"Nyesal aku pilih dia!"
Perkataan itu keluar dari mulut Dina (bukan nama sebenarnya), seorang teman yang mengeluhkan tentang kelakuan suaminya.
Dina jengkel dengan suaminya yang ternyata "cerewet" perihal makan.Â
"Tidak bisa makan seafood-lah, gak suka ini-lah, gak mau itu-lah. Dia terkadang makan masakanku, tapi seperti terpaksa. Dimakan, tapi masih tersisa banyak. Terpaksa aku yang habiskan," keluh Dina.
Namun, yang membuat Dina tambah menyesal memilih Ronald (nama samaran) sebagai suami adalah ternyata sang suami selingkuh dengan perempuan lain, bahkan dari perselingkuhannya tersebut, "terbitlah" anak.
"Apa sih kurangnya diriku? Dulu, aku menerima dia apa adanya. Meskipun dia cuma mahasiswa dan belum bekerja. Aku membantu dia. Membiayai kuliahnya. Bahkan waktu dia ingin melanjutkan ke S-2, aku bantu dengan dana.Â
"Apakah karena aku tak mungkin memberikan anak karena sudah berusia lanjut, sehingga dia berpaling kepada wanita lain untuk mendapatkan keturunan?..."
Sedih mendengar kisah seperti kasus Dina ini. Ibarat kata, habis manis, sepah dibuang. Apa yang sudah diperbuat Dina dibalas Ronald dengan tak sepatutnya. Air susu dibalas dengan air tuba.
Pikir matang-matang sebelum menikah
Sebagai guru yang sudah bertahun-tahun mengajar, saya tidak asing lagi dengan pengalaman yang diterima Dina. Ada beberapa peserta didik saya yang berasal dari keluarga broken home. Ayah dan ibu bercerai.
Alasannya? Macam-macam.