"Kelebihan kedua, dia selalu optimis bisa menang. Bagiku, meskipun waktu di debat, dia terlihat pesimis, sampai-sampai sempat mengatakan hal-hal yang, yah, kamu tahu sendirilah, namun sekarang, kalau menurutku, dia sudah mempunyai optimisme bahwa dia bisa menang, meskipun quick count dan real count tidak mencerminkan itu.
"Perkara kecurangan, yah, mungkin saja terjadi. Biarlah itu menjadi urusan kedua belah pihak untuk menunggu hasil final dari KPU untuk menyelesaikan penghitungan suara. Bagiku, Prabowo sudah menjaga situasi tetap kondusif, mempertahankan keadaan yang nyaman, meyakinkan pendukungnya untuk tetap tenang dan sabar menunggu hasil final tanggal 22 Mei nanti.
"Kelebihan ketiga, ini yang terpenting," Robby menghentikan wacana sejenak, melirik ke jam dinding di atas tv, "Oh, masih satu jam lagi buka puasa."
"Woi, jangan mengalihkan pembicaraan. Apa kelebihan ketiga?" Sunaryo mencecar Robby. Tak sabar.
"Tenang. Aku keluar sebentar. Mau beli takjil," Robby beringsut, mau berdiri.
"Nanti saja. Aku yang belikan. Di luar pasti masih banyak takjil. Gak bakal kehabisan. Kalau perlu, sekalian kita makan berat. Kutraktir," kata Sunaryo meyakinkan.
"Wah, tumben murah hati. Biasanya pelit," Robby nyengir.
"Ayolah, apa kelebihan ketiga?" desak Sunaryo lagi.
"Oke. Kelebihan ketiga, dia sportif. Dia datang waktu Jokowi dilantik sebagai presiden pada tahun 2014. Seandainya dia tidak sportif, dia pasti tak akan datang. Sebaliknya, dia datang dan, lebih dari itu, memberikan ucapan selamat pada rivalnya. Itu menunjukkan kebesaran jiwa seorang negarawan sejati," Robby memegang jakun, sambil melirik ke hape. Terlihat dia tak sabar mendengar suara beduk menandakan waktu berbuka puasa.
"Kalau menurutmu, kali ini dia bisa sportif?" tanya Sunaryo.
"Kurasa tetap sportif. Kalaupun dia menganggap ada kecurangan, tidak puas dengan hasil rekapitulasi pemungutan suara dari KPU, kan bisa menempuh jalur hukum. Ada Mahkamah Konstitusi. Kurasa, Prabowo tidak akan melakukan hal-hal yang melanggar hukum," Robby mengakhiri.