Mohon tunggu...
Hamdali Anton
Hamdali Anton Mohon Tunggu... Guru - English Teacher

Saya adalah seorang guru bahasa Inggris biasa di kota Samarinda, Kalimantan Timur. || E-mail : hamdali.anton@gmail.com || WA: 082353613105 || Instagram Custom Case : https://www.instagram.com/salisagadget/ || YouTube: English Itu Fun

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama FEATURED

Kenapa TOEFL Menjadi Momok Calon Sarjana Menjelang Wisuda?

19 Maret 2020   09:46 Diperbarui: 24 Mei 2021   08:13 7434
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber Gambar : www.phrasemix.com

"Sudah ikut berkali-kali, tapi tetap gagal juga!"

Keluhan yang entah sudah yang keberapa kalinya saya dengar. Kewajiban mengikuti TOEFL bagi mahasiswa yang sebentar lagi menyandang gelar sarjana. Tidak lulus TOEFL sebenarnya tidak masalah, namun keuntungan mendapat ijazah berbahasa Inggris (selain ijazah yang sesuai dengan jurusan) jadi terbang melayang. 

Kalau untuk guru bahasa Inggris atau jurusan Sastra Inggris, wajib lulus TOEFL. Masa sudah jurusan Inggris, gak lulus TOEFL! Malu, dong.

Kalau tidak salah, dulu waktu saya masih kuliah, nilai TOEFL minimal untuk mahasiswa FKIP program studi Pendidikan Bahasa Inggris (S1) adalah 450 dan mahasiswa dari fakultas lain cukup mendapat minimal 400.

Untuk mendapat nilai minimal di atas, sungguh bukan pekerjaan yang mudah. Setelah berkali-kali mengikuti TOEFL, akhirnya saya lulus. Dari pengamatan, saya menyimpulkan, ada tiga sebab mengapa TOEFL menjadi momok calon sarjana menjelang wisuda.

1. Sebab 1 - Jarang mendengarkan percakapan atau pemaparan dalam bahasa Inggris 

Sumber Gambar : www.phrasemix.com
Sumber Gambar : www.phrasemix.com
Bagian awal dari TOEFL adalah tes Listening. Ini merupakan bagian yang menjadi kendala terbesar.

"Bicaranya terlalu cepat."

"Waktunya terlalu singkat untuk mengerjakan."

"Gak ngerti si bule ngomong apa."

Sebenarnya, masalah terbesar dari kesulitan mengerjakan soal listening adalah tidak terbiasa mendengarkan percakapan atau ujaran lisan dalam bahasa Inggris. 

Imbas dari tidak suka membaca adalah salah satu faktor sulitnya berbicara dalam bahasa Inggris, karena mau berbicara dalam bahasa Inggris, tapi tidak mempunyai kosa kata yang memadai, lalu mau ngomong apa? 

Belum lagi, kebanyakan orang menempelkan stigma "pamer kebiasaan" pada orang-orang yang bisa berbicara dalam bahasa Inggris. Saya dulu pernah mendapat cap itu dari orang-orang di sekitar saya. Mereka menganggap saya "aneh", karena berbahasa Inggris. 

Bagaimana mau bisa berbahasa Inggris kalau menganggap orang yang berbicara dalam bahasa Inggris itu aneh?

Akibatnya, tak heran kalau tes listening menjadi rumit bin sukar. 

Sebenarnya, untuk menguasai pemahaman mendengar (listening comprehension), tidaklah terlalu sukar. Cukup dengan membiasakan telinga untuk mendengar percakapan dan ujaran-ujaran berbahasa Inggris. 

"Susah ketemu orang bule sekarang ini."

Ini alasan yang masih sering saya dengar dari banyak orang. Herannya, generasi milenial ada juga beberapa yang berpendapat seperti itu. 

Sebenarnya, dengan teknologi saat ini, aktivitas "mendengar" sangatlah mudah untuk dilakukan. Mendengar siaran radio berbahasa Inggris seperti BBC, Voice of America (VOA), atau yang sejenisnya sangatlah gampang untuk dikerjakan. 

Smartphone memfasilitasi keinginan mendengar siaran radio kesayangan. Tidak ada masalah waktu, batas wilayah, dan jarak yang menjadi kendala untuk maju. 

Dulu saya mendengarkan siaran radio BBC dan VOA dari sebuah radio transistor dengan 4 bands. Short Wave 2 (SW2) menjadi andalan, karena cuma itu satu-satunya saluran yang memungkinkan saya pada waktu itu untuk mendengarkan siaran radio berbahasa Inggris. 

Sumber Gambar : www.lifewire.com
Sumber Gambar : www.lifewire.com
Kapan saya mendengarkan? Biasanya di sore hari karena saya punya waktu lowong dari jam 5 sampai 6 sore, tapi kalau di hari Minggu, saat subuh adalah saat terbaik karena penerimaan sinyal radio pada saat dini hari sangat "kuat". 

"Kuat" di sini adalah suara yang diterima radio "agak lebih jernih" dibandingkan zona waktu siang, sore, apalagi malam hari. 

Apakah hanya mendengar secara pasif? Tentu saja tidak. Saya mendengar sambil menuliskan kata-kata yang bisa saya tangkap di telinga saya. Setelah selesai mendengar suatu berita, misalnya, lalu saya menyimpulkan berita tersebut. 

Jadi bukan hanya skill listening yang terasah, tapi juga writing, reading, dan juga speaking, karena setelah menulis, saya menceritakan kembali berita yang saya dengar dan tulis secara lisan. 

Listening - Writing - Reading - Speaking. Four in One. 

Sekarang saya bisa mendengarkan siaran radio berbahasa Inggris dengan alat bantu handphone. Aplikasi handphone sangatlah memudahkan saya dalam menangkap siaran radio berbahasa "bule" tadi. TuneIn salah satunya. Sangat memudahkan untuk mendengar siaran radio kesayangan. 

Imbas dari kebiasaan mendengar siaran radio berbahasa Inggris dulu saat kuliah, saya jadi bisa meningkatkan pemahaman mendengar, sehingga nilai mata kuliah Listening Comprehension dan TOEFL membaik. 

Jadi, gunakan handphone kita untuk meningkatkan skill listening, bukan hanya untuk main game online dan nonton video saja. 

2. Sebab 2 - Jarang membaca buku atau literatur berbahasa Inggris 

Sumber Gambar : www.facetofeet.com
Sumber Gambar : www.facetofeet.com
Sudah jamak kita ketahui secara luas bahwa yang populer di Indonesia adalah budaya lisan, bukan budaya baca. Makanya kebanyakan orang Indonesia masih mudah percaya dengan berita-berita yang sebenarnya tak jelas sumbernya dan tidak bisa dipertanggungjawabkan kebenarannya. 

Apalagi dengan adanya televisi dan handphone, semakin "meninabobokan" kesadaran akan pentingnya membaca. Saya "sedikit" kecewa dengan beberapa peserta didik saya yang orangtuanya meminta saya untuk mengajar bahasa Inggris kepada putra-putri mereka. 

Anak-anak ini sudah duduk di kelas XII SMA atau SMK (saya baru mengajar les privat pada mereka waktu di kelas XII SMA/SMK pada semester 2 ini). Mereka seharusnya sudah mempunyai kosa kata bahasa Inggris yang cukup mumpuni, tapi kenyataannya sangat jauh dari harapan. 

Kebanyakan dari mereka mempunyai kosa kata yang sangat minim. Waktu saya ajak bercakap-cakap dalam bahasa Inggris, kebanyakan dari mereka sangat "miskin" wawasan dan perbendaharaan kata. 

Dalam membaca dan menulis juga begitu. Kalau ada kata-kata yang mereka tidak tahu artinya, alih-alih mencari makna kata di kamus fisik, mereka langsung bertanya pada saya, guru mereka.

"Gak ada kamus, Pak. Kan juga gak boleh pake handphone, jadi gak bisa pake Google Translate," kata Doni (bukan nama sebenarnya), salah seorang murid privat saya, siswa SMK. 

"Bingung cari di kamus, Pak. Banyak tulisan. Kelamaan. Kalau tanya sama bapak kan cepat, hehehe," kata Santi (nama samaran), siswi kelas XII di salah satu SMA di Samarinda.

"Tanya bapak aja. Bisa aja sih nyari di Google Translate. Hape kan di tangan. Tapi kalau nanya bapak kan gak perlu ngetik. Langsung dapat jawabannya," kata Edwin, bukan nama sebenarnya, salah satu siswa SMA favorit di Samarinda, jurusan IPA. 

Yang bikin jengkel, sebentar-sebentar melihat handphone dengan alasan, "Menunggu tugas dari guru sekolah, Pak. Gak papa ya, Pak."

Gimana mau fokus belajar kalau handphone ada di tangan? 

Apa jadinya dengan generasi ini saat mereka kuliah dan memasuki lapangan kerja? 

Generasi yang mayoritas tidak suka membaca. Jangankan buku atau literatur Inggris, buku atau literatur Indonesia saja jarang atau nyaris tidak dibaca sama sekali. 

Kebiasaan bermain game online atau nonton video di Youtube menjadi keseharian generasi saat ini. Miris melihatnya. Negara-negara maju seperti Singapura, Jepang, Korea Selatan, dan lain sebagainya punya budaya baca yang kuat. Makanya mereka bisa maju secara perekonomian dan intelektual. 

Tak heran, sampai mau menyandang gelar sarjana, hanya sedikit yang bisa lulus dengan nilai TOEFL yang memuaskan. Faktor jarang membaca buku atau literatur berbahasa Inggris menyebabkan minimnya kosa kata yang mereka punya. 

Bagaimana bisa mengerti soal TOEFL yang didengar dan dibaca kalau minim kosa kata yang dipunya? 

3. Sebab 3 - Tidak mengetahui tata bahasa Inggris secara mendalam

Sumber Gambar : tinasworlds.wordpress.com
Sumber Gambar : tinasworlds.wordpress.com
Belajar bahasa tidak terlepas dari aturan-aturan bahasa tersebut. Kita harus mengetahui tata bahasa dari bahasa yang kita ingin kuasai. Belajar bahasa Indonesia tidak lengkap kalau tidak mengetahui aturan-aturan dalam pengucapan dan juga dalam menulis, seperti menulis surat lamaran, misalnya.

Bahasa Inggris pun demikian. Punya banyak aturan tata bahasa yang sangat bertolak belakang dengan aturan tata bahasa Indonesia. Ada beberapa yang bisa disebutkan. 

Contohnya: hukum DM (Diterangkan - Menerangkan) dalam bahasa Indonesia, seperti buku biru, mobil mahal, monyet kecil, dan seterusnya (buku, mobil, dan monyet sebagai kata benda yang diterangkan; biru, mahal, dan kecil sebagai kata sifat yang menerangkan sifat atau kondisi dari kata benda sebelumnya). 

Dalam bahasa Inggris, hukumnya adalah MD (Menerangkan - Diterangkan), di mana posisi di balik, bukan book blue, tetapi blue book; bukan car expensive, tetapi expensive car; bukan monkey little, tetapi little monkey. 

Ini baru satu jenis aturan. Masih banyak aturan-aturan lain, seperti bentuk waktu (tenses) yang jumlahnya 16; kata depan (preposition); kata ganti orang (personal pronoun), dan lain sebagainya. 

Salah satu bagian soal dari TOEFL adalah structure, yang dalam hal ini menyangkut grammar, tata bahasa dan pernak-perniknya. Tidak ada cara lain dalam menguasai tata bahasa selain dengan membaca dan menulis, serta mempraktekkannya dalam percakapan sehari-hari. 

Sekarang sudah banyak buku-buku tata bahasa Inggris mulai dari harga termurah dengan kisaran puluhan ribu sampai yang paling mahal dengan rentang ratusan ribu rupiah yang tersedia di toko buku. 

Tidak ada dana? Tidak masalah. Kita bisa meminjam buku di perpustakaan; atau belajar dari internet, seperti dari blog dan youtube. 

Yang jelas, mengetahui tata bahasa Inggris secara mendalam, hukumnya adalah wajib, kalau ingin nilai TOEFL cemerlang. 

* * *

Demikianlah tiga sebab yang saya pikir menjadi faktor utama kegagalan meraih nilai TOEFL maksimal. Kiranya bisa membantu para calon sarjana supaya bisa lulus TOEFL, dan juga menjadi bekal setelah sarjana. 

Jangan hanya sekadar mengejar nilai TOEFL yang bagus, namun kemampuan berbahasa Inggris malah acakadut setelahnya, karena tidak dilatih lagi. 

Tetaplah mengembangkan kemampuan berbahasa Inggris sampai kapan pun juga. Apalagi kalau Anda seorang karyawan. Kemampuan berbahasa Inggris adalah nilai plus tersendiri. Spoken sudah luar biasa, apalagi bisa Written juga, jadi lebih luar biasa. 

Jangan sampai TOEFL lulus dengan nilai gemilang, tapi sewaktu di tes wawancara dalam bahasa Inggris malah terbata-bata. Kan malu.

Bisa-bisa si interviewer melontarkan pertanyaan nyelekit, "Kamu ini lulus TOEFL murni atau pake jasa joki?"

Mudah-mudahan Anda tidak pake jasa begitu

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun