Setiap anak belajar pertama kali dari rumah. Ayah dan ibu mendidiknya menjadi pribadi yang berbudi luhur, tangguh, dan jujur.
Sayangnya, kebanyakan orangtua melepaskan tanggung jawab itu setelah anak memasuki jenjang sekolah. Mereka menyerahkan kewajiban mendidik anak pada sekolah. Mereka tidak lagi memperhatikan bagaimana anak berperilaku dan menggunakan waktu di rumah.
Putra-putri dibiarkan menonton TV semaunya, main game online sambil rebahan sesukanya tanpa batas waktu, melek sampai larut malam, dan bangun saat matahari sedang terik-teriknya di tengah hari.
Satu pertanyaan basi yang selalu terlontar, "Apakah kamu sudah makan, nak?" menggambarkan hanya isi perut dan kesehatan anak yang dipikirkan oleh kebanyakan orangtua. Padahal kalau otak putra-putri tak "terisi", bagaimana kelak saat dewasa mereka bisa mengisi perut jika otak kosong, tak punya keterampilan, dan tidak bekerja?
Berharap anak bisa sadar sendiri untuk belajar, untuk rajin mempelajari bahan-bahan pelajaran. Apakah itu masuk akal? Anak masih dalam masa pertumbuhan. Perlu bimbingan dari orangtua untuk disiplin dan rajin belajar.
Anak perlu diajarkan rajin, bukan dibiarkan sadar sendiri. Anak seharusnya dididik jujur, bukan malah diajarkan berdusta dan berbohong. Berdosalah orangtua yang mengajarkan bahwa berdusta itu tidak apa-apa.
Wahai para orangtua, sadarlah, sebelum Tuhan meminta pertanggungjawaban kelak perihal mendidik putra-putri kalian.
Samarinda, 14 Desember 2020
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H