Kemudian, saya mendatangi kecamatan dengan membawa surat keterangan dari kelurahan untuk membuat KTP baru, karena pindah alamat dan perubahan nama sesuai fotokopi akta kelahiran dan ijazah.
Terakhir, saya meluncur ke Kantor Catatan Sipil untuk melaporkan sekaligus mendapatkan surat keterangan pengganti KTP sementara sembari menanti KTP jadi.Â
KTP jadi beberapa bulan kemudian. Nama berubah menjadi "Hamdali Anton".
Imbas dari berubahnya namaÂ
Ada imbas yang nyata sekali saya alami setelah nama berubah.Â
Imbas yang sudah pasti adalah kebanyakan orang memanggil saya dengan nama "Hamdali".
Tentu saja itu tidak mengherankan karena nama depan identik dengan nama panggilan. "Hamdali Anton" mengarahkan kepada nama panggilan "Hamdali", bukan "Anton".
Dulu saya suka mengoreksi orang lain saat memanggil saya "Hamdali".
"Maaf. Tolong panggil saya Anton. Hamdali itu nama keluarga saya," kata saya.Â
Pada awal menulis di Kompasiana, saya suka meminta dengan sangat kepada beberapa kompasianer yang memberi komentar di artikel-artikel saya untuk memanggil saya Anton.Â
Namun lama-kelamaan saya bosan mengklarifikasi kalau nama panggilan saya "Anton", bukan "Hamdali". Apalagi kalau kompasianer tersebut pernah saya beritahu, tapi masih memanggil saya "Hamdali".
Yah, terpaksa saya menerima saja kalau ada yang memanggil "Hamdali". Untuk apa marah? Toh memang nama saya adalah "Hamdali Anton". Wajar kalau kebanyakan orang memanggil saya "Hamdali", bukan "Anton".