Istilahnya, saya ini "antik dan unik" ^_^.
Saya bosan dengan pengajaran konvensional yang menjemukan. Saya tidak suka mengandalkan metode ceramah yang miskin dengan interaksi, baik rendahnya interaksi antara guru dan murid, maupun minimnya interaksi antara murid dan murid.
Karena rumah saya tidak jauh dari sekolah, hampir setiap hari (kalau tidak hujan), saya membawa gitar saya ke sekolah. Saya menggunakan gitar untuk mengajarkan lagu-lagu berbahasa Inggris; menggunakan ruang multimedia yang sangat jarang digunakan oleh para guru; memakai gambar-gambar atau flashcard untuk menjelaskan pengenalan kata-kata baru, misalnya seputar hewan; dan lain sebagainya.
Rupanya, banyak yang terkesan dengan "sepak terjang" saya, baik dari pihak kepala sekolah, rekan guru, maupun orangtua murid, dan tentunya dari para murid sendiri.Â
Ada juga beberapa guru yang terlihat iri, tidak senang dengan keberadaan saya, dan apa yang saya sudah kerjakan. Saya dianggap saingan mereka, cari muka ke kepala sekolah (untuk apa cari muka? Saya kan sudah ada muka ^_^.).
Saya tidak peduli dengan nyinyiran atau ujaran tidak menyenangkan dari beberapa rekan guru, segelintir murid, atau pun antipati dari beberapa orangtua murid.
Saya hanya memedulikan murid, guru, kepala sekolah, dan orangtua murid yang mendukung saya. Untuk yang tidak suka dengan saya, buat apa saya pikirin ?
Nah, mungkin karena kebisaan saya dalam bermain gitar, maka ketua panitia dan guru kelas enam meminta saya untuk melatih paduan suara. Anggota paduan suara adalah siswa-siswi kelas enam yang dipilih oleh guru kelas masing-masing dan bersedia untuk ambil bagian dalam menyumbangkan suara mereka.
Yang menjadi masalah, adalah waktu latihan yang mepet, karena tersisa waktu empat bulan sebelum acara perpisahan.
Saya sempat menyesalkan kepada para guru kelas enam, kenapa waktu di semester satu, para murid tidak dilatih untuk mempersiapkan diri mereka untuk tampil mengisi acara perpisahan. Saya juga mempertanyakan, kenapa bukan siswa-siswi kelas empat dan lima saja yang mengisi acara.
"Tidak lazim seperti ini di sekolah-sekolah saya sebelumnya. Biasanya, di sekolah-sekolah dimana saya mengajar dulu, anak-anak kelas lima atau empat yang mengisi acara-acara yang membutuhkan latihan intensif, seperti drama, tari, dan drumband. Untuk siswa-siswi kelas enam, biasanya mereka hanya menyampaikan pidato perpisahan dan baca puisi," Saya menyatakan pemikiran. Saya berharap, waktu itu, para guru kelas enam dan kepala sekolah berubah pikiran. "Kalau murid-murid kelas enam dilibatkan, dikhawatirkan mereka tidak fokus dalam belajar dan dalam menghadapi ujian. Belum lagi, kalau ada omelan dari orangtua murid karena anak-anak mereka menjadi terlalu lelah, karena mengikuti latihan. Sudah ada bimbel, ada latihan pula. Takutnya seperti itu omelan mereka."