Jangan sisakan makanan! Habiskan!"
"Kata-kata itu menarik perhatian saya.
Seorang bapak menyuruh anak lelakinya untuk menghabiskan makanannya.
Entah bakso atau mie ayam.
Kejadian itu berlangsung di salah satu warung bakso. Malam hari, memang nikmat kalau makan yang berkuah panas saat dingin seperti saat itu.
Waktu kejadian itu, saya sudah selesai menyantap mie ayam.
Sang bapak menyuruh anak lelakinya untuk menghabiskan makanan yang tersisa di mangkuk sang anak tersebut.
Mengapa tersisa makanan (dan pada akhirnya harus dibuang?)
Kalau melihat fenomena ini, menurut saya, bisa dilihat dari berbagai faktor. Kalau berdasarkan pengamatan, faktor waktu yang akan kita bahas di sini, karena menurut saya, lebih sesuai dengan kondisinya.
1. Pagi hari
Terkadang memang saat-saat pagi hari adalah waktu yang sangat krusial, penting, terutama dalam tumbuh kembang anak dan menentukan kinerja yang prima dalam bekerja.
Sayangnya, banyak yang mengabaikan sarapan. Hanya beberapa yang sadar akan pentingnya sarapan dalam menjalani aktivitas, khususnya di awal hari.
Namun, terkadang, faktor ketergesaan membuat sarapan terlihat memperlambat keberangkatan ke sekolah atau ke tempat kerja.
Terburu-buru sarapan karena segera ingin berangkat ke sekolah atau ke tempat kerja.
Akibatnya?
Terkadang masih banyak tersisa makanan di piring, makanan yang sudah diambil dan ditaruh di piring sendiri.
Mubazir?
Ya, tentu saja. Sangat disayangkan, makanan jadi terbuang.
2. Siang hari
Karena merupakan jeda istirahat di tengah hari, ada beberapa orang yang tidak mengindahkan waktu ini, tidak memanfaatkan waktu istirahat dengan sebaik-baiknya.
Untuk yang 'gila kerja' atau istilah lainnya workaholic, pekerjaan yang belum selesai adalah utang, sehingga jeda makan siang malah mereka anggap sebagai "pengganggu".
Akibatnya?
Mereka makan terburu-buru, supaya bisa cepat masuk kerja kembali, dan biasanya masih banyak makanan tersisa di piring  atau kotak makanan mereka.
Atau ada kalangan masyarakat lain yang memang menantikan saat makan siang, karena jenuh dalam bekerja.
Jeda makan siang adalah selingan yang menyenangkan bagi kelompok ini. Selain melepaskan diri sejenak dari penatnya kerjaan, juga untuk mengisi perut yang sudah keroncongan. Apalagi kalau di pagi hari tidak sarapan.
Makan pun jadi kalap, Apalagi kalau ada perhelatan semisal resepsi pernikahan di tengah hari, mungkin, kalau seandainya bisa, semua makanan akan disikat habis.
Namun, kenyataannya tidak seperti itu.
Mengambil banyak makanan, piring sampai penuh menggunung dengan makanan. Nafsu rakus menguasai diri, sehingga akal pikiran, logika, terpinggirkan.
Sudah bisa ditebak, makanan pun tersisa banyak di piring, karena ternyata nafsu, egoisme, tidak sama besar dengan "tangki" perut yang ada.
Tersisa, yang berujung pada terbuangnya makanan.
Sangat disayangkan.
3. Malam hari
Setelah jam lima sore, biasanya inilah saat yang dinanti.
Tanggung jawab pekerjaan dari pagi sampai sore sudah selesai. Kalau pun belum selesai, masih ada esok hari.
Biasanya, saat ini adalah saat 'balas dendam'.
'Balas dendam'?
Ya, 'balas dendam', bisa santai semaunya, jalan-jalan sesukanya, atau bisa makan apa saja yang disukai, sebagai "reward", upah, setelah seharian bekerja.
Biasanya penuntasan 'balas dendam' yang umum adalah ingin santai di rumah, menonton acara tv, sambil leyeh-leyeh, santai, dan makan apa saja yang bisa dimakan.
Mulai dari keripik singkong sampai pizza. Dari bakso sampai spageti.
Apalagi kalau ada hajatan, semisal resepsi pernikahan di malam hari. Nafsu serakah akan 'raup semua makanan' akan lebih gila dibanding resepsi di siang hari.
Ujungnya lebih miris lagi.
Lebih banyak makanan tersisa dan pada akhirnya harus dibuang.
Bagaimana menyiasati supaya tidak ada sisa makanan yang berujung harus dibuang?
Ada beberapa cara yang bisa ditempuh untuk mencegah banyaknya sisa makanan yang berujung harus dibuang.
1. Pagi hari
Menurut saya, di waktu ini, sebaiknya masak sarapan secukupnya saja.
Tidak terlalu banyak, tidak terlalu sedikit.
Secukupnya saja.
Misalnya, sepiring nasi goreng, dengan telur mata sapi
Makanan harus habis, karena kalau masih bersisa, kata Bang Rhoma, "Sungguh terlalu!"
2. Siang hari
Kalau makan di siang hari, tentu saja, sebisa mungkin, sesuai jadwal, kecuali untuk pekerja yang harus bergantian makan siang, berarti harus menyesuaikan.
Tapi kalau memang bisa, sebisa mungkin disiplin makan siang pada jam tertentu. Jangan menunda, karena bisa mengakibatkan berbagai penyakit, seperti maag, tukak lambung, dan lain sebagainya.
Nikmati setiap suap.
Jangan sisakan apa pun di piring, karena di bagian bumi yang lain, ada banyak orang yang mungkin tidak seberuntung kita.
3. Malam hari
Kalkulasi, perkirakan apakah sanggup menghabiskan makanan, sebelum mengambil dan menuangkan ke piring.
"Lebih baik sedikit saja dulu. Kalau masih lapar, bisa nambah lagi."
Begitu pesan mendiang ibu saya dulu, waktu saya masih kecil, pesan bijak yang sampai saat ini tetap saya jalankan di kehidupan sehari-hari.
Daripada mengambil banyak, ujung-ujungnya tak habis, malah jadi terbuang makanannya. Lebih baik ambil sedikit saja dulu. Bisa nambah, kalau masih kurang.
Masih banyak orang lain yang kelaparan. Setiap butir nasi berharga bagi mereka. Setiap bagian kecil dari makanan bernilai di mata orang yang kelaparan.
Makanlah secukupnya
Makanlah secukupnya, karena sesuatu yang berlebihan biasanya tidak baik.
Selama masih bisa makan, hargai setiap suap.
Jangan sisakan makanan yang sudah kita ambil dan letakkan di piring, karena kalau sudah ada di piring kita, itu berarti tanggung jawab kita untuk menghabiskannya.
"Proses dalam memasak tidaklah mudah. Ada banyak orang yang menderita kelaparan. Masihkah kita menyia-nyiakan makanan? Mudah-mudahan tidak."
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H