Mohon tunggu...
Hamdali Anton
Hamdali Anton Mohon Tunggu... Guru - English Teacher

Saya adalah seorang guru bahasa Inggris biasa di kota Samarinda, Kalimantan Timur. || E-mail : hamdali.anton@gmail.com || WA: 082353613105 || Instagram Custom Case : https://www.instagram.com/salisagadget/ || YouTube: English Itu Fun

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Orangtua Mengerjakan PR Anak, Salahkah?

21 Maret 2020   09:37 Diperbarui: 22 Maret 2020   16:41 3127
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Ini gurunya kasih tugas lewat WA. Kalau ada PR, tolong kerjakan ya, Pak..."

Corona membuat proses belajar mengajar menjadi "berbeda". Dari yang biasanya offline, tatap muka menjadi online, dalam jaringan atau disingkat daring. Kalau terjadi di jenjang kuliah seperti universitas dan akademi, tidak menjadi soal. Yang menjadi masalah, ini terjadi di jenjang sekolah. 

"Kondisi yang membuatnya menjadi seperti ini. Apa boleh buat. Daripada anak tidak belajar," kata Pak Jarwo (bukan nama sebenarnya), salah satu teman yang berprofesi sebagai guru di sebuah SMK di Samarinda. 

Ya, tidak masalah. Internet memungkinkan untuk itu. Sekaranglah saatnya menggunakan internet dengan bijak. Daripada terus-menerus menggunakan gawai untuk hal-hal yang unproductive dan unfaedah, yah sekaranglah saat untuk memakai teknologi dengan benar.

Tapi, tunggu dulu.

Ada satu hal yang menyangkut di kepala saya. Sesuatu yang membuat kepala terasa gatal dan ingin menggaruknya. 

Pesan WA di awal tulisan ini adalah salah satu dari begitu banyak pesan WA ortu yang membuat saya geleng-geleng kepala. 

Dalam otak saya selalu berkecamuk satu pertanyaan mendasar yang sebelumnya sudah ada sebelum Corona muncul. Pertanyaan itu adalah:

"Yang sekolah ini siapa, ortu (plus guru les) atau anaknya?"

"Tapi kan kasihan anaknya, Pak, kalau kita tidak bantu!", kata Bu Donna (nama samaran), orangtua murid les.

Membantu? Membantu atau menjerumuskan? 

Positifnya ortu mengerjakan PR anak

Tidak adil kalau berpikir dari satu sisi saja. Apa sih positifnya orangtua mengerjakan PR anak?

1. Cepat selesai

Yah, tak bisa dipungkiri, di hari biasa saja, bisa 100 nomor, apalagi saat 14 hari isolasi diri karena Covid-19!

"Anak gak ngerti, Pak. Belum diajarin guru, katanya. Daripada lama gak selesai-selesai, ya sudah, saya kerjakan saja," kata Bu Lina, bukan nama sebenarnya, orangtua murid les. 

Saya pernah mendapat kasus seperti ini bulan lalu. Terpaksa saya mengerjakan. 40 nomor soal Matematika ini bukan pilihan ganda semua, tapi juga ada soal isian dan uraian. Harus ada caranya lagi! 

Yah, dengan orangtua (dan guru les) mengerjakan PR anak, tugas cepat selesai. 

2. Anak tidak perlu duduk lama di kursi sampai bikin pantat sakit plus bisulan

Paling susah menyuruh anak usia dini duduk manis dan tenang, meskipun hanya semenit saja. Memang, sudah merupakan kodratnya kalau mereka masih dalam suasana usia bermain. Duduk rapi, manis, tenang, jauh dari sifat anak-anak. 

Anda bisa bayangkan bagaimana anak "terpaksa" duduk selama dua jam lebih dan mengerjakan PR yang seabrek? Saya sudah melihat dan mengalaminya di depan mata saya waktu mengajar les, dan memang itu tidak enak. 

Jadi bisa dipahami kalau orangtua mengerjakan PR anak. "Daripada anak stress duduk di kursi sampai bikin pantat panas plus bisulan, kan lebih baik orangtua yang ngerjakan," kata Pak Tino (nama samaran), salah satu ayah yang langka saat ini, yang masih sempat mengerjakan PR anak. 

Negatifnya ortu mengerjakan PR anak

Nah, di atas sudah dibahas positifnya. Sekarang apa sisi negatifnya kalau ortu mengerjakan PR anak?

1. Anak tidak akan mandiri, selalu tergantung pada orangtua kalau mendapat "masalah"

Sangat jelas terpampang nyata pada beberapa anak yang les dengan saya. Kebanyakan dari mereka sangat tergantung dengan saya. Bukannya mencoba mengerjakan dulu sebisa mereka, malahan mereka sudah angkat "bendera putih", menyerah sebelum mengerjakan PR. 

Contohnya, pesan WA di awal tulisan ini adalah cerminan dari ketakberdayaan anak yang sebenarnya dipupuk oleh orangtua. 

Pada dasarnya, semua orangtua pasti sayang pada anak mereka dan tidak ingin anak mereka mendapat kesulitan, tapi dengan mengerjakan PR anak, dan anak tinggal menyalin ulang jawaban, terlihat anak itu sangat tergantung pada orangtua. 

Saya bisa berkata begitu, karena beberapa murid les saya berkata seperti ini:

"Bapak kerjakan. Saya gak ngerti. Nanti saya tinggal salin jawaban bapak," kata Dian, bukan nama sebenarnya, siswi kelas 6 SD. 

"Ini kan soal simulasi. 40 soal. Kalau bapak yang kerjakan, bapak yang pintar, kamu gak," saya berusaha memberi pemahaman akan pentingnya dia mengerjakan sendiri. 

"Biasanya juga mama dan kakak yang kerjakan PR-ku. Gak papa, kok. Guru juga gak tau kalau itu ortu, saudara atau guru les yang ngerjakan," kata Dian dengan enteng. 

Akhirnya, terpaksa saya menuruti, meskipun ada peperangan batin di hati. "Aku cuma jadi penjawab soal PR, bukan guru les. Seandainya mbah Google bisa ngerjain, sepertinya guru les sudah gak laku."

2. Anak tidak akan berpikir kreatif untuk mencari solusi pemecahan masalah

Kreatif. Masalah selalu akan ada selama kita masih hidup di dunia ini. Oleh karena itu, kemampuan berpikir kreatif dibutuhkan untuk mencari celah, akar masalah; menganalisa; menyimpulkan; serta memutuskan solusi apa yang tepat untuk memecahkan masalah yang sedang dihadapi di depan.

Gimana bisa berpikir kreatif, kalau belum berusaha saja sudah ada intervensi orangtua untuk memecahkan "masalah" (dibaca : PR) anak dan anak pun berkata, "Ada Papa dan Mama, semua beres".

3. Yang jadi pintar itu orangtuanya, bukan anaknya

"Ini ulangan Kiki dapat nilai 2. Tolong jelaskan apa saja jawabannya yang salah, biar dia paham."

Permohonan Bu Linda (bukan nama sebenarnya) sudah saya hafal. 

Kiki (nama samaran), siswi kelas 4 SD, sebenarnya kurang lebih sama dengan Dian yang sudah kita bahas sebelumnya di poin kedua di atas. Karena orangtua yang mengerjakan PR-nya, dia jadi manja, tidak mau mengerjakan. 

Alih-alih, orangtua yang mengerjakan, dan juga guru lesnya, yaitu saya, meskipun saya sudah katakan di awal pada orangtua Kiki, bahwa kalau orangtua yang mengerjakan PR, yang pintar ya orangtuanya, bukan anaknya. 

Ada 20 soal, betul cuma satu nomor. Ya, tidak heran! Orangtuanya yang pintar, bukan anaknya! 

Saran bagi orangtua

Dari positif dan negatifnya di atas, pasti Anda semua sudah bisa menebak ke arah mana tulisan ini berpihak ^_^.

Bagi saya pribadi, lebih banyak negatif daripada positifnya berdasarkan pengalaman dan pengamatan saya selama ini.

Sebagai guru, kebanyakan dari kami berada dalam pihak yang selalu disalahkan kalau peserta didik tidak bisa mencapai prestasi yang memuaskan. Padahal, apalah artinya enam sampai tujuh jam di sekolah dan bimbel dibandingkan waktu 17 sampai 18 jam di luar sekolah, dalam hal ini di rumah dan lingkungannya.

Orangtua yang mempunyai peran utama yang sebenarnya dalam tumbuh kembang anak, bukan hanya dari fisik belaka, tapi juga dari segi mental dan spiritual. 

Oleh karena itu, sebagai salah seorang guru, saya memberanikan diri, memberikan saran pada Bapak dan Ibu selaku orangtua yang sayang pada anak dan ingin anak maju, bukan hanya dalam prestasi sekolah, namun agar anak bisa lulus dalam sekolah kehidupan kelak saat anak itu dewasa. Ada 3 saran yang dapat dilakukan oleh orangtua:

1. Biarkan anak mengerjakan sendiri terlebih dahulu (sambil diberi pengarahan)

Ibarat kata, waktu kecil dulu, kita semangati anak kita untuk belajar berjalan. Jatuh sesekali itu biasa, karena masih belum lancar berjalan. Coba bayangkan kalau seandainya kita larang anak kita belajar berjalan gara-gara jatuh. Pasti tidak akan bisa berjalan nantinya.

Biarlah anak mencoba mengerjakan PR sendiri. Tentu saja, Anda sebagai orangtua, alangkah eloknya kalau menemani mereka belajar. Dengan begitu, Anda jadi tahu tingkat kesulitan soal yang dihadapi anak. 

Jelaskan kalau ada soal-soal yang anak tidak mengerti, tapi jangan mengerjakannya. Berikan contoh.Dengan begitu, anak belajar mandiri. Salah itu lumrah kalau di awal. Lama-lama akan tahu letak kesalahannya, dan di saat sudah tahu, mereka akan bisa mengerjakan soal-soal sejenis. Kalau orangtua mengerjakan, anak tidak akan pernah bisa mengerjakan. 

2. Sediakan buku-buku penunjang di rumah

Ini yang saya prihatinkan. Kurangnya minat baca anak. Tidak mengherankan karena kebanyakan keluarga Indonesia tidak punya kegemaran membaca, khususnya membaca buku fisik, dan tidak ada perpustakaan keluarga di rumah. 

Alih-alih, TV layar datar dan hape canggih jadi "teman" sehari-hari keluarga. 

Penuhi kebutuhan anak akan buku penunjang. Saya pribadi kurang setuju kalau harus mencari jawaban di mbah Google, karena proses mencari di buku fisik akan lebih berkesan dan lebih 'awet' di ingatan, meskipun sedikit lebih lama dalam mencarinya. 

Anda bisa membeli buku-buku penunjang dan buku-buku bacaan lainnya untuk menumbuhkan minat baca anak. Bisa juga dengan meminjam buku di perpustakaan sekolah, kota, dan provinsi, kalau anggaran rumah tangga terbatas untuk membeli buku. 

3. Konsultasi dengan guru perihal pekerjaan rumah

"Takutnya bapak sibuk... "

Kata-kata ini keluar dari salah seorang ibu, orangtua murid SD dulu, sebut saja Bu Winda, yang saya minta datang ke sekolah karena anaknya, Lani (bukan nama sebenarnya) sering tidak masuk sekolah tanpa keterangan apa-apa dan sering tidak mengerjakan PR. 

Komunikasi dengan guru tentu saja perlu, karena Anda tidak berada di sekolah, sehingga kesulitan guru dalam mendidik anak Anda di sekolah tidak Anda ketahui. 

Oleh karena itu, tak ada jalan lain, Anda harus pro aktif. Tentu saja, dengan sopan, menelepon terlebih dahulu, menanyakan kapan bisa bertemu, karena guru juga manusia. Punya keluarga, punya aktivitas lain di luar jam mengajar. Mungkin punya usaha lain, atau yang sejenisnya. Karena kalau cuma mengandalkan gaji guru, tentu saja tidak cukup untuk hidup. 

Konsultasi untuk kebaikan anak, perkembangannya ke depan, dan peningkatan prestasi akademik, serta untuk menggali potensi yang mungkin selama ini Anda tidak tahu dan tidak menyadari kalau anak Anda mempunyai talenta di bidang tertentu. 

* * *

Kiranya tulisan ini bisa menyadarkan Anda semua, para orangtua, bahwa kasih sayang tidak bisa dilimpahkan dengan cara mengerjakan PR anak dan anak tinggal terima beres. Didik mereka, persiapkan diri mereka agar bisa gigih, tangguh, dan siap menghadapi dunia yang keras saat mereka dewasa kelak.

Akhir kata, didiklah anak kita menjadi pribadi yang mandiri, tangguh dan berbudi luhur, sehingga tidak membuat malu orangtua, bangsa dan negara.

"Anak, cerminan dari orangtua."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun