Mohon tunggu...
Hamdali Anton
Hamdali Anton Mohon Tunggu... Guru - English Teacher

Saya adalah seorang guru bahasa Inggris biasa di kota Samarinda, Kalimantan Timur. || E-mail : hamdali.anton@gmail.com || WA: 082353613105 || Instagram Custom Case : https://www.instagram.com/salisagadget/ || YouTube: English Itu Fun

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

Dosen, "Sang Mahaguru" yang Lebih dari Digugu dan Ditiru

17 Juni 2019   08:53 Diperbarui: 18 Juni 2019   02:48 208
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saya dulu pernah menjadi asisten dosen (asdos). Saya tidak mau menyusahkan adik-adik tingkat, apalagi yang kuliah sambil bekerja, atau sebaliknya, kerja sambil kuliah, karena saya pernah mengalami capeknya kerja sambil kuliah.

Pernah suatu kali, mantan dosen saya dari universitas lain tempat saya menimba ilmu sebelumnya, tiba-tiba ada di universitas dimana saya menjabat sebagai asdos.

"Ton, ada lowongan jadi dosen di sini?" tanyanya.

"Bapak tanya saja langsung ke bagian administrasi atau yang terkait. Saya kurang tahu soal itu, Pak," saya menjawab dengan sopan.

Saya ingat sekali dengan dosen ini, Pak Handoko (bukan nama sebenarnya), yang dulu sempat menghina aksen teman saya, Doni (nama samaran) dan meremehkan kemampuan saya dalam mengajar di waktu lampau. Sekarang, dia malah berbaik-baik dengan saya karena tahu kalau saya asdos.

Tidak ada yang tahu masa depan mahasiswa-mahasiswi itu, kecuali Tuhan. Sekarang mungkin mereka orang susah, tapi lima atau sepuluh tahun yang akan datang, siapa tahu mereka jadi pengusaha sukses, dosen, guru, pejabat, dan lain-lain. Jadi jangan remehkan mereka. Siapa tahu, kelak Anda semua butuh bantuan mereka.

3. Jangan samakan pendidikan di masa lalu dengan masa sekarang

"Ah, kalian ini lembek. Begini aja nggak bisa. Saya bilang "stupid", langsung tersinggung," kata Dosen G dengan pongah, "Dulu, dosen-dosen saya bilang begitu, kami tak marah."

Tentu saja, paradigma menyamakan kondisi "dulu" dengan "sekarang" tidaklah pada tempatnya. Gaya hidup, teknologi, kondisi ekonomi, ilmu pengetahuan, sudah tak sama dengan 10, 20, atau 30 tahun yang lalu.

Apalagi mengatakan "stupid". Dosen G berada di bawah naungan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP). Dengan mengatakan "bodoh" ke mahasiswa-mahasiswi, niscaya akan ada beberapa mahasiswa yang berperilaku sama di masa depan kalau mereka berprofesi sebagai guru atau dosen.

Pertanyaannya : Apakah mau punya guru atau dosen yang suka menganggap rendah peserta didik atau mahasiswa? Kan lebih baik memotivasi, memberikan narasi yang menyejukkan, daripada mencela!

Apapun yang dipunyai, kalau sudah tiada, tak ada artinya

Apapun yang kita punyai saat ini, tidak akan kita bawa saat kita mati. Harta, tahta, semuanya akan kita tinggalkan. Hanya ilmu yang bermanfaat akan menjadi warisan yang berharga bagi peserta didik dan mahasiswa. Dosen, lebih dari guru, lebih dari digugu dan ditiru.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun