Namun, ada juga pembelian-pembelian panik atau biasa disebut panic buying yang dipicu oleh banyak hal, seperti misalnya karena mantan murid yang menjadi pramuniaga sewaktu saya membeli smartphone merek B dengan harga promo, padahal saya sejak di rumah sudah berencana membeli smartphone merek A.
Akibatnya? Penyesalan, karena merek B tersebut bukan merek yang sudah dikenal banyak orang dan waktu ada kerusakan, sudah tidak ada suku cadangnya, sehingga tidak bisa diperbaiki lagi. Untung saya sudah menggunakannya selama tiga tahun, jadi tidak terlalu rugi, meskipun selama tiga tahun tersebut, smartphone merek B ini lebih banyak nyusahin daripada memudahkan penggunaan.
Ada juga beberapa panic buying lainnya, semisal pembelian software-software yang pada akhirnya tidak memberikan kegunaan yang signifikan pada peningkatan omzet jualan saya.
Bagaimana menyikapi rayuan "diskon tanggal cantik"?
Dari berbagai pengalaman tersebut menjadikan saya semakin dewasa dalam menyikapi rayuan "diskon tanggal cantik".
Walaupun gempuran datang bertubi-tubi, saya tidak gegabah. Saya tetap menjalankan tiga langkah sebelum memutuskan membeli produk-produk tersebut.
Apa saja tiga langkah tersebut?
1. Cermati apakah produk itu untuk memenuhi "kebutuhan" atau "keinginan"
Terkadang kita tidak bisa membedakan "kebutuhan" dengan "keinginan".
Saya juga dulu mengalami, terutama menyangkut kepemilikan smartphone. Godaan memiliki smartphone yang lebih baik dari segi fitur dan jeroan di dalam membuat saya "gelap mata".
Mulai dari Blackberry sampai Android sekarang, lumayan banyak smartphone yang sudah pernah saya jajal.
Apakah gonta-ganti smartphone dulu adalah "kebutuhan" bagi saya?
Saya bisa katakan bahwa kebiasaan gonta-ganti smartphone di masa unyu-unyu saya dulu bukan "kebutuhan", tapi "keinginan" untuk memuaskan rasa ingin tahu saya, tapi tidak menghasilkan apa-apa, malah keluar uang percuma.