"Duh, lama banget!"
Begitulah komentar saya lima tahun yang lalu sewaktu mengurus STNK lima tahunan dan Pelat nomor sepeda motor saya. Kalau tidak salah, butuh waktu sekitar hampir tiga jam mulai dari cek fisik kendaraan sampai STNK saya hadir di genggaman.
Yah, memang waktu itu, untuk mengurus STNK lima tahunan dan Pelat harus di kantor Samsat Penuh, Samarinda di Jalan Wahid Hasyim. Kebetulan, waktu itu awal bulan pula. Bagaimana padatnya Samsat waktu itu? Luar biasa padatnya.
Untuk pelat, saya harus menunggu. Saya lupa pastinya berapa bulan. Yang jelas, lebih dari sebulan.
Saya sudah berpikir yang tidak-tidak sewaktu harus mengurus STNK lima tahunan dan Pelat yang akan segera habis masa berlakunya di akhir Juli 2020 ini.
Kenapa berpikir yang tidak-tidak?
Karena prosedur yang sudah jelas pasti sangat berbeda dari sebelum-sebelumnya dan entah berapa lama harus menunggu di Samsat.
Saya lupa tanggal pastinya. Saya tanpa sengaja bertemu dengan salah seorang teman lama di pinggir jalan pada jam enam pagi. Waktu itu saya sedang jalan pagi. Sekadar berolahraga di dekat rumah. Seseorang yang berasal dari arah berlawanan menghentikan sepeda motor di sebelah saya, lalu membuka kaca helmnya.
"Pak Anton, lagi ngapain?" tanyanya.
"Jalan-jalan santai aja," jawab saya. Saya mengenali Pak Hadi, teman lama saya. Seorang guru SD. Meskipun Pak Hadi mengenakan masker, suara dan sepeda motor andalannya tentu saja tak saya lupakan, karena saya dulu akrab dengan beliau.
"Oh," jawab Pak Hadi singkat.
"Ini pagi-pagi mau kemana, Pak?" tanya saya heran.
"Mau ke Samsat Wahid Hasyim."
"Ngapain pagi-pagi begini? Samsat kan belum buka," Saya bertambah heran.
"Ngambil nomor antrean."
"Kan bukanya jam delapan."
"Kalau ambilnya jam delapan, bakalan dapat nomor 40-an, 50-an atau mungkin lebih dari itu."
Saya pun berpikir keras setelah Pak Hadi berlalu.Â
Masa harus ambil nomor antrean jam segini? Wah, capek deeeeh...
Bagi saya, sangat aneh kalau Samsat menerapkan cara seperti itu.
Akhirnya, waktu saya tiba...
Dengan sangat terpaksa, pada tanggal 17 Juli 2020, di hari Jumat, saya mengendarai tunggangan saya yang sudah menemani selama sepuluh tahun, dari awal keluar dealer sampai sekarang, menuju Samsat tercinta.
Apa mereknya? Rahasia. Nanti dikira promosi lewat. Cukuplah saya, sang motor, petugas Samsat, anggota keluarga, dan Tuhan saja yang tahu.
Oya, sebelumnya saya mohon maaf kalau tidak menyertakan gambar atau foto dokumentasi, karena smartphone saya rusak di awal Juli. Itulah sebabnya, saya kurang produktif menyumbangkan tulisan di Kompasiana di bulan Juli ini.
Meskipun begitu, menulis tetap jalan terus. Tak ada smartphone, tidak masalah. Kertas, buku, dan pulpen pun jadilah. Terbitlah tulisan receh ini.
Sekarang, tulisan ini bisa saya bagikan, karena ada rezeki untuk membeli smartphone baru.
Beberapa hari sebelumnya, saya sudah bertanya pada beberapa teman dan mereka menginfokan bahwa saya datang jam 07.30 saja. Jangan jam enam pagi. Kepagian.
"Sekarang ada satu lagi kantor Samsat Penuh yang dibuka di Samarinda Seberang guna melayani pembayaran PKB STNK lima tahunan dan Pelat," kata Simon (nama samaran), salah seorang teman yang juga baru mengurus STNK beberapa hari sebelumnya.
Jadi karena sekarang di Samarinda ada dua kantor Samsat Penuh yang melayani pembayaran PKB STNK lima tahunan dan Pelat, sedikit banyak, akan mengurangi kerumunan membeludak di Samsat Penuh Jalan Wahid Hasyim.
Saya pun tiba di Samsat Penuh Jalan Wahid Hasyim pada pukul 07.30 WITA (Waktu Indonesia Tengah). Saat itu, sudah lumayan banyak warga yang ingin mengurus perpanjangan pajak kendaraan bermotor, balik nama, dan lain-lain.
Saya melajukan sepeda motor ke parkiran bawah, tempat dimana cek fisik kendaraan dilakukan.
Masih sepi waktu itu. Sudah ada sekitar lima orang yang menaruh berkas persyaratan untuk pengurusan perpanjangan STNK lima tahunan dan Pelat, yaitu STNK asli, fotokopi STNK, fotokopi BPKB, dan fotokopi KTP.
Tunggu punya tunggu selama satu jam. Jam 08.30 WITA, layanan dibuka. Cek fisik kendaraan bermotor dilakukan satu per satu. Syukurlah, berjalan cepat dan mulus, lalu saya diarahkan ke lantai satu untuk menuntaskan semua prosedur.Â
Terlebih dahulu, saya mengambil nomor antrean, cuci tangan, dan diukur suhu badan dengan thermogun sebelum diizinkan memasuki ruangan.Â
Suhu oke. Saya diizinkan masuk. Saya memberikan nomor antrean kepada bapak yang bertugas di loket dekat pintu masuk, dan prosedur-prosedur berikutnya, mulai dari pembayaran sampai memperoleh STNK dan Pelat, saya rasa, Anda sudah mengetahuinya.
Saran untuk Samsat
Dari pengalaman mengurus STNK dan Pelat hari itu, saya memberanikan diri untuk memberikan saran kepada pengelola Samsat, di kota Samarinda pada khususnya dan di Indonesia pada umumnya.
Ada tiga saran yang ingin saya berikan.
1. Â Perbanyak kantor layanan Samsat Penuh
Selama ini, untuk mengurus STNK lima tahunan dan Pelat, warga harus mengurusnya di kantor Samsat Penuh di kota masing-masing. Pengalaman saya selama beberapa kali menunjukkan betapa banyaknya masyarakat yang tumpah ruah ke Samsat Penuh untuk mengurusnya.
Menurut saya, dua Samsat Penuh seperti di Samarinda (sejauh yang saya ketahui, baru ada dua Samsat Penuh di Samarinda) tidak cukup untuk menanggulanginya.Â
Seperti halnya beberapa Samsat Pembantu yang melayani pajak satu tahunan dan sudah terbukti membantu warga untuk mengurus STNK tahunan mereka dengan cepat; Samsat yang bertugas untuk menangani STNK lima tahunan dan Pelat perlu ditambah lagi, apalagi di masa pandemi covid-19 saat ini.
Saran saya, seandainya diterima saran saya ini, tambah lagi cabang-cabang Samsat Penuh di setiap kecamatan, sehingga warga tidak perlu jauh-jauh datang ke Samsat Penuh yang jaraknya jauh dari tempat tinggal mereka untuk mengurus pajak STNK lima tahunan dan Pelat.
2. Terakan nomor loket secara jelas
Yang menjadi persoalan lain dari prosedurnya adalah masalah nomor loket. Nomor loket yang tidak jelas.
Yang menjadi kebingungan setelah menaruh map berisi berkas-berkas fotokopi STNK dan kawan-kawan di loket 1 adalah sewaktu mendengar nama saya dipanggil dan harus menuju loket 5 untuk membayar pajak kendaraan bermotor.
Masalahnya, nomor loket yang tersedia hanya 1, 2, dan 3. Sejauh mata memandang, tidak ada nomor 4, 5, 6, dan 7 seperti yang dikumandangkan pengeras suara.
Padahal banyak loket yang tersedia.
Untungnya, saya melihat bapak dengan nomor urut sebelum saya maju ke suatu loket, dan saya mengikuti saja, karena ada dua teller di satu loket. Dan untungnya lagi, sang teller mengucapkan nama saya lagi, untuk memastikan kebenaran kalau saya tidak salah membayar pajak punya orang lain.
Saya pun membayar. Kemudian setelah selesai, saya menunggu panggilan dari loket berikut (saya lupa nomor berapa yang disebutkan. Kalau tidak salah loket 7, yang tidak tahu dimana).
Waktu duduk di kursi lainnya, saya menengadah ke atas loket 5 tadi. Ternyata ada display digital yang menampilkan nomor antrean yang dipanggil. Saya tidak tahu kalau ada display tersebut. Kalau tahu, pasti tidak bingung tadi.
Saran saya pada pengelola Samsat Samarinda (saya tidak tahu apakah pengalaman saya sama dengan Anda di Samsat Penuh lainnya di kota Anda perihal nomor loket) adalah sebaiknya Anda mencontoh bank-bank dengan menerakan indikator nomor loket dengan jelas, sehingga warga tidak bingung menuju ke loket yang disebutkan.
3. Percepat durasi proses cetak STNK dan Pelat
Yang selalu menjadi pertanyaan di benak saya saat mengurus STNK lima tahunan dan Pelat adalah estimasi durasi proses cetak STNK dan Pelat.
Berapa lama sih sebenarnya?
Itu yang selalu berseliweran di benak saya. Padahal, kalau seandainya diberitahukan estimasi durasi dari proses cetak sampai jadinya, warga tidak akan bertanya-tanya.
Sebetulnya, prosedur yang dulunya harus mengisi formulir "ini dan itu" sudah dipangkas sewaktu cek fisik dan sebelum memasukkan berkas ke loket 1. Saya sangat mengapresiasi hal tersebut. Gerak cepat seperti itu memangkas birokrasi berbelit tempo doeloe yang tidak praktis dan diganti dengan digital. Layak diacungi dua jempol.
Dan akan lebih bagus lagi kalau seandainya proses cetak STNK dan Pelat pun bisa dipercepat. Dengan begitu, warga tidak menunggu terlalu lama.
Seperti pengalaman saya tadi, kalau terhitung sejak loket cek fisik dibuka pada pukul 08.30 WITA sampai pembayaran usai pada pukul 09.00 WITA, maka hanya memakan waktu 30 menit.
Namun, sewaktu menunggu STNK dan Pelat jadi, membutuhkan waktu hampir satu jam.
Percakapan dengan bapak-bapak di sekeliling berkenaan dengan lamanya menunggu jadinya STNK dan Pelat pun berseliweran. Ada yang bilang, "Karena menunggu cat pada Pelat mengering." Ada lagi yang berkata, "Mungkin sekaligus banyak, baru diberikan."
Apapun itu, sebaiknya sesegera mungkin diberikan, supaya warga, terutama yang harus tetap bekerja di hari tersebut tidak dimarahi bos karena melalaikan tanggung jawab.
Apresiasi kepada Samsat
Terlepas dari kekurangan tentang durasi, upaya Samsat untuk memberikan pelayanan maksimal pada publik layak diapresiasi.
Kiranya Samsat tetap mengembangkan diri dan terus berinovasi untuk memberikan layanan yang terbaik kepada masyarakat.
Akhirnya, STNK dan Pelat sudah saya pegang.
Bagaimana dengan Anda?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H