Setelah tujuh bulan merasakan panasnya suasana kampanye dan pemilu, sekarang saatnya merasakan "panas" yang berbeda.Â
Wah, panas apa itu?Â
Mungkin anda bertanya-tanya dalam hati.Â
Tenang.Â
Untuk panas yang satu ini, tidak ada hubungannya sama sekali dengan politik.Â
Ini berhubungan dengan dunia kuliner yang bikin keringat membanjiri badan. Membuat nafsu makan jadi bangkit.Â
Satu kata yang menjadi perbincangan pasca pemilu di kompasiana.Â
Sambal.Â
Entah terinspirasi panasnya perpolitikan atau tidak, saya kira, sangatlah tepat Kompasiana memilih topik ini sebagai topik pilihan.
Rekonsiliasi bisa terjalin karena sesuatu yang menjadi kesukaan.Â
Yang menarik, ternyata banyak sekali cerita-cerita yang muncul seputar sambal. Dan beberapa kompasianer yang saya kenal, meskipun tidak pernah bertemu muka dan tidak mengenal secara pribadi, namun bagi saya, lewat tulisan, cukup menggambarkan sosok mereka yang ramah, baik, dan tidak sombong.Â
Beberapa kompasianer ini (maaf tidak bisa semua saya sebutkan ^_^) menelurkan karya-karya tulis yang, menurut saya, sangat unik. Semua berhubungan dengan sambal. Apakah mereka penggila sambal, bisa buat sambal, atau sekadar memeriahkan suasana Kompasiana karena mengusung topik pilihan Gairah Sambal Nusantara? Entahlah. Terlepas dari motivasinya, tulisan-tulisan mereka sudah memberi warna tersendiri setelah panasnya elit politik perihal pemilu yang sudah berlangsung.Â
Beberapa kompasianer ini, menurut saya, menelurkan karya yang unik yang berkaitan dengan sambal. Semua dengan gaya khas masing-masing.
1. Ekriyani
Kompasianer yang satu ini berprofesi sebagai guru. Suka menuangkan diksi-diksi ciamik dalam banyak puisi, ternyata (katanya) punya sambilan berbisnis kuliner. Salah satu artikel beliau mengenai dadar gulung istimewa, kubeli di kota (eh, seperti lirik lagu ya ^_^) membuktikan kepiawaian beliau, bukan hanya mengolah diksi menjadi untaian kalimat indah dalam puisi, namun beliau juga jago dalam membuat waday (dibaca : kue, kata dalam bahasa banjar) atau serba-serbi yang berhubungan dengan kuliner wow.Â
bonjer, sempol tahu, dan lekker holland.
Itu baru satu artikel soal kuliner dari Ekriyani. Masih ada lagi artikel beliau yang lain tentang kuliner, seperti tentang(Saya endorse ibu lho. Jangan lupa komisi buat saya ya ^_^)
Nah, sebenarnya saya cukup kaget, karena beliau menulis puisi tentang sambal. Saya kira beliau akan menuliskan tentang sambal khas banjar, seperti sebelumnya dia menulis tentang Sambal Aceh. Namun ternyata puisi dengan judul Pedas yang dilahirkan.
Jangan sepelekan isinya. Beliau bisa dengan jitu meramu kegiatan sehari-hari yang mungkin kita anggap biasa menjadi untaian kata yang luar biasa.Â
Tidak percaya? Anda baca sendiri. Buktikan pedasnya kata-kata dalam puisi Ekriyani ^_^.
2. Ropingi
Pak guru ini bisa dikatakan sebagai master of poem. Kalau tidak sibuk mendidik, bisa empat sampai lima puisi yang dihasilkan dalam sehari.Â
Luar biasa!Â
Saya saja untuk menghasilkan satu puisi dalam sehari perlu perjuangan. Lah ini sekaligus empat sampai lima!Â
Pilihan diksi yang ciamik, lantunan kata yang mengena, semua berpadu menghasilkan karya yang keren punya.Â
Lah terus bagaimana dengan sambal tadi?Â
Apakah Pak Ropingi layak disebut penggila sambal?Â
Mungkin saja. Bisa jadi beliau penggila sambal yang moderat, karena level kepedasan beliau yang sepertinya tidak wah-wah amat, sehingga hanya dua puisi yang mewakili sambal.Â
Aku Adalah Sambel dan Tetap Nikmat Disantap, dua puisi yang menurut saya sudah cukup menunjukkan kalau Pak Ropingi termasuk penggila sambal.
Bagaimana menurut pendapat Anda ^_^?
Saya sudah lama mengikuti tulisan-tulisan Pak Edy yang aktual, tajam, dan tepercaya ^_^.
Ulasan-ulasan beliau yang berkaitan dengan politik sangatlah mengena dan setiap kalimat begitu runtut dan enak dibaca.Â
Berkaitan dengan penggila sambal, saya tak tahu pasti apakah beliau betul-betul menyukai sambal begitu rupa, sampai-sampai jika tak ada sambal, selera makan pun tak ada, lenyap seketika (ini kok jadi puisi ^_^).
Namun kalau membaca tulisan beliau yang berjudul Enaknya "Disambelin" Ibu, sepertinya begitu. Sambal erat sekali dengan masa kecil beliau bersama ibunda tercinta.Â
Membaca tulisan ini, mengingatkan saya akan ibu saya yang dulu waktu saya kecil juga suka membuat sambal di cobek. Kangen akan sambal buatan ibu. Sayang, ibu saya sudah tiada.Â
Paling tidak, tulisan Pak Edy mengingatkan memori indah saya bersama ibu.Â
Ibu yang mengaku sudah tua ini (padahal kalau melihat fotonya, saya rasa masih sweet seventeen. Bagaimana menurut Anda ^_^?) suka menulis puisi, seperti Bu Ekriyani dan Pak Ropingi.Â
Meskipun beliau mengaku kalau sudah lama tak menulis, dan baru kini menulis lagi, saya kira, kesaktian beliau belum hilang dalam merangkai kata-kata indah sarat makna.Â
Berkaitan dengan sambal, bisa dibilang beliau termasuk penggila sambal. Apalagi berdomisili di kota Yogya yang kaya dengan kuliner beraneka rupa.
Sambal Bercampur dengan Ayam, Ayam Geprek yang Lagi Hitz dan Sambal Teri Jenki, Hemat Sekali membuktikan kalau beliau bukan sekadar penikmat sambal, bahkan bisa mengolah sambal yang oke punya.Â
Melihat Sambal Teri Jenki, jadi pengin mencoba. Bagaimana dengan Anda ^_^?
Ini pun seorang kompasianer yang piawai merajut kata-kata menjadi puisi yang aduhai.Â
Setelah membaca Puisi | Sambal Ijo Cap "Playboy", kemungkinan, menurut analisa saya, Pak Arkasya ini mempunyai bakat terpendam sebagai koki rumahan, atau mungkin punya usaha warung sari laut di pinggir jalan.Â
Kenapa saya menganalisa seperti itu?Â
Runtutan kata-kata dalam puisi tersebut seperti 'hidup'. Layaknya Chef profesional menerangkan cara membuat sambal andalan.Â
Apakah Arkasya adalah Chef Juna Rorimpandey yang sedang menyamar atau dia adalah murid dari Chef Juna?Â
Tanyalah langsung pada yang bersangkutan ^_^.
Intinya, puisi Pak Arkasya ibarat menceritakan sambal bintang lima. Makanya saya taruh beliau di nomor lima ^_^.
Apapun makannya, sambal tak pernah ketinggalan
Penggila sambal tidak berarti kecanduan sambal, sampai-sampai tanpa sambal, tak bisa makan.Â
Meskipun tanpa sambal, masih bisa makan, tapi tentu saja berbeda tingkat kelahapannya.Â
Dengan sambal, selera jadi meninggi.Â
Sehingga timbul slogan, "Apapun makannya, sambal tak pernah ketinggalan."
Bagaimana dengan Anda? Apakah Anda harus makan dengan sambal?Â
Kalau seperti itu, maka Anda layak mendapat gelar Penggila Sambal ^_^.
Selamat menikmati sambal.Â
Salam Sambal ^_^.
*
Samarinda, 3 Mei 2019
Anton
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H