Hari Raya Idul Fitri merupakan hari yang menggembirakan, dimana setiap keluarga berkumpul, saling maaf memaafkan, dan bercengkerama bersama, sejenak melupakan kesusahan hidup, baik dalam bekerja maupun dalam berumahtangga.
Kakek, nenek, ayah, ibu, anak, sepupu, keponakan, dan handai tolan berkumpul, bersenda gurau di waktu ini, yang tidak setiap hari bisa dinikmati.
Profesi berbeda dari setiap orang menyebabkan keberagaman yang unik. Pengalaman seorang guru tidak sama dengan pengalaman seorang bankir. Kejadian lucu dari seorang akuntan tidak sama dengan peristiwa tegang sewaktu dokter bedah kenamaan membedah pasien.Â
Peristiwa tragis yang dialami petugas pemadam kebakaran tidak sama dengan pengalaman pemilik toko sembako yang tertipu rekan bisnis sampai milyaran.
Banyak rupa cerita membuat hidup jadi berwarna.
Namun, terkadang, di tengah pembicaraan yang seru, ada pertanyaan-pertanyaan yang berhubungan dengan pekerjaan, yang mengusik pikiran.
"Gimana pekerjaanmu? Ada peningkatan jenjang karir?"
Pertanyaan-pertanyaan ini membuat munculnya berbagai komentar.
Ada yang mengatakan, "Yah, bagus. Bulan depan, bos mempromosikanku jadi kepala cabang."
Yang lain mengatakan, "Yah, gini-gini aja. Posisi tetap, gaji naik setahun sekali."
Hidup cuma sekali, Dinikmati?
Untuk yang memberikan kabar baik seperti promosi kerja, tentu saja sangat menggembirakan waktu mendengarnya.
Namun komentar, "Hidup gini-gini aja," membuat miris.
Kenapa?
Karena seakan tak bersyukur, namun tak ada upaya untuk memperbaiki nasib.
Menjalani hidup tetap seperti biasa, setahun, dua tahun, lima tahun, sepuluh tahun, bahkan lebih dengan kondisi pas-pasan yang sangat riskan.
Padahal, jelas tidak mungkin, melakukan hal yang sama setiap waktu, tapi ingin mendapatkan hasil berbeda.
Saya punya beberapa teman yang mempunyai profesi yang bisa dikatakan "tidak aman", namun mereka tetap menjalani rutinitas kerja seperti biasa dari hari ke sehari. Tidak ada sampingan lain, tidak ada usaha lain, tidak ada pemikiran untuk melakukan sesuatu demi meningkatkan taraf hidup.
Rutinitas dari bangun pagi, kerja sampai sore hari, lalu malamnya bercengkerama dengan keluarga, menonton kotak ajaib yaitu televisi, kemudian menghabiskan sisa waktu malam sebelum tidur dengan bermain game online atau menonton video youtube yang entah berfaedah atau tidak.
Besok, minggu depan, bulan depan, tahun depan, melakukan hal yang sama. Berulang-ulang, bertahun-tahun, sampai pensiun, atau sampai tak kuat lagi bekerja.
Saya pernah bertanya dengan beberapa teman saya, dari berbagai profesi, yang terlihat malas-malasan sesampai di rumah, dan ya itu tadi. Teman mereka di rumah adalah tv, ponsel, tablet, dan laptop.
Melakukan rutinitas yang disebut sebelumnya.
Menonton program tv yang tak jelas manfaatnya, menguras kuota internet untuk bermain game online yang tak menghasilkan uang, atau menonton video youtube yang sekedar menghibur sesaat.
Namun, waktu saya tanyakan, "Kamu kan mau ada perbaikan hidup, tapi kenapa tidak menggunakan waktu sesudah bekerja, waktu kosong di malam hari untuk kegiatan yang positif, untuk mencari tambahan penghasilan, seperti berbisnis online misalnya?
Mau tahu apa jawaban mereka?
Ini beberapa di antaranya :
1. Capek kerja seharian, jadi malamnya menikmati hidup
"Lha, aku kan capek kerja seharian. Jadi kan wajar kalau malamnya menikmati hidup. Makan enak, menikmati hiburan lewat acara televisi, terkadang main game online atau nonton YouTube. Apa salahnya?"
Atau,
"Aku ngajar dari pagi sampai malam. Jam sembilan baru sampai di rumah. Wajar dong, kalau aku istirahat."
Atau,
"Masa kerja terus hampir 24 jam! Lalu kapan refreshing-nya?"
2. Uang bukan segalanya.
"Jangan cuma kerja, cari duit aja. Uang bukan segalanya. Harus ada keseimbangan."
"Itu, orang kaya sebelah rumah, stress karena gak bisa menikmati uangnya. Kena sakit kanker otak stadium tiga."
"Punya uang banyak malah buat keharmonisan setiap anggota keluarga jadi renggang, karena berebut harta warisan.
3. Aku tidak punya kemampuan lain.
"Aku cuma lulusan SMA. Gak punya keahlian apa-apa selain yang sekarang kulakukan."
"Gak punya biaya untuk kuliah. Gini aja sudah cukup."
"Malas belajar ketrampilan baru. Biar aja seperti sekarang. Aku sudah nyaman dengan kondisi sekarang."
Sadarlah, Sebelum Terlambat
Kalau seandainya, di antara Anda, ada yang mempunyai pandangan-pandangan seperti di atas, kiranya sadar, bangun dari tidur lelap yang panjang, sebelum terlambat.
"Lho, kenapa?" mungkin Anda berpikir begitu.
Karena :
1. Sudah tahu capek kerja seharian, ingin kerja seperti itu terus, sampai pensiun?
Nah, sering ngeluh capek kerja, tapi malamnya nyantai? Ya, gimana nasib mau berubah?
Itu yang saya herankan.
Kenapa saya heran?
Karena, kalau mau berubah, waktu malam yang kosong, setelah bekerja adalah kesempatan untuk merubah nasib. Misalnya, dengan membuat blog yang bisa menghasilkan penjualan produk digital, berjualan produk fisik lewat media sosial, mengikuti kompetisi blog, dan lain sebagainya.
Daripada menggunakan kuota internet untuk hal-hal konsumtif, lebih baik menggunakan untuk kegiatan produktif.
Apalagi kalau sudah berkeluarga dan mempunyai anak.Â
Jangan sampai asyik dengan game online, tapi keluarga diabaikan.
Gunakan gawai untuk mendapatkan uang, bukan malah membuat kantong tambah kempes, karena konsumsi internet yang boros untuk kenikmatan sesaat.
2. Uang memang bukan segalanya, tapi segalanya butuh uang.
Uang memang bukan segalanya, namun segalanya, apa pun di dunia ini, pasti butuh uang.
Beli beras, butuh uang.
Beli pakaian, butuh uang.
Bayar BPJS, pakai uang.
Bahkan, mau buang air kecil pun, bayar pakai uang, sesudah menuntaskan di toilet di beberapa tempat keramaian.
Kita masih hidup di dunia. Untuk segala hal di dunia, tak pelak, uang menjadi sentral.
Bukan berarti mendewakan uang, namun kita harus mempunyai cukup, atau kalau perlu, lebih dari cukup. Selain untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari; juga untuk rekreasi, menghilangkan kepenatan; dan terutama yang terpenting, untuk dana darurat, seandainya ada anggota keluarga yang jatuh sakit, atau malah kita sendiri yang sakit, sehingga tidak bisa bekerja, dana darurat bisa membantu sembari memulihkan kondisi.
Coba bayangkan kalau Anda, sebagai kepala keluarga, jatuh sakit, sehingga harus dirawat di rumah sakit, dan selama beberapa hari tidak bisa bekerja. Sedangkan, istri dan anak tetap harus menjalani kehidupan, merawat Anda, mengeluarkan uang yang semakin menipis, karena Anda cuma pegawai dengan gaji bulanan.
Biasanya, di saat seperti itu, baru sadar, mau tidak mau, harus mencari sampingan lain, selain pekerjaan utama.
Jadi, jangan menjadikan "uang bukan segalanya" sebagai alasan bagi Anda untuk tidak bergiat mencari pemasukan tambahan. Bukan tidak mensyukuri gaji yang diterima, tapi lebih pada mempersiapkan diri untuk menghadapi hal-hal yang tak terduga, seperti sakit, kecelakaan, rumah terbakar, dan lain sebagainya.
3. Setiap kita punya kemampuan, hanya mungkin tidak menyadari, atau karena malas, sudah puas dengan kondisi rata-rata.
Tidak mungkin kita ada di dunia secara kebetulan. Pasti ada rencana Tuhan di balik kehadiran kita di dunia. Matahari, bulan, bintang, semua berada di tempat masing-masing tanpa saling bertabrakan.
Siklus terang dan gelap sangatlah teratur.
Keberadaan makhluk hidup, seperti tumbuhan, hewan, dan manusia sendiri, sudah mencerminkan keagungan Tuhan.
Jantung berdetak dengan teratur, paru-paru mengatur sirkulasi udara dalam tubuh, bahkan otak kita bisa menciptakan ide untuk menelurkan kreasi-kreasi inovatif, mulai dari mobil, pesawat, bahkan sampai dengan gawai di genggaman kita saat ini.
Intinya, setiap kita mempunyai talenta. Tinggal kita menggali, talenta apa yang kita punya.
Jangan malas, jangan hanya puas menjadi manusia "rata-rata", karena kita terlahir sebagai manusia luar biasa, bukan semenjana.
Waktu tidak akan bisa diulang, Mulailah bertindak dari sekarang
Bergeraklah dari sekarang. Jangan tunda-tunda. Jangan lagi berada di zona nyaman, karena terlihat nyaman sekarang, namun akan menjadi tidak nyaman di masa depan.
Pikirkan keluarga. Orangtua yang rindu dengan kesuksesan hidup kita, keluarga yang ingin kita menyediakan waktu berkualitas untuk mereka.
Berjuanglah. Melangkah untuk meraih impian-impian yang belum terwujud.
"Selama masih kuat, maksimalkan upaya. Supaya waktu tua, tak ada penyesalan melanda."
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H