran, membayar biaya bimbingan belajar atau guru les (bagi yang mampu), dan lain sebagainya.
Jangan kecewakan orangtua murid. Mereka adalah pelanggan Anda. Kalau mereka sudah kecewa, nama baik Anda dan sekolah jadi tercemar. Kalau sudah tercemar, tercoreng, sangat sukar untuk dipulihkan kembali.
Komitmen dengan tugas Anda. Laksanakan kewajiban mengajar semaksimal mungkin.
2. Ajarkan cara mengerjakan tugas terlebih dahulu lewat PJJ
Saya tidak tahu apakah karena banyaknya kelas yang harus diajar sehingga menyebabkan Pak Hendra dan Bu Dini kelimpungan dan pada akhirnya lepas tangan dalam Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ).
Menurut saya pribadi, PJJ tidak selalu identik dengan pembelajaran tatap layar lewat Zoom atau aplikasi sejenis semisal Google Meet atau yang lainnya.
Seperti contoh salah seorang guru dari Johan (bukan nama sebenarnya), murid les yang juga berstatus siswa kelas enam di sebuah SD Swasta yang cukup ternama di Samarinda.