Saya mengambil langkah, karena berulang kali saya mengatakan pada guru kelas dimana siswa-siswi yang "bermasalah" tersebut "bermukim", namun kebanyakan guru kelas tidak terlalu memusingkan.
"Itu pas pelajaran Pak Anton. Pas pelajaran saya, dia masuk."
"Jadi, dibiarkan saja seperti itu, Bu?"
"Nanti saya nasihati dia besok."
Saya pikir sudah selesai persoalan.
Ternyata tetap saja sang anak membolos, bahkan sampai lulus esde, anak itu tak pernah nongol di jam pelajaran saya.
Memang, tidak semua guru kelas seperti itu. Ada beberapa guru kelas yang memang memanggil dan menasihati murid-muridnya yang "bermasalah", dan murid-muridnya berubah. Namun lebih banyak guru yang membiarkan dan tak peduli dengan masalah yang saya hadapi.
Saya kecewa dengan respons para guru PNS atau yang sekarang disebut ASN ini. Apalagi waktu salah satu mengatakan, "Gak usah repot, Pak. Kita kerja keras atau santai, tetap digaji sama. Gak perlu repot sama murid-murid yang malas dan sering bolos. Bikin capek ngurusinnya. Mereka juga gak peduli sama kita," kata Mirna, bukan nama sebenarnya, salah satu guru PNS.
Bagi saya, dimana letak tanggung jawab mereka terhadap anak didik? Apalagi ini di tingkat Sekolah Dasar. Posisi mereka pun sebagai guru kelas dimana anak-anak itu menjadi tanggung jawab mereka sebagai guru kelas untuk menerapkan disiplin. Kalau anak-anak ini dibiarkan, mau jadi apa mereka kelak?
Titik balik yang membuat saya harus memutuskan untuk "blusukan" ke beberapa rumah murid adalah waktu ada supervisi.
"Mana buku Bimbingan dan Konseling, buku Tamu, dan buku Penghubungnya, Pak?" tanya Bu Santi, sebut saja begitu.