Sampai sekarang, saya masih bermain gitar. Selama masih sanggup, saya akan tetap bermain gitar. Mudah-mudahan Tuhan tetap mengaruniakan kesehatan; dan tetap menjaga kedua tangan dan jari-jari utuh sampai kapan pun.
4. Bermain monopoly, catur, remi, dan "cangkul"
Karena dulu tidak ada internet, tidak ada hiburan lain selain buku, TVRI sebagai satu-satunya saluran televisi; permainan-permainan ini, yang mungkin tak dikenal mayoritas anak zaman now, yang kami sekeluarga mainkan.
Permainan-permainan seperti monopoly, catur, remi, dan "cangkul" menjadi hiburan di kala senggang setelah berkebun, membuat kue, atau bermain musik.
Saudara-saudara, kakak-kakak berkumpul di saat mendekati Natal dan Tahun Baru di rumah orangtua di Balikpapan waktu itu, karena ada yang merantau ke kota lain untuk kuliah atau bekerja.
Monopoly, catur, remi, dan "cangkul" menjadi pengisi waktu yang sekarang ini, sayangnya, tidak dikenal oleh kebanyakan anak zaman now yang lebih dekat dengan game online.
Padahal, lewat bermain monopoly, ada nilai edukasi di dalamnya, yaitu mengajarkan wirausaha, bagaimana mengelola keuangan, dan mengasah keterampilan akan matematika. Begitu juga dengan remi dan "cangkul".
Sedangkan lewat catur, saya belajar bagaimana mengatur strategi untuk memenangkan pertandingan dengan sportif. Perlu mengasah otak dan tidak gegabah dalam mengambil langkah. Salah langkah, bisa di-skakmat.
5. Membaca buku
Perkara yang satu ini tidaklah sukar dilakukan karena di rumah ada banyak buku. Ayah dan ibu adalah pembaca yang "lapar" akan pengetahuan.
Buku, majalah, koran, komik, dan novel tersedia.
Meskipun tidak bisa bepergian, pikiran bisa pergi ke mana saja dengan cara membaca buku dan sumber-sumber bacaan lainnya.
Sayangnya, saat itu, tidak ada internet, tidak ada blog seperti Kompasiana. Kalau ada, mungkin saya sudah menuangkan buah pikiran saya ke dunia maya lewat Kompasiana.