Ini adalah perkataan dosen saya dulu, sebut saja Josh Ryan, yang mengajar saya dan teman-teman waktu kami kuliah saat itu, bertahun-tahun yang lalu (Sekarang beliau tidak mengajar di universitas kami. Saya kehilangan kontak dengan beliau.).
Bukan hanya sekali saya mendengar hal ini. Beberapa kenalan saya, yang juga orang bule seperti Josh Ryan, juga bertutur yang kurang lebih sama.
Bagi mereka, ketiadaan kontak mata menimbulkan rasa tidak suka dan tidak percaya.
Tidak suka, karena berarti perkataan orang-orang bule tadi tidak didengarkan dengan saksama oleh lawan bicara. Bagi mereka, kontak mata menunjukkan fokus sepenuhnya, seratus persen pada percakapan lawan bicara.
Tidak percaya, karena bagi mereka, orang-orang yang tidak berani menatap mata, bisa dikategorikan sebagai orang yang tidak jujur, orang yang tidak bisa dipercaya.
Memang agak susah kalau berkaitan dengan kontak mata, karena kebanyakan, kalau di kebiasaan kita, orang timur, terutama di Indonesia, menatap mata orang lain dalam waktu lama terkesan 'menantang'. Apalagi, kalau ada anak nakal di sekolah yang menatap mata gurunya dengan lebar. Dulu dianggap kurang ajar, karena terlihat tidak sopan dan seakan tidak sadar akan kesalahannya.
Namun, dulu dengan sekarang jelas berbeda. Apalagi dengan adanya gawai yang kebanyakan mengganggu fokus, sehingga terkesan tidak memperhatikan dengan sepenuhnya, tidak mendengar dengan sejelas-jelasnya, karena perhatian terbagi. Telinga mendengar suara lawan bicara dan perkataan-perkataan sang lawan diproses di otak untuk mendapatkan makna yang terkandung di balik ujaran-ujaran tadi. Di sisi lain, perhatian mata tertuju pada layar ponsel pintar dan otak juga berusaha menterjemahkan makna yang ada dalam berita daring atau tulisan di medsos.
Dua kegiatan yang terjadi secara bersamaan.
Tidak heran, ada kesalahpahaman dalam menangkap pesan. Pesan dari lawan bicara ditangkap secara keliru. Arti dari tulisan di medsos dimaknai sebagai kebenaran, padahal belum tentu benar adanya.
Sekiranya Anda tidak berkontak mata dengan lawan bicara, mulai sekarang arahkan fokus mata Anda pada bola mata lawan bicara. Dengan begitu, lawan bicara akan menganggap Anda menghargai dia, sehingga dengan begitu, dia pun akan menghargai Anda.
2. Dengarkan lawan bicara sampai dia selesai bicara
Ini juga salah satu yang menjadi masalah bagi kebanyakan orang, apalagi di zaman sekarang yang sudah terganggu secara masif oleh kecepatan internet, sehingga kalau ada lawan bicara mengutarakan pendapat yang 'sedikit' lebih panjang; kecenderungan memotong lawan bicara, menginterupsi, menyela, biasanya akan terjadi seketika.