"Untuk apa, Pak? Toh, gaji kita cuma segini-gini aja. Naiknya cuma setahun sekali. Itu pun tak seberapa. Mau nambah ilmu atau nggak, ya sama aja. Nggak ngaruh sama kesejahteraan kita," kata Bu Donna (nama samaran).
"Sudah tua, Pak. Otak sudah tidak mampu lagi untuk belajar," jawab Pak Agus, bukan nama sebenarnya (Aneh. Menyuruh murid belajar, tapi gurunya malah malas belajar!).
"Percuma saya belajar metode-metode pengajaran atau hal-hal terbaru tentang bahasa Inggris kalau ujung-ujungnya tidak sesuai dengan kurikulum. Lagipula, saya juga sibuk dengan tugas administrasi dari sekolah. Mana sempat belajar lagi," kata Bu Linda (nama samaran).
Usia boleh bertambah, kurikulum boleh berubah, gaji boleh "diam di tempat", tapi biar bagaimana pun, sebagai guru yang digugu dan ditiru, kita harus memberikan contoh yang baik.
Haus untuk belajar, terus mengembangkan kemampuan diri meskipun terkadang semangat belajar itu seperti 'yoyo'. Kadang naik, kadang turun.
Tapi saya tetap menjaga rasa "haus" tersebut. Supaya api semangat mengajar bahasa Inggris tetap menyala. Apalagi di saat covid-19 melanda. Saya berusaha mencari cara bagaimana saya masih bisa "mengajar" banyak peserta didik walaupun melalui media online.
Lewat tulisan di Kompasiana dan video pembelajaran di akun YouTube, saya malah bisa menjangkau lebih banyak "murid" yang tertarik untuk belajar bahasa Inggris.
Baca juga :Â 3 "Peralatan Tempur" bagi Pelajar dan Mahasiswa Demi Kemampuan Berbahasa Inggris yang Excellent
Baca juga :Â 3 Langkah Taktis bagi "Newbie English Teacher" Sebelum Mengajar Anak SD
Intinya di poin kedua ini, dengan terus belajar tentang bahasa Inggris dan pernak-perniknya, guru akan terus bersemangat dalam mengajar, karena selalu ada hal-hal baru yang bisa diterapkan dalam proses belajar mengajar.
3. Ikut serta dan aktif dalam komunitas guru/pendidik bahasa InggrisBerada dalam suatu kelompok yang mempunyai minat atau hobi yang sama akan menimbulkan semangat dan aura positif untuk berubah ke arah yang lebih baik.