Kalau mengenang ospek, setiap orang mempunyai pendapat yang berbeda. Ada yang bilang bermanfaat. Ada yang mungkin mengatakan tidak bermanfaat dan menyakitkan.
Menurut pendapat saya, Orientasi Studi dan Pengenalan Kampus (Ospek) yang pernah saya ikuti dulu kurang begitu berkesan positif bagi saya secara pribadi. Dalam pandangan saya, tidak sesuai dengan pengertian ospek itu sendiri.
Pengalaman Ospek saat saya masih Maba dulu
Saya teringat pengalaman mengikuti Ospek dahulu kala saat masih culun-culunnya sebagai mahasiswa baru (Maba).Â
"Kalau tidak ikut Ospek, kalian tidak bisa ikut kuliah!"Â
Ancaman yang menakutkan. Kebanyakan dari Maba takut kalau tidak bisa ikut kuliah gara-gara mangkir tidak ikut Ospek. Padahal sebenarnya, tidak ikut ospek, ya tidak apa-apa, karena kegiatan tersebut berada di luar ranah perkuliahan, di luar lingkup kurikulum.
Kalau sekarang, saya rasa, sudah ada informasi yang jelas soal ospek yang tidak ada sangkut pautnya dengan perkuliahan. No ospek, no problem!
Dulu, karena tidak tahu menahu soal "tidak ikut, tidak masalah"; ya saya terpaksa ikut, meskipun sebenarnya, dalam hati, saya heran.
Untuk apa kami harus memakai tas dari karung tepung dan mengumpulkan beberapa botol dalam jumlah nyentrik yang berisi beras?
Mengapa para kakak tingkat membentak dan menyuruh kami, para Maba, untuk kumpul pada jam enam pagi, berbaris di lapangan dengan atribut aneh-aneh, dan melakukan hal-hal yang tidak bermanfaat?
Meskipun ada juga teman-teman yang merasa lucu, menganggap hal-hal yang tidak bermanfaat, seperti bergulung-gulung di parit yang berair lumpur; menyanyi lagu "balonku ada lima" tapi huruf vokalnya diganti menjadi huruf "o" semua; menjadi "bolonko odo lomo..."; push up dengan hitungan yang ngawur semau kakak tingkat, dan lain sebagainya itu, sebagai hal yang biasa.
"Untuk melatih mental kita supaya kuat," kata Dina (bukan nama sebenarnya), salah seorang teman di program studi yang sama.
Dalam benak saya, "Apakah benar mental Maba bisa kuat setelah mengikuti ospek?"
Saya ragukan hal tersebut.
Daripada membentak dan menggojlok Junior, lebih baik lakukan 3 hal ini
Membentak. Menggojlok. Untuk apa? Apa manfaatnya? Padahal, kepanjangan dari Ospek adalah Orientasi Studi dan Pengenalan Kampus. Kan tidak sesuai dengan membentak dan menggojlok. Tidak ada hubungannya sama sekali!
Seandainya ada para senior alias kakak tingkat yang saat ini kebetulan menjadi panitia ospek dan membaca tulisan saya ini, kiranya bisa mempertimbangkan usulan saya perihal kegiatan-kegiatan yang bermanfaat untuk para junior, mahasiswa baru.
Menurut saya, 3 hal ini patut dilakukan di saat ospek, 3 hal yang sangat bermanfaat bagi Maba sebelum menghadapi dunia perkuliahan yang masih asing bagi mereka.
1. Mengenalkan cara belajar di perguruan tinggi
Di awal perkuliahan dulu, saya tertatih-tatih dalam mengikuti kuliah. Bagi saya, belajar di perguruan tinggi saat itu sangat jauh berbeda dengan di sekolah.
Mau bolos kuliah, dosen tidak peduli. Mereka akan memberikan nilai "tidak lulus" pada mahasiswa/mahasiswi tersebut, dan konsekuensinya, sang mahasiswa/mahasiswi harus mengulang mata kuliah yang diajar oleh sang dosen di semester berikutnya.
Begitu juga dengan perkuliahan yang bisa dikatakan membosankan, karena kebanyakan dosen cenderung "textbook". Sekadar membaca atau menjelaskan materi dari diktat perkuliahan, tapi minim pemaparan yang jelas dan terang benderang.
Ada sih beberapa dosen yang sangat berdedikasi tinggi; datang tepat waktu; menjelaskan dengan runtut, sistematis, dan jelas; serta mengerti akan kesulitan mahasiswa, terutama yang merantau jauh dari kampung halaman. Sayangnya, jumlah dosen seperti ini hanya sedikit, bisa dihitung dengan jari.
Untungnya, saya tidak berlarut-larut dipenuhi dengan kebingungan. Ada salah seorang penulis, Ben Carson, yang menulis buku "Think Big" berdasarkan pengalaman hidupnya, belajar secara mendalam di perguruan tinggi, dengan cara membaca berbagai buku yang berhubungan dengan mata kuliah-mata kuliah yang dia ambil di perguruan tinggi.
Saya menemukan cara belajar yang sesuai dengan kondisi di perguruan tinggi berkat buku "Think Big" tersebut.
Nah, kebanyakan mahasiswa baru tidak mempunyai gambaran cara belajar di perguruan tinggi. Meskipun sekarang sudah banyak sumber informasi tentang belajar efektif di universitas, tetap saja "pengalaman adalah guru yang terbaik". Para senior seharusnya mengenalkan cara belajar di perguruan tinggi kepada para junior.
Orientasi studi, dua huruf pertama dari Ospek, kiranya bukan sekadar penghias dan lip service. Jadikan nyata dalam kegiatan Ospek secara benar.
Kenalkan pada para mahasiswa baru tentang cara belajar yang efektif. Jelaskan mengenai:
- Bagaimana cara menulis catatan kuliah yang simple tapi jelas
- Bagaimana cara membuat peta pikiran untuk memudahkan pemahaman akan materi perkuliahan
- Bagaimana cara membaca diktat kuliah secara cepat
- Bagaimana cara membuat ringkasan dari diktat kuliah
- Bagaimana cara mencari sumber-sumber lain yang berkaitan dengan berbagai mata kuliah yang ditempuh
- Dan sebagainya
Intinya, cara belajar di perguruan tinggi menjadi prioritas utama, supaya para Maba tidak mengalami "gegar budaya" sewaktu menghadapi proses belajar mengajar di perguruan tinggi yang sangat berbeda 180 derajat dengan di sekolah sebelumnya.
Harapannya, para mahasiswa baru bisa beradaptasi dengan baik serta dapat menuntaskan pembelajaran mereka tepat waktu atau lebih cepat dari perkiraan.
2. Mengajarkan cara menulis makalah, skripsi, dan berbagai bentuk karya tulis lainnya
Menurut saya, proses belajar mengajar di tingkat sekolah saat ini hanya "terfokus" pada segi hafalan belaka.Â
Menulis sebagai keterampilan berbahasa, mengembangkan daya nalar, menganalisa suatu permasalahan, dan menemukan solusi pemecahan masalah, tidak ditekankan dalam kurikulum saat ini.
Akibatnya, sewaktu menjalani perkuliahan, kebanyakan mahasiswa "terbata-bata", tidak terbiasa dengan proses menulis karya tulis; baik itu ilmiah, populer, fiksi, maupun nonfiksi.
Menulis makalah merupakan hal yang sukar bagi kebanyakan mahasiswa. Menulis skripsi menjadi momok, sehingga kebanyakan mahasiswa beralasan "gara-gara skripsi", kuliah mereka jadi molor, dan nyaris D.O.
Saya pun dulu mengalaminya.
Menulis makalah dan skripsi sangat susah saya jalani, karena dulu saya tidak terlalu suka menulis, dikarenakan saya juga harus bekerja, mencari uang demi bisa memenuhi kebutuhan hidup, membayar uang indekos, uang kuliah, dan segala keperluan lainnya.
Memang, ada beberapa mata kuliah yang mengajarkan tentang cara menulis makalah, skripsi, dan berbagai karya tulis lainnya. Namun, kalau seandainya saya mendapatkan pengetahuan dan praktik cara menyusun karya tulis ilmiah, fiksi dan nonfiksi di saat Ospek, kemungkinan saya tidak kagok saat menghadapinya di waktu perkuliahan yang sebenarnya.
Mengajarkan cara menulis makalah, skripsi, dan berbagai bentuk karya tulis lainnya pada para mahasiswa baru penting adanya.
Selain memudahkan mereka dalam menjalani proses perkuliahan yang sangat padat dengan berbagai tugas menulis yang sebentar lagi tiba; mempercepat proses penulisan skripsi; juga membekali mereka dengan ilmu menulis yang bermanfaat untuk menyampaikan aspirasi mereka dalam bentuk tulisan, dan juga berguna dalam menata pikiran sewaktu menyampaikan pesan secara lisan.
3. Mengarahkan mahasiswa baru untuk aktif terlibat di Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM)
Sebetulnya, Ospek adalah momen yang paling tepat untuk menjaring bibit-bibit muda yang mempunyai talenta tertentu, untuk menarik minat mahasiswa agar terlibat di Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) dan juga menghidupkan kegiatan mahasiswa, sehingga tidak sekadar menjadi mahasiswa kupu-kupu alias kuliah-pulang-kuliah-pulang.
Saya teringat dengan perkataan Bu Yani (bukan nama sebenarnya), salah seorang mentor Pendidikan Latihan Kerja (PLK) yang saya pernah ikuti setelah lulus kuliah.
Beliau berkata, "Saya lebih baik memilih sarjana yang nilai IPK-nya standar, tapi punya banyak pengalaman ikut organisasi di perguruan tinggi, semisal jadi anggota Senat Mahasiswa, Badan Eksekutif Mahasiswa, Himpunan Mahasiswa Jurusan, Band musik, dan lain sebagainya; daripada sarjana yang IPK-nya tinggi, tapi tidak ada pengalaman aktif di organisasi universitas. Terlalu fokus kuliah, sehingga kerjaannya hanya kuliah-pulang-kuliah-pulang atau kupu-kupu.
"Sarjana yang punya latar belakang berorganisasi biasanya lebih bisa menyesuaikan diri dengan rekan kerja dan cepat beradaptasi daripada yang hanya sekadar belajar saja waktu kuliah."
Untungnya, saya dulu pernah ikut UKM band sebagai pemain keyboard dan gitar, meskipun kalau diingat-ingat, malu juga, karena sewaktu tampil, hasil tidak menggembirakan.
Karena masih baru dan fresh, semangat para junior lebih menyala. Sayang kalau minat, bakat, dan keahlian dari para mahasiswa baru tidak bisa tersalurkan karena dari pihak perguruan tinggi tidak memfasilitasi kebutuhan mereka.
Ospek bisa menjadi jembatan, menghubungkan para Maba ke UKM yang sesuai dengan minat, bakat, dan keahlian tertentu. Dengan begitu, perguruan tinggi tidak hanya mencetak para intelektual muda, tapi juga menelurkan insan yang memiliki wawasan lain di luar kompetensi mereka selaku lulusan atau sarjana berdasarkan ilmu yang mereka dapatkan.
Misalnya, meskipun saya kuliah di FKIP prodi pendidikan bahasa Inggris, saya juga menjalani kegiatan bermusik, dalam hal ini bermain keyboard dan gitar.Â
Bermain gitar, tetap saya jalankan sampai saat ini, dan sangat bermanfaat dalam mengajarkan lagu bahasa Inggris pada peserta didik, mengiringi mereka dalam menyanyikan lagu-lagu berbahasa Inggris tersebut.
Ospek, sesuaikan dengan maknanya
Ospek. Apapun istilahnya, langsung atau virtual, hendaknya memberikan manfaat, membekali mahasiswa baru dengan pengetahuan seputar kampus; cara belajar; dan kegiatan-kegiatan positif yang ada di perguruan tinggi, seperti teater, band musik, pramuka, marching band, dan lain sebagainya.
Sesuai dengan namanya, Orientasi Studi dan Pengenalan Kampus, hendaknya ospek berisi kegiatan-kegiatan yang mengacu pada kedua kata kunci tersebut, yaitu studi dan kampus, yang akan Maba hadapi tak lama lagi.
Tiga hal sebelumnya adalah salah tiga dari banyak hal yang bisa dilakukan di ospek. Kiranya para senior yaitu kakak tingkat yang membaca tulisan ini bisa mengaplikasikan saran saya dan memikirkan juga kegiatan-kegiatan tambahan lainnya, misalnya yang berhubungan dengan soft skills, bagaimana bisa menjadi pebisnis online (bagi mahasiswa-mahasiswi yang jauh dari orang tua dan butuh uang tambahan demi lancarnya perkuliahan), dan lain sebagainya.
Akhir kata, semoga tulisan ini bermanfaat, bukan hanya untuk kakak tingkat yang menjadi panitia ospek, namun juga berguna untuk Maba dan masyarakat.
Selamat menempuh kehidupan baru sebagai mahasiswa.
Salam Kompasiana
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H